Saya selalu terenyuh ketika hendak bercerita mengenai almarhum ibu. Pada tahun 2014, 2 tahun sebelum dipanggil Tuhan, ibu kembali masuk rumah sakit karena diabetes yang dideritanya. Saat itu posisi saya bekerja di Batam, Kepulauan Riau. Tempat yang secara jarak tentu terbilang jauh dari Solo, Jawa Tengah. Tempat orang tua saya tinggal. Saya belum lama berada disana.Â
Waktu itu kondisi ibu sangat memprihatinkan. Beliau sakit keras. Sementara keputusan untuk pulang bagi saya bukan merupakan keputusan yang mudah. Selain biaya yang tinggi, juga waktu. Saat itu belum ada penerbangan langsung Batam-Solo. Belum lagi ijin pulang ke atasan bukan perkara mudah. Namun keinginan hati tidak bisa ditahan. Saya sudah kepikiran kemana-mana (sampai kemungkinan terburuk) karena mendengar kondisi ibu.Â
Awalnya saya mengatakan saya tidak bisa pulang. Tetapi kemudian dalam hati saya bilang bahwa saya harus pulang. Apapun resikonya. Supaya kepulangan saya berdampak besar, saya menyiapkan kejutan bagi ibu. Saya tidak mengatakan pada ibu maupun keluarga bahwa saya akan pulang. Diam-diam saya memesan tiket pesawat. Saya pun pulang. Pesawat membawa saya tiba di bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Dari sana langsung berganti naik kereta prameks ke Solo.Â
Dari stasiun Solo Balapan masih naik bus lagi. Turun dari bus masih jalan kaki kerumah kira-kira 700 meter. Jika saya mengatakan bahwa saya pulang biasanya bapak akan menjemput di stasiun Solo Balapan. Tapi tak apa, saya memang sudah bertekad membuat kejutan.Â
Saat itu, sehari sebelumnya ibu sudah pulang kerumah setelah seminggu dirawat di rumah sakit. Ketika sudah dekat kira-kira 50 meter dari rumah, bapak yang sedang beraktivitas di depan rumah melihat saya berjalan kaki. Bapak yang terperangah kaget melihat saya pulang langsung berseru pada ibu yang berada didalam rumah,Â
"Bu, iki lho ono tamu agung" (Bu, ini ada tamu agung).
Ibu masih bertanya-tanya siapa yang datang sampai air matanya pecah ketika saya masuk rumah. Rupanya anak yang ditunggu-tunggu pulang. Kami berpelukan lama sekali.Â
"Kowe mulih niliki aku to Le.." (kamu pulang menjengukku ya nak..) kata ibu sambil terisak. Seminggu saya berada dirumah lalu saya kembali ke Batam. Kejutan saya berhasil. Ibu lalu sehat kembali. Kepulangan saya mempercepat proses penyembuhannya. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan untuk hal itu.
Dua kisah yang saya bagikan diatas adalah kisah tentang berbagi kebahagiaan. Semua orang pasti ingin bahagia. Dan semua orang pasti ingin membahagiakan orang terkasih. Orang tua, saudara, pasangan, suami, istri, dan anak. Kita berusaha membuat orang lain bahagia semampu kita. Dengan segala keterbatasan yang kita miliki. Meski terkadang respon yang kita terima mungkin tidak sesuai harapan. Tak apa, setidaknya kita sudah berusaha untuk melakukan kebaikan bagi orang lain.
Kembali ke judul, salah satu definisi kebahagiaan menurut saya adalah ketika bisa membuat orang lain tersenyum. Terutama keluarga. Mari saling mewujudkan kebahagiaan. Agar kedamaian tercipta dalam kehidupan. Dipenghujung tahun ini mari berefleksi seberapa sering kita membuat orang lain tersenyum. Ataukah sebaliknya, banyak orang yang menangis sendu karena tingkah langkah kita. Semoga tahun depan lebih baik.
Salam Bahagia..