Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bekerja di Mana Pun, Selama Masih "Ikut Orang" Sesungguhnya Sama Saja

18 Maret 2021   15:08 Diperbarui: 18 Maret 2021   17:26 3116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bekerja dimanapun selama kita masih "ikut orang" sesungguhnya sama saja...

Itulah pengalaman saya selama kurang lebih 11 tahun bekerja. "Ikut orang" berarti bahwa kita masih menjadi pegawai. Digaji oleh orang lain. Orang lain menjadi tuan atas diri kita. Dimanapun kita bekerja dan setinggi apapun posisi kita di kantor, selama masih bekerja untuk orang lain maka kita ini tetaplah buruh.

Selama bekerja 11 tahun, saya sudah berpindah kerja sebanyak 3 kali. Jadi tempat kerja saya yang sekarang adalah tempat kerja yang keempat. Mau tahu kenapa saya pindah kerja?

Pertama

Tahun 2014. Saya memutuskan untuk resign karena saya merasa saya sudah tidak bisa berkembang lagi. Baik secara karir maupun pengalaman kerja. Memang ditempat tersebut, untuk naik jabatan ke level diatas posisi saya saat itu sangat sulit. Harus dekat dengan owner. Akhirnya saya pun memutuskan untuk pindah mencari tantangan baru. Maklum, baru pertama kali bekerja. Semangat jiwa muda masih bergejolak. Saya ingin mengejar karir yang setinggi-tingginya.

Kedua

Dari ibukota, saya lalu memutuskan pergi ke Batam. Bergabung dengan salah satu perusahaan elektronik terkemuka. Ternyata situasinya tak sesuai harapan. Gaji memang besar, tapi saya hampir tak bisa istirahat. Kerja dari pagi hingga malam. Akhir pekan pun masih harus lembur. Boleh dibilang, saya hampir takbisa menikmati hasil kerja keras saya. Takada waktu untuk menikmati. Pikiran tegang terus karena situasi kerja yang high pressure. Ditambah lagi kepribadian atasan yang bersumbu pendek. Lengkaplah sudah. Raga memang sehat, tetapi mental kurang baik. Hanya bertahan sekira 9 bulan, lalu saya memutuskan untuk resign.

Ketiga

Pertama kali bergabung saya memiliki impresi yang baik. Perusahaan itu memang bukan perusahaan besar. Dilihat dari omzet dan jumlah karyawan sungguh sangat jauh berbeda dengan perusahaan sebelumnya. Namun saya melihat suasana kerja disana sangat baik sehingga karyawan betah bekerja. Ada yang sudah puluhan tahun bahkan. Hampir tidak ada tekanan (pressure) sama sekali. Semuanya berjalan dengan nyaman hingga muncul riak setelah pembentukan serikat pekerja yang diinisiasi oleh para karyawan. Lama-kelamaan riak itu tumbuh menjadi besar. Teman-teman dibawah sudah semakin gigih menuntut ini itu kepada manajemen. Karyawan bawah dengan manajemen jadi tidak akur. Situasi jadi tak kondusif. Akhirnya sikap owner mulai berubah. Kebijakan-kebijakan yang selama ini dapat dikatakan menguntungkan bagi karyawan dirubah. Situasi kerja berbalik 180 derajat menjadi tidak nyaman. Perusahaan pun jalan ditempat akibat gonjang-ganjing yang terus terjadi. Semakin lama saya berpikir, saya takbisa melihat masa depan disini. Perusahaan ini tak baik untuk masa depan saya. Apalagi saya sudah berkeluarga. Maka, empat tahun cukuplah. Saya tak ingin lanjut lagi. Saya pun memutuskan resign.

Pengalaman berpindah-pindah tempat kerja mengajarkan saya banyak hal. Namun ada satu kesimpulan yang saya ambil: Bekerja dimanapun, selama kita masih digaji orang sebenarnya sama saja. Saya sudah merasakan bekerja di perusahaan besar dengan gaji (yang menurut saya) tinggi. Juga pernah merasakan bekerja di perusahaan kecil. Sudah merasakan bekerja di perusahaan yang sistemnya tertata sangat rapi hingga perusahaan yang masih mengerjakan semuanya serba manual. Sudah pula berada di lingkungan dengan dari beragam suku dan tipe kepribadian.

Sejujurnya, apa sih yang membuat orang berpikir untuk resign?

1. Gaji dan fasilitas

Okelah normal bila pekerja tertarik dengan salary yang tinggi. Ketika ada tawaran yang lebih menggiurkan maka memutuskan untuk pindah. Praktik ini sudah biasa terjadi di kalangan pekerja utamanya pekerja swasta. Level direktur pun bisa pindah bila mendapatkan penawaran yang lebih menggiurkan.

2. Jenjang karir

Wajar saja orang berkeinginan untuk memiliki karir yang menjulang. Menjadi manajer, menjadi direktur. Setiap orang bekerja memang harus meningkat. Karir itu menjadi mimpi yang ingin diwujudkan.

3. Tekanan kerja

Tekanan kerja yang tinggi atau terlalu santai bisa jadi pemicu. Hah, Terlalu santai? Memangnya ada yang nggak betah kerja santai? Ada. Sewaktu saya memutuskan resign yang terakhir dua tahun yang lalu, saya merasa kondisi saya saat itu terlalu santai. Pekerjaan juga monoton. Saya merasa itu tidak baik untuk perkembangan karir dan pengalaman kerja saya. Skill saya tidak akan berkembang. Stagnan saja. Dengan umur saya yang masih muda, menurut saya ini kurang baik.

4. Atasan

Atasan bisa menjadi pemicu seorang bawahan untuk resign. Misalnya atasan yang suka marah-marah, atasan yang acuh tak acuh kepada bawahan, atau bahkan atasan yang tak bisa kerja.

5. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang tidak kondusif mengakibatkan seseorang tidak nyaman. Misalnya hubungan dengan rekan kerja buruk, sistem manajemen yang kurang profesional, banyak demo, dan lain sebagainya.

---

Umumnya, kelima hal diatas menjadi alasan orang untuk resign. Adakah yang aneh dari kelimanya? Tidak, tidak ada yang aneh. Wajar saja. Tetapi begini, Katakanlah anda resign karena merasa gaji anda terlalu kecil, ketika sudah bekerja ditempat yang baru suatu saat anda pun masih akan merasa gaji anda kecil. Kenapa? karena orang selalu akan menemukan pembanding. Kalau anda resign karena merasa atasan atau lingkungan kerja anda tidak enak, ketika bekerja ditempat yang baru apakah anda berpikir tak akan menemui masalah serupa? Jadi ketika anda merasa kecewa dengan pekerjaan anda coba pikirkan lagi dengan bijak. Mau cari kondisi ideal yang sesuai dengan bayangan kita itu jelas mustahil.

Masalah, dimanapun bekerja itu pasti ada, tidak ada yang bisa berjalan lempeng-lempeng saja. Mulai dari gaji kecil, ketemu dengan orang yang suka cari muka, atasan yang tidak kompeten, fasilitas yang kurang memadai dan lain sebagainya. Masalahnya sama, hanya bentuknya yang berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat lain. Mungkin anda digaji kecil tapi dengan suasana kerja yang santai. Ditempat lain anda mendapatkan gaji besar tapi tekanan yang tinggi. Sama saja sebenarnya. Tinggal kita mau pilih yang mana.

Itulah kenapa saya katakan "Bekerja dimanapun, selama kita masih ikut orang, sama saja". Kita tidak akan pernah menjumpai situasi ideal seperti yang kita harapkan. Selalu ada saja hal mengecewakan yang tak sesuai dengan harapan kita. Lebih baik syukuri pekerjaan kita sekarang karena dimanapun sama saja. Kita akan diperhadapkan pada tantangan dan kesulitan. Atau mungkin kembangkan ide untuk menciptakan usaha. Anda bisa menciptakan dunia anda sendiri. Segalanya bisa anda atur sesuai keinginan. Setidaknya itulah yang sedang saya upayakan saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun