Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cuti Dipotong dan Mudik Dilarang, Apa Untung dan Ruginya?

30 Maret 2021   07:30 Diperbarui: 30 Maret 2021   14:00 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemudik di Stasiun Pasar Senen. Foto: Kristianto Purnomo/KOMPAS.COM

Beberapa waktu yang lalu Pemerintah telah memutuskan memangkas cuti bersama tahun 2021. Keputusan ini diambil guna menekan penyebaran virus covid-19 yang masih merebak. Jumlah hari cuti bersama dipotong dari awalnya 7 hari menjadi hanya 2 hari saja. Beberapa waktu kemudian disusul aturan berikutnya: dilarang mudik. 

Menurut Menko PMK Muhadjir Effendi, larangan mudik diambil salah satunya demi pemaksimalan vaksinasi yang tengah berlangsung. Ini seperti aturan lanjutan dari pemangkasan cuti bersama. Rasanya ini seperti mengulang kejadian pada tahun 2020 lalu. Saat itu menjelang lebaran, pemerintah memutuskan untuk memangkas cuti dan melarang perjalanan mudik ke kampung halaman.

Ya, seperti halnya tahun lalu, dengan dipangkasnya cuti dan larangan mudik otomatis membuat masyarakat harus membatalkan niat pulang kampung (lagi). Jakarta mungkin akan kembali mengulang sejarah pada hari Raya Idul Fitri tetap ramai seperti tahun lalu. Pasalnya, Jakarta itu seperti kota mati saat Lebaran karena ditinggal penghuninya. Mau cari warteg saja susah. Yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya pasti mengamini. 

Sisi positifnya, dari Harmoni ke Tangerang yang dalam kondisi normal (baca: macet) ditempuh dalam waktu 2 jam, saat Lebaran bisa ditempuh hanya dalam waktu 30 menit. Mantep toh? Tapi itu tahun-tahun lalu sebelum terjadi pandemi. Untuk Lebaran Mei mendatang rasanya hal itu tidak akan terwujud.

Saya mencoba utak-atik gathuk, kira-kira apa sih untung dan ruginya bila kebijakan ini diambil? Pemerintah tidak mungkin kan sembarangan mengambil keputusan tanpa menimbang untung rugi? Serius demi kesehatan atau karena ekonomi?

Tapi tunggu, utak-atik gathuk itu maksudnya bagaimana bro? Oh, itu maksudnya mencoba menganalisa sendiri. Boleh dong masyarakat biasa seperti saya ini juga urun rembuk. Supaya pemerintah benar-benar berhitung dan mengerti kondisi dibawah.

Baiklah, mari kita mulai dengan keuntungannya terlebih dahulu.

Cek point di beberapa tempat sebagai antisipasi pemudik 2020 lalu. Foto: KOMPAS.COM/Kristianto Purnomo
Cek point di beberapa tempat sebagai antisipasi pemudik 2020 lalu. Foto: KOMPAS.COM/Kristianto Purnomo
Pertama, tentu saja kebijakan ini akan menekan penularan virus covid-19. Pandemi memang belum berakhir. Angka positif harian masih tinggi. Kebijakan pemangkasan cuti bersama serta larangan mudik diharapkan membuat masyarakat dirumah saja.

Kedua, kelancaran vaksinasi. Pandemi telah memasuki babak baru dimana vaksinasi mulai diberikan sejak bulan Januari lalu. Namun angka harian penyuntikan masih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Disisi lain, jumlah vaksin yang tersedia pun masih terbatas lantaran kita masih tergantung dengan negara lain. 

Vaksin lokal masih dalam proses. Padahal pemerintah tentu saja kejar-kejaran dengan waktu untuk mewujudkan herd immunity supaya mencegah jatuhnya lebih banyak korban jiwa. Untuk itulah kebijakan ini diharapkan membantu jalannya vaksinasi. Lha kalau yang nyuntik atau yang mau disuntik pulang kampung terus gimana?

Ketiga, meningkatkan belanja masyarakat. Bagi pebisnis ritel mungkin momen liburan Idul Fitri besok sudah ditunggu-tunggu. Bagaimana tidak, Idul Fitri bagi sebagian orang disertai dengan turunnya tunjangan hari raya (THR). Uang tunjangan yang biasanya untuk pulang kampung diharapkan untuk dibelanjakan di perantauan masing-masing. Dengan demikian maka tetap terjadi perputaran uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun