Bagi pegawai swasta, jenjang karir (carier path) di perusahaan tidak selalu panjang. Tergantung struktural yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Di perusahaan besar dan memiliki banyak pegawai, biasanya jenjang karirnya juga bagus. Ditunjang juga dengan kenaikan golongan. Misalnya kalau PNS, dalam suatu golongan masih dibagi lagi. Golongan III dibagi IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID.Â
Begitu juga di perusahaan swasta. Tapi itu yang bagus. Di perusahaan yang skalanya lebih kecil biasanya jenjang karir pun terbatas. Strukturalnya sangat minim sekali. Hanya operator, team leader, supervisor, Manager, dan Direktur. Maka kebanyakan para sarjana muda hanya mentok sampai supervisor saja.Â
Susah sekali untuk naik menjadi manager. Mengapa demikian? Yang pertama, karena posisi manager sangat sedikit jumlahnya. Bisa dihitung jari. Yang kedua, biasanya posisi ini diduduki oleh orang-orang lama. Dan yang ketiga, banyak perusahaan yang lebih suka mengambil pegawai dari luar dibandingkan mengangkat pegawainya sendiri.Â
Alasannya supaya ada inovasi baru dan ide-ide yang lebih kreatif supaya cara-cara lama yang tidak efisien bisa ditinggalkan. Intinya bila tidak ada keajaiban, akan sulit untuk karyawan level dibawahnya bisa naik. Akhirnya banyak yang memilih untuk pindah ke perusahaan baru yang bisa membuat si pegawai bisa menduduki jabatan yang lebih tinggi.
Oke, mari kita kembali ke pertanyaan. Pindah kerja untuk naik pangkat, perlukah? Bisa jadi perlu. Coba kita kupas kondisi-kondisi yang memungkinkan ini terjadi.
1. Jenjang karir yang kurang bagus.
Tak perlu saya jelaskan lagi karena sudah ada pada paragraf diatas.
2. Karir sudah mentok, tidak memungkinkan untuk naik.
Ada beberapa perusahaan yang mensyaratkan untuk jabatan tertentu yang mengharuskan orang yang menjabat memiliki pendidikan formal yang tinggi. Misalnya seorang supervisor atau manajer minimal harus sarjana. Jika pendidikan si pegawai katakanlah diploma atau STM, maka sudah pasti ia tidak akan bisa berada di posisi tersebut. Maka, tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan pindah kerja jika memang ada kesempatan bagus.
3. Memiliki keahlian namun secara job description tidak sesuai dengan keahliannya.
Saya ambil contoh di perusahaan saya. Ada seorang karyawan yang memiliki sertifikat keahlian sebagai welding engineer. Keahlian ini tidak sembarangan. Sertifikasinya pun mahal. Dialah yang seharusnya memiliki wewenang penuh atas sebuah desain pengelasan produk. Sayangnya, pekerjaannya dikantor sama sekali tidak menyentuh masalah pengelasan. Artinya, keahliannya itu tidak terpakai. Potensi yang ia miliki jadi ikut terkubur. Padahal di tempat lain ia akan memiliki peluang yang lebih bagus untuk mendapatkan gaji yang lebih besar serta jabatan yang lebih tinggi.
4. Berprestasi namun kurang dihargai.
Kalau ini sih sepertinya banyak karyawan yang merasakan hal yang sama. Ada seorang kawan yang dipercaya untuk menjadi supervisor produksi. Selama 3 tahun ia memegang posisi tersebut, harus diakui bahwa performanya sangat bagus. Produktifitas naik signifikan. Presentase kegagalan produk juga dapat ditekan.Â
Ujung-ujungnya profit perusahaan meningkat. Namun atasannya seperti tidak tanggap dan tutup mata akan prestasinya. Tidak ada respon dari bos untuk mempromosikan atau setidaknya memberikan reward. Akhirnya,ketika ada tawaran dengan gaji dua kali lipat, ia memilih untuk resign dari perusahaan tersebut. Salahkah? Tentu saja tidak.
Bila anda mungkin berada dalam keempat situasi diatas, silakan saja untuk mempertimbangkan pindah ke tempat lain. Tetapi hendaknya keputusan tersebut harus dipikirkan dengan bijaksana karena akan ada konsekuensi yang menyertai. Sekarang mari kita lihat konsekuensi apa saja yang mungkin terjadi.
1. Â Terlalu sering pindah kerja membuat track record karyawan menjadi buruk, loyalitas karyawan akan dipertanyakan. Terutama ketika ia mencari pekerjaan baru. HRD pasti akan bertanya mengapa sering sekali berpindah kerja pada saat interview kandidat.
2. Biasanya untuk naik jabatan, pegawai akan pindah ke perusahaan yang memiliki bidang usaha yang sama (baca : kompetitor). Mengapa? Karena pengalamannya meningkatkan nilai jualnya. Contoh, seorang jurnalis yang berpindah-pindah stasiun TV. Memang tidak salah. Tidak ada aturan yang mengatur. Namun ini sebenarnya berhubungan dengan etika kerja seseorang tanpa ia sadari.
3. Jabatan yang lebih tinggi memiliki konsekuensi tanggung jawab yang lebih berat. Apalagi anda akan menjadi orang baru di perusahaan baru. Orang-orang lama belum tentu mendukung anda. Nah, bisakah anda menghadapi situasi yang demikian?
#Kesimpulan
Setiap pegawai pasti memiliki mimpi untuk mempunyai jenjang karir yang tinggi. Sah-sah saja. Bahkan itu hak setiap orang. Karena semua itu berbicara tentang masa depan seseorang. Yang pertama tentu orang harus bersyukur dengan pekerjaannya sekarang. Yang kedua, silakan tunjukkan performa kerja yang terbaik untuk membuat perusahaan lebih maju.Â
Yang ketiga, bila anda sudah melakukan dua hal diatas namun menghadapi salah satu dari keempat situasi yang telah saya uraikan, tak ada salahnya untuk mulai mempertimbangkan pindah kerja ke tempat baru. Tempat yang memungkinkan anda untuk lebih berkembang.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H