Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Suka Duka Menjadi Seorang Quality Control

14 Oktober 2020   08:08 Diperbarui: 15 Oktober 2020   18:00 1791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam suatu organisasi perusahaan, ada beberapa bagian yang penting dan selalu ada karena berkaitan dengan jalannya roda usaha. Khususnya dibidang manufaktur. Bagian-bagian tersebut yakni sales (marketing), PPIC (perencanaan dan inventori), desain (Engineering), Quality Assurance/ Quality Control. Ini adalah bagian-bagian utama. 

Di perusahaan kecil mungkin tidak secara khusus berdiri sendiri namun pasti ada. Misalnya Quality Control (QC). Kadang-kadang untuk perusahaan kecil tidak memiliki bagian QC. 

Namun tupoksinya (tugas pokok dan fungsi) dikerjakan oleh bagian lain. Tak mungkin kan memproduksinya suatu barang tanpa melalui pengecekan? Contoh lain sales atau marketing. 

Kadang-kadang marketing langsung diampu oleh pemilik usaha. Dengan kata lain, bosnya sendiri yang mencari order. 

Pada organisasi yang lebih besar di perusahaan besar, bagian-bagian organisasi diperluas untuk memperkuat penjualan dan menjaga kualitas, contohnya bagian bussiness development, R&D, Industrial Engineering, IT, Continues Improvement (CI), Finance & accounting, Management Representative (MR), dan sebagainya. Semua bahu-membahu untuk kemajuan perusahaan.

Kembali ke judul, menjadi seorang Quality Control atau dimanapun kita ditempatkan selalu ada suka dukanya. Semua bagian sejatinya memiliki kesulitan dan tantangannya masing-masing.

Tidak ada yang lebih sulit atau lebih mudah. Saya pribadi memang memiliki Interest (minat) dibidang Quality Control. Saya senang terlibat dalam penelusuran dan analisa bila terjadi suatu kasus (persoalan). 

Lalu membuat ide pemecahan dari suatu masalah. Ada kebanggaan bila masalah terselesaikan hingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya. Ujung-ujungnya dapat meningkatkan profit perusahaan. Bagi saya, masalah adalah kesempatan untuk kita semakin terlatih. Ini akan memberikan efek pengembangan diri yang baik.

Karena QC adalah penjamin kualitas, setidaknya kita dituntut untuk memiliki nilai kualitas mulai dari diri sendiri. Saya merasa ini lebih pas ketimbang dulu ketika baru lulus kuliah dan pertama kali bekerja saya ditugaskan menjadi seorang engineer (desain) produk. Saya merasa kurang berkembang. 

Ide untuk melakukan inovasi produk juga saya rasakan sangat minim. Beruntung kemudian saya malah mendapatkan kepercayaan untuk memegang kendali atas bagian QC. 

Jadi ketrampilan saya menggunakan AutoCAD dan Solidworks -2 software desain- otomatis tidak terpakai. Tidak mengapa, yang terpenting saya berada ditempat dimana saya harus berada. Inilah karir yang saya harus jalani.

QC sebagai penjamin kualitas

Seorang pekerja sedang melakukan proses produksi tangki trafo. Gambar: Dokpri.
Seorang pekerja sedang melakukan proses produksi tangki trafo. Gambar: Dokpri.

QC adalah pelopor kualitas dalam sebuah perusahaan. Ia merupakan penjamin bila produk yang dijual ke pasaran merupakan produk yang memiliki mutu dan layak untuk dijual. 

Dapat dikatakan bahwa bisa atau tidaknya produk dilepas ke pasaran itu adalah wewenang QC dengan mengikuti standar yang ditetapkan. Tentu apabila produk sudah dirilis ke pasar itu artinya produk tersebut sudah lulus pengujian. 

Misalnya anda membeli lampu senter. Setidaknya produk tersebut sudah dites ON-OFF sehingga dipastikan menyala. Pengetesan lain adalah umur pakai. Bila produk tersebut berani memberikan garansi umur pakai setahun misalnya, artinya produk tersebut sudah melalui pengujian dalam waktu satu tahun masih bisa digunakan.

Walaupun sebagai pelopor kualitas, bukan berarti mutu produk itu berada ditangan orang QC. Semua bertanggung jawab terhadap kualitas. Saya pernah diajarkan sebuah semboyan tentang kualitas, yakni bahwa kualitas itu berada ditangan si pembuat. 

Sederhananya, bila anda memasak nasi goreng, enak dan tidaknya nasi goreng itu bergantung pada anda yang memasak, bukan orang lain yang mengecap. 

Orang yang mengecap hanya bisa mengatakan bahwa "ini enak" atau "ini tidak enak". Inilah alasan mengapa kemudian dalam praktiknya QC selalu berbenturan dengan bagian produksi. Sebab bagian produksi mengejar kuantitas. 

Ia dituntut untuk membuat barang sebanyak-banyaknya karena penilaian kinerja produksi didasarkan pada produktivitas. Semakin banyak dia membuat barang, semakin bagus. 

Sedangkan QC mengejar kualitas. Penilaian kinerja didasarkan pada banyak dan tidaknya keluhan pelanggan (customer complain). Juga berapa persentase kegagalan produk. Ada prinsip kehati-hatian. Karena biasanya semakin cepat proses, barang yang dihasilkan semakin tidak bagus.

Pengalaman kurang mengenakkan sebagai seorang QC

Pekerja sedang melakukan proses pengecekan hasil produksi. Gambar: dokpri
Pekerja sedang melakukan proses pengecekan hasil produksi. Gambar: dokpri

Berikut ini beberapa hal yang tidak mengenakkan yang biasa dialami personil QC dilapangan.

1. Dianggap menghambat pengiriman.

Kadangkala karena barang hasil produksi masih kurang dalam hal kualitas, terpaksa QC harus menahan barang. Ini kemudian yang dianggap menghambat. Barang tidak bisa keluar karena belum ada label OK dari QC. 

Padahal sesungguhnya kalau sampai dikirim namun mengecewakan pelanggan malah akan menurunkan kredibilitas perusahaan. Kalau sudah begini siapa yang akan dirugikan?

2. Dianggap ribet dan lebay.

Karena standar kualitas barang yang tinggi, maka bila ada cacat sedikit saja, QC akan menyatakan NG (Not Good). Barang harus diperbaiki (repair) atau dibuang (reject). Membuat tv LED misalnya, jika ditemukan gores sedikit saja pada layarnya itu sudah dinyatakan NG. 

Padahal mungkin kecil. Tidak nampak bila tidak diperhatikan seksama. Tim produksi yang merasa sudah susah-susah membuat terkadang tidak terima lalu menganggap orang QC itu ribet dan lebay. Sebab menurut mereka produk tersebut masih layak pakai. Tetapi inilah motto seorang QC: Kualitas adalah harga mati. Tidak boleh ditawar-tawar.

3. Bila ada komplain, cepat sekali yang dihajar QC.

Tidak salah memang. Tapi ini yang kemudian membuat dilematis. Disatu sisi, ketika masih dalam proses dan produk sudah diberi catatan oleh tim QC, produksi tidak mau menerima. 

Namun setelah produk tersebut lolos ke customer, semua mata memandang dengan sangat tajam,"QCnya tidur, nggak bisa kerja! Barang kayak gitu dibiarkan lolos". Sekali lagi ini pandangan yang amat keliru. 

Kualitas itu berada ditangan si pembuat. Dalam hal ini produksi. Maka langkah pencegahannya supaya tidak terulang ada di proses produksi, bukan QC. Mengobati penyakit harus dicari sampai ke akarnya bukan? 

Supaya penyakitnya tidak muncul lagi. Nah, Kalau yang diotak-atik hanya bagian pengecekannya (QC), percayalah penyakitnya tidak akan sembuh. Suatu saat akan kambuh lagi.

4. Berhadapan langsung dengan pelanggan.

Selain sales, QC juga wajah terdepan perusahaan. Bila ada terkait dengan kualitas, pasti QC yang maju. Tidak enaknya apabila ada komplain. Pelanggan kan macam-macam karakternya. 

Ada yang baik, ada yang cerewet, ada yang emosional. Nah, kalau sudah ketemu yang emosional ini agak repot. Kita dituntut harus sabar. Tidak boleh ikut emosi apalagi sampai bilang "jancuk!". Jangan......!

Pengalaman menarik sebagai seorang QC

Ada duka, ada suka. Begitulah namanya orang bekerja. Tak perlu baper. Nikmati saja. Inilah senangnya menjadi QC.

1. Bangga bila pelanggan puas.

Kepuasan pelanggan adalah tujuan kami. Bila pelanggan senang, kami juga ikut senang sekaligus bangga. Apalagi jika mendapatkan apresiasi dari pelanggan.

2. Mengenal banyak relasi.

Karena berhadapan dengan customer dan supplier, otomatis mendapatkan banyak relasi. Di era modern seperti sekarang, relasi itu sangat penting.

3. Kaya akan ilmu pembelajaran.

Semakin banyak masalah, semakin banyak pengetahuan maka akan semakin pandai pula. Kita akan menjadi manusia yang terampil dalam menghadapi problematika. 

Itulah QC. Hidupnya penuh dengan masalah. Kalau ditanya siapa orang yang ketika ada masalah malah senang? Ya orang QC. Asal jangan kemudian cari masalah, hehe...

Oke, selesai cerita saya berkaitan dengan bidang Quality Control. Saya sendiri berkedudukan sebagai Quality Engineer. Bagaimana dengan anda? Dimanapun anda ditempatkan sekarang, semoga anda selalu mencintai pekerjaan anda.

Semoga bermanfaat. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun