Atau mungkin Anda berpikir, "itu karena mereka dulu kan berteman dan pernah menjadi partner. Makanya order tetap diterima." Inipun bisa juga. Tetapi bukan itu alasan utamanya.Â
Menerima pesanan itu akan membawa potensi order yang lebih besar. Selain itu sebagai jembatan kami untuk masuk ke kolam bisnis yang lebih besar. Itulah hakikat bisnis. Tak ada kawan atau lawan yang abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan.
Kayak politik ya! Iya memang terkadang bisnis itu seperti politik. Penuh intrik sehingga perlu intuisi yang tajam. Seperti perang. Strategi harus dimainkan dengan cermat. Jauh-jauh deh sama yang namanya dendam. Tiada guna mendendam karena suatu saat kita bisa menjadi relasi bisnis yang saling membutuhkan.
Saya akan bukakan lagi sebuah fakta. Bos-bos dari perusahaan yang saling berkompetisi apakah mereka bermusuhan? Mereka yang dipermukaan terlihat saling sikut-menyikut untuk mendapatkan omzet, tetapi di belakang siapa yang menyangka bahwa mereka berteman? Main golf bareng, makan bareng, nge-bir dan pergi keluar negeri sama-sama. Apalagi jika mereka tergabung dalam sebuah asosiasi pengusaha.Â
Kita sebagai pegawai hanya tahu bahwa kita sedang berkompetisi sengit dengan perusahaan kompetitor. Kadang-kadang para manajer dari kedua perusahaan terlibat saling sindir dan nyinyir. Tujuannya untuk menjatuhkan bisnis satu sama lain. Eh lha kok ternyata CEO nya karaokean bareng.
Aneh? Enggak. Itulah yang banyak terjadi. Itulah bisnis. Bisnis itu tidak lempeng begitu saja. Kalau tidak suka ya nggak mau. Tidak bisa seperti itu kalau ingin sukses.Â
Seorang pegawai yang resign lalu pindah ke kompetitor walaupun sudah sembunyi-sembunyi jangan harap tidak ketahuan. Dalam etika kerja, pindah ke kompetitor itu seringnya masih dianggap tabu bukan?
Saya ingat kawan saya pernah dibilang anjing oleh mantan bos saya gara-gara pindah ke kompetitor. Â Waktu itu saya heran, kok bos bisa tahu kalau kawan saya ini pindah ke kompetitor. Padahal teman kantor pun tidak tahu. Hanya segelintir teman dekat saja yang diberi tahu.
Ia betul-betul pindah secara diam-diam, ngakunya ke bos resign karena mau pulang kampung. Saya baru paham beberapa waktu mendatang, ternyata karena antar bos itu saling berkomunikasi bertukar informasi.
Berbisnis dengan teman itu memang berisiko. Kalau sudah berhubungan dengan uang, bisa membuat hubungan pertemanan menjadi renggang. Apalagi jika tidak ada rasa saling percaya. Namun sesungguhnya tidak ada bisnis yang tanpa risiko.Â
Tidak ada yang kawan atau lawan yang abadi dalam bisnis, yang abadi hanyalah kepentingan.