Belum lagi kalau saya tidak salah ingat waktu itu kami harus membuat garis kotak-kotak disebuah kertas kosong berukuran A3 yang diberi jarak 2 milimeter. Bayangkan ukuran kertas A3 297 x 420 mm dibuat kotak kecil-kecil berjarak 2mm. Mata sampai jereng.Â
Saya baru tahu kemudian itu adalah kertas kalkir. Setiap hari akan ada panitia penegak disiplin yang sok galak yang akan melakukan patroli pengecekan terhadap tugas-tugas yang diberikan. Apabila dalam pengecekan ada yang tidak sesuai, ada sangsi berupa jam kompensasi kerja. Intinya banyak sekali lah 'penderitaan' yang kami alami sebagai mahasiswa baru dimasa ospek.Â
Wait, penderitaan? iya, tapi itu pemikiran maba. Setelah masuk ke perkuliahan ternyata memang itu semua seakan menjadi mukadimah alias halaman pembukaan. Sesungguhnya kami sedang digembleng untuk menjadi disiplin dan memiliki kualitas diri. Ada beberapa nilai-nilai yang diajarkan sebenarnya dalam ospek tersebut seperti:
1. Absen jam 05 pagi. Sesungguhnya ini belajar kedisiplinan waktu. Lewat 1 menit artinya kami harus mengganti jam kerja 30 menit. Begitu seterusnya berlaku kelipatan. Â Pada saat perkuliahan pun ternyata sama. Telat 1 menit mengganti waktu dengan bekerja 30 menit. Jangan coba-coba membolos. Membolos artinya kami akan mengganti dua kali lipat dari jam kuliah. Misalnya jam kuliah 7 jam per hari. Bila membolos, kami harus ganti dengan jam kerja selama 14 jam. Tetapi jika tak masuk karena sakit atau ijin khusus, mahasiswa diwajibkan mengganti dengan jam kerja sesuai jam kuliah yakni hanya 7 jam. Di kampus kami dulu ini disebut jam minus. Minus itu berarti utang yang harus dibayar. Maka ATMI itu tidak mengenal jumlah kehadiran mahasiswa minimal 70 atau 80 persen seperti dikampus lain. Minimal kehadiran mahasiswa adalah 100 persen! Saya sebut minimal karena pasti lebih. Bukankah di pekerjaan pun nantinya kita juga akan dituntut loyalitas semacam ini?
2. Rambut cukur bros, panjang rambut disisakan 5 milimeter. Lalu membuat name card dengan ukuran yang sangat presisi. Harus pas. Ini juga sebenarnya sedang mengajarkan bahwa mahasiswa harus memiliki kualitas dalam diri. Segala sesuatunya harus tepat karena ketika bekerja, kita dituntut untuk bisa memenuhi ekspektasi pelanggan. Tidak kurang atau tidak lebih. Kurang, artinya pelanggan akan kecewa. Lebih, artinya pemborosan bagi perusahaan. Di ATMI ada istilah "Kerjakan sekasar mungkin, sehalus yang diperlukan". Ungkapan ini bermakna buatlah sesuatu sesuai keinginan pelanggan sampai pelanggan puas. Kalau pelanggan sudah puas, sudah cukup. Karena membuatnya lebih bagus sama saja akan membuat biaya pembuatannya makin tinggi. Tak jadi untung, malah rugi.
3. Membawa air minum merk 6T. Kami baru tahu bahwa yang dimaksud adalah VIT. Pendidikan di ATMI itu 2/3 praktek, 1/3 teori. Anak mesin pasti tahu bagaimana bila dihadapkan pada mesin tua dan kondisinya sudah kurang bagus. Nah selama pendidikan pun kami dihadapkan pada hal semacam itu. Mesin tua,kurang bagus tetapi barang yang dihasilkan dituntut harus bagus kalau mau nilai bagus tentunya. Maka mahasiswa dituntut harus kreatif. Ini mengajarkan kami untuk tidak mudah menyerah dengan keadaan. Apabila menghadapi masalah, harus dicari solusinya. Bukankah ini pun akan sangat berguna pada saat bekerja?
4. Sangsi apabila ditemukan tugas ospek yang tidak sesuai berupa jam kompensasi kerja. Memang pada saat perkuliahan pun sama. Apabila pada saat praktek, mahasiswa merusakkan benda kerja praktek maupun tools (alat kerja), kami harus menggantinya dengan jam kerja. Ini disebut kompensasi. Jam kompensasi ini ditentukan berdasarkan bobot kerusakannya. Bisa sejam yang paling ringan, sampai 100 jam lebih bila tingkat kerusakannya parah. Maka mahasiswa harus bekerja diluar jam kuliah untuk membayar itu semua. Padahal yang namanya merusak itu pasti. Namanya juga belajar.Â
Inilah yang membuat jam kehadiran mahasiswa menjadi lebih dari 100 persen! Tetapi inilah yang mengajarkan kami untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Juga pribadi yang dewasa. Ia bisa mengukur setiap resiko yang timbul untuk sebuah keputusan.Â
Di ATMI, setiap tahun ada yudisium. Yang membedakan dengan kampus lain, yudisium itu masa-masa deg-degan bagi para mahasiswa. Yang nilainya tidak memenuhi syarat harus rela meninggalkan kampus (Drop Out). Tidak ada kesempatan untuk mengulang. Maka setiap tahun di setiap angkatan pasti ada saja mahasiswa DO. Jumlah mahasiswa seangkatan yang masuk tidak pernah sama dengan yang keluar. Memang yang bertahan haruslah yang memiliki kualitas.
Maka kembali lagi ke judul. Menurut saya, ospek yang seperti inilah yang diperlukan. Tegas, namun ada nilai-nilai kualitas yang sedang diajarkan kepada calon mahasiswa baru. Bukan tontonan perpeloncoan dan verbal abuse yang tidak mendidik. Pamer kata-kata kasar plus bullying terhadap maba. Apa sih gunanya? tidak ada. Hanya akan menimbulkan dendam kesumat yang berkepanjangan. Dendam itu pula yang dilampiaskan kepada adik tingkatnya di tahun ajaran selanjutnya.
So, kepada adik-adikku mahasiswa.. sudahilah perpeloncoan kepada adik tingkatmu..