Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bagaimana Bila Tak Kunjung Dikaruniai Buah Hati?

19 Maret 2021   09:42 Diperbarui: 20 Maret 2021   06:58 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bayi kembar (Gambar: pixabay,com)

Anak adalah anugerah. Ia merupakan kado spesial yang ditunggu-tunggu bagi pasangan yang sudah menikah. Anak dipandang sebagai berkah tersendiri. 

Bayangkan ketika Anda mendapatkan promosi jabatan atau menjadi juara dalam sebuah kejuaraan, olimpiade misalnya. Senang bukan?

Tetapi kebahagiaan mendapatkan buah hati lebih dari itu. Istri baru dinyatakan hamil dalam tes kehamilan saja sudah senang bukan kepalang, apalagi ketika si jabang bayi lahir ke dunia, wah itu sungguh luar biasa rasanya.

Bagi perempuan yang sudah menikah, hamil barangkali merupakan momen yang sudah sangat diidamkan. Dulu ketika kami baru menikah, baru satu bulan saja istri saya sudah mulai gusar, "Kok aku belum hamil ya...". 

Dua bulan tiga bulan sudah mulai senewen (baca: uring-uringan) setiap berbicara menyangkut kehamilan. Bersyukur bulan keempat, istri dinyatakan hamil. 

Saya masih ingat betapa bahagianya kami waktu itu. Rasanya luar biasa ketika istri mengandung calon anak pertama kami. Kebahagiaan itu tak dapat dilukiskan hanya dengan kata-kata. 

Maka kehamilan itu sungguh sangat kami jaga dengan sangat hati-hati hingga anak pertama kami lahir. Momen kelahiran tak kalah menegangkan sekaligus mengharukan. 

"Kami sudah jadi orangtua!", teriak kami sekencang-kencangnya. Saya sudah dipanggil "ayah". Sungguh tiada ucap syukur yang sebanding dengan berkat yang sudah kami terima. Saya yakin tak hanya kami, jutaan orangtua di seluruh dunia pasti merasakan hal yang sama.

Namun sekarang, bagaimana bila wanita yang sudah menikah tak kunjung hamil? Bila pasutri yang sudah bertahun-tahun menikah tak juga diberkati dengan kehadiran anak? Berat pasti. 

Bila mengingat bagaimana istri saya dulu baru sebulan belum hamil saja sudah gusar, saya memahami bila kemudian sepasang suami istri terutama istri yang mungkin terguncang atau stres. 

Bayi kembar (Gambar: pixabay,com)
Bayi kembar (Gambar: pixabay,com)
Belum lagi kalau dihujani pertanyaan dari kerabat, "Sudah isi belum?". Apalagi kalau pertanyaan itu datang dari orangtua atau mertua. Duhh, level stres auto naik. Secara psikologis, menghadapi pertanyaan-pertanyaan seperti itu jelas tidak nyaman. Meskipun konteksnya hanya bercanda.

Teman saya menikah pada 2015, hingga kami menikah pada 2017, istrinya belum juga hamil. Mereka sudah berusaha dengan keras sampai berkunjung ke dokter terbaik di kota kami.

Akhirnya setelah menunggu 2,5 tahun dan dengan usaha tak kenal lelah, momen yang ditunggu-tunggu itupun tiba. Istrinya dinyatakan hamil. 

Tidak sedikit biaya yang sudah mereka keluarkan dalam upaya mereka untuk bisa memiliki anak, "Sudah seharga motor" katanya. Tapi begitulah, apapun akan dilakukan demi hadirnya buah hati.

Kerabat kami yang lain menikah di tahun 2016 hingga kini keluarganya belum dikaruniai kehadiran anak. Usahanya tak kurang. Mereka pun telah mengikuti berbagai program kehamilan yang tak sedikit menghabiskan biaya. 

Melihat dua kerabat kami itu, saya dan istri pun amat bersyukur. Kami tak perlu menghabiskan uang untuk istri bisa hamil. Oleh karena itu benarlah ungkapan yang mengatakan bahwa anak adalah karunia Tuhan.

Dalam budaya ketimuran, ketiadaan anak dapat menjadi isu sensitif dalam rumah tangga

Pembahasan seputar anak sebelum menikah itu sangat penting. Karena siapa sih orang menikah yang tidak ingin dikaruniai anak, apalagi kita hidup dalam budaya ketimuran. Lain halnya di negara-negara barat di mana kehadiran anak tidak selalu menjadi hal utama. Banyak perempuan menikah yang tidak ingin memiliki anak. 

Dalam masyarakat ketimuran berbeda, anak bisa menjadi isu yang sensitif bagi pasangan suami istri. Ketiadaan anak bisa memicu pertengkaran bahkan perceraian. 

Tidak hanya faktor internal dalam keluarga, tetapi juga faktor eksernal seperti tuntutan dari keluarga besar. Orangtua atau mertua yang ingin segera menggendong cucu. Itu akan menjadi beban psikologis tersendiri khususnya bagi istri.

Apalagi kemudian bila diperparah dengan isu-isu yang belum terbukti seperti kemandulan. Beban psikologis bisa mengakibatkan stres yang mengganggu wanita untuk bisa hamil.

Bagaimana bila tak kunjung hamil?

Anak, memang sebaiknya ini menjadi bahan diskusi suami istri sejak awal. Bahkan sebelum menikahpun, saya dan istri sudah membicarakan perihal ini. 

Suami istri perlu membuat kesepakatan-kesepakatan penting terkait dengan anak supaya tidak menjadi permasalahan dikemudian hari. 

Kesepakatan ini perlu diambil agar tercipta kesaling-pengertian diantara pasangan. Saya ingat istri saya pernah bertanya sebelum kami menikah, "Bagaimana jika aku tidak bisa hamil?". 

Saya katakan padanya, "Biarlah anak itu menjadi kado terindah dari Tuhan untuk kita nanti. Biar kehendak-Nya yang jadi.Aku tak berkeberatan bila kamu tak bisa memberikanku keturunan karena berarti itu sudah menjadi keputusan Sang Pencipta. Ia yang menjodohkanku dengan kamu, Ia pula yang memiliki hak prerogratif atas keluarga kita kelak".

Oleh karena itu, bila Anda masih dalam tahap pacaran atau persiapan menikah, sila diskusikan bahasan mengenai anak sebelum menikah. Mari jujur pada pasangan tentang pandangan ini. 

Kesannya, pertanyaan "bagaimana bila tidak dikarunia anak" memang cenderung ekstrim. Namun perlu diingat, takada yang tak mungkin terjadi. Semua itu mungkin terjadi. 

Faktanya, di sekitar kita ada saja pasangan yang belum dikaruniai anak walaupun sudah menikah bertahun-tahun. Buatlah kesepakatan-kesepakatan dengan pasangan agar ketika kelak masalah ini benar-benar muncul, suami istri sudah siap.

Bila memang sudah terlanjur menikah dan belum juga dikaruniai anak, jangan bosan-bosan untuk terus berusaha. 

Ada yang sudah 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun baru dikaruniai anak dengan tidak berhenti berusaha dan berdoa. Memang usaha itu tak tahu batas waktu. 

Kadang lama, kadang sebentar. Jangan berputus asa, tetap ikuti program kehamilan. Jangan sungkan untuk membaca atau mendengar sharing dari pasangan yang telah berhasil mendapatkan keturunan setelah bertahun-tahun karena tidak sedikit pula yang berhasil. Itu bisa jadi motivasi dan pelecut semangat. 

Tapi tak perlu ngoyo (memaksakan kehendak) supaya tidak stres yang malah berpotensi menghambat kehamilan. Tujuan utamanya tetap menikmati waktu berdua dengan pasangan. 

Kawan saya yang sudah 5 tahun menikah belum dikaruniai anak, sampai sekarang masih terus "berpacaran" (baca: menghabiskan waktu berdua). Anak itu bonus, katanya.

Melihat fenomena banyak pasutri yang belum dikaruniai anak, ada kelakar yang sudah berusaha mati-matian bahkan menghabiskan biaya yang tidak sedikit belum juga diberi, tetapi yang cuma coba-coba malah hamil (di luar nikah) eh habis itu digugurkan. 

Mereka tidak tahu bagaimana rasanya menunggu kehadiran anak. Makanya kalau belum menikah jangan coba-coba bikin ya :) Bikinnya sih enak, efek kebelakangnya ini. Repot urusannya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun