Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Perjalanan 25 Menit Jadi 5 Jam Gara-gara Banjir

24 September 2020   06:22 Diperbarui: 24 September 2020   06:46 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi macet banjir. Gambar: tempo.co

Remuk badan ini sobat... Perjalanan 8 km kami tempuh dalam waktu 5 jam. Kalau lagi pulang kampung dari Tangerang, 5 jam perjalanan itu saya sudah tiba di kota Pekalongan, Jawa Tengah yang jaraknya 380 kilometer! Dahsyat. Itulah perjalanan terlama saya dari kantor ke rumah. Kalau anda berapa jam terlama?

Pangkal Persoalan Macet..

Sebenarnya pangkal persoalan dari kemacetan ditempat kami bukanlah hujan. Hujan sudah berhenti sejak pukul 3 sore. Kondisi sudah terang. Tinggal menyisakan tiupan angin sepoi-sepoi. Sayangnya air tidak cepat surut. Itu masalah utamanya. Butuh waktu berjam-jam hingga air meresap kedalam tanah atau mengalir ke hilir. 

Air tersebut bertahan menjadi genangan. Genangan yang tak bisa dilewati inilah yang membuat kendaraan praktis tidak bergerak. Mencari alternatif jalan lain pun macet karena padatnya kendaraan yang tertuju kesana. Maka tiap hujan lebat dan lama, saya selalu terbayang macet horor. Benar, horor seperti si manis jembatan Ancol. Macet luar biasa. Si manis jembatan ancolnya juga kayaknya ikut capek mau nakutin kita.

Nah pertanyaannya, mengapa bisa terjadi demikian? Ini pertanyaan yang sama selama bertahun-tahun. Rasanya bukan hal baru bagi masyarakat sekitar. Setiap tahun selalu ada saja momen-momen viral seperti ini. Sesungguhnya mungkin persoalan banjir bukanlah persoalan yang tak bisa dicarikan solusi. Dari pengamatan pribadi, ada beberapa faktor penyebab banjir tersebut.

Pertama, sungai tidak cukup besar untuk menampung dan mengalirkan air ke hilir. Kondisi sungai sudah terjadi pendangkalan dimana-mana. Secara kasat mata, hal ini bisa dilihat pada saat kondisi kemarau dimana sungai mengering. Tidak hanya pendangkalan, tetapi juga penyempitan akibat banyaknya bangunan ditepi sungai. 

Kedua, di sepanjang selokan atau got terutama di kawasan industri nyaris permukaannya rata dengan badan jalan. Dampak dari sedimen yang cukup tinggi. Beberapa kali saya melihat pabrik dengan entengnya membuang limbah di selokan itu. 

Ketiga, sampah. Persoalan klasik di kota-kota besar. Meskipun sudah ada tulisan "dilarang buang sampah disini" tetap saja banyak yang membuang sampah disitu. Apa itu didikan orang tua atau memang karena buta huruf, saya juga kurang mafhum. Akhirnya sampah tersebut menjadi penyumbat jalannya air. 

Keempat, di beberapa tempat, walaupun tidak turun hujan, genangan air itu terus ada. Berhari-hari kemudian baru bisa kering. Malah ada yang menahun. Bukankah itu jelas karena sistem drainase yang kurang bagus didaerah tersebut?

Sesungguhnya masalah banjir itu klasik. Walaupun sepertinya sudah ketahuan akar persoalannya, namun saya kurang paham mengapa persoalan ini tidak kunjung selesai. Maka masyarakat seperti kami ini hanya bisa berharap ada keseriusan dari pemerintah. Baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kota. 

Bersinergi dan bersatu padu menyelesaikan persoalan banjir. Jangan ada ego sektoral seperti oh ini bagiannya pemeriksaan pusat, oh ini bagian Pemda dan seterusnya. Supaya masyarakat bisa lebih nyaman tenteram. Tidak selalu was-was serta waspada banjir datang setiap musim penghujan tiba. Apalagi dalam masa pandemi seperti sekarang. Jangan sampai jalanan penuh sesak dengan lautan manusia gara-gara macet. Apa nggak ngeri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun