Thomas, adalah bungsu dari empat bersaudara. Salah satu dari keempatnya sebenarnya bukan saudara kandung.
Ya, ibu kandung Thomas sudah meninggal dunia sejak ia masih kecil. Ayahnya menikah lagi dengan ibunya sekarang dengan membawa seorang anak. Pernikahan keduanya tidak berjalan harmonis.
Sedari kecil Thomas kerap kali melihat kedua orangtuanya bertengkar. Piring gelas beterbangan. Ibunya sering tidak pulang ketika sedang bertengkar dengan ayahnya.Â
Anak-anak ini kemudian tumbuh dengan kasih sayang yang kurang dari orang tua. Kakak perempuan Thomas akhirnya divonis menderita gangguan jiwa akibat depresi yang begitu berat. Tetapi sang ayah meminta dirawat dirumah.
Masalah tidak selesai begitu saja. Kakak perempuannya itu sering kabur dari rumah. Sudah berusaha mencari kemana-mana, tetapi tidak ketemu. Setelah beberapa bulan akhirnya ada yang mengantarnya pulang karena mengenalinya.Â
Kejadian ini tidak hanya sekali dua kali. Kakak laki-laki Thomas juga bermasalah. Ia ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara akibat melakukan penipuan dan merugikan perusahaan tempatnya bekerja.Â
Seluruh rangkaian peristiwa dalam keluarga membuat Thomas mengalami krisis kepercayaan diri. Ia tumbuh dengan minimnya kasih sayang dari orang tua. Ia bahkan tak mengerti apa arti keluarga. Tak ada saling membangun, tak ada yang saling peduli. Ia seperti bertumbuh secara autopilot. Minim bimbingan dari orang tua. Ia bahkan membenci saudara-saudaranya, membenci orang tuanya. Yang pada akhirnya membenci diri sendiri: Mengapa aku dilahirkan dalam keluarga yang seperti ini.Â
Setiap kali bercerita tentang keluarga, ia selalu menangis. Berubah 180 derajat dari tampilannya semula.
Setelah mendengar ceritanya, saya dan beberapa rekan sepelayanan pemuda memutuskan untuk memberikan perhatian khusus kepada Thomas. Saya menyediakan diri untuk hadir sebagai sahabatnya.Â
Saya terus mendampinginya melewati hari-hari dan memonitor perkembangannya. Saya temani dia untuk wedangan. Saya ajak ke acara-acara pemuda dan pelayanan ke teman-teman yang lain.Â
Beberapa kali saya juga menghampiri rumahnya malam-malam ketika ia tak kuat menahan menangis. Walaupun tampak periang, Thomas memang rapuh ketika sedang sendiri.Â