Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lembaga Pelatihan Ikut Buntung Terimbas Corona

12 Agustus 2020   08:58 Diperbarui: 12 Agustus 2020   08:59 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jogjamediateknologi.com

Beberapa bulan kemarin saya merasakan begitu sulitnya mencari Lembaga Pelatihan sesuai kebutuhan training untuk sertifikasi keahlian pegawai. Training yang dimaksud adalah training eksternal yang dilaksanakan oleh lembaga pelatihan yang berlisensi. Dari beberapa lembaga yang saya hubungi menyatakan belum dapat memberikan kepastian kapan pelatihan akan kembali diadakan karena susahnya mereka mencari peserta. 

Tak mungkin nekad menggelar pelatihan dengan jumlah peserta yang minim jika tidak mau tekor. Bahkan dari informasi yang saya dapat, lembaga-lembaga pelatihan ternyata banyak yang tutup selama berbulan-bulan pada masa PSBB kemarin. 

Sejatinya, lembaga-lembaga Pelatihan sudah menetapkan tanggal pelatihan sejak awal tahun. Ini dapat dilihat melalui website resminya. Masalahnya, ada kuota minimal peserta. Inilah yang menjadi penyebab berkali-kali pelatihan terpaksa harus ditunda. 

Padahal dalam kondisi sebelum covid, kuota mereka selalu terpenuhi bahkan selalu berlimpah sehingga berapa gelombang pun selalu terisi penuh. Biasanya perusahaan-perusahaan besar seperti Pertamina, PGN, PLN, Semen Indonesia setiap tahun mengirimkan serombongan pegawai untuk mengikuti pelatihan. Namun tahun ini, tidak satupun dari mereka yang mengirimkan pegawai untuk ambil bagian dalam pelatihan. Faktornya ada dua.

Pertama, karena perusahaan sedang melakukan efisiensi sehingga anggaran pelatihan dikurangi.

Kedua, perusahaan tidak mau ambil resiko pegawainya terkena covid-19 yang berisiko menghentikan operasi perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan masih ada yang menerapkan Work From Home sampai sekarang.

Bagaimana mensiasatinya?

Pada akhirnya lembaga-lembaga Pelatihan mau tak mau harus berinovasi. Caranya dengan memanfaatkan teknologi supaya usahanya tidak terhenti. Mereka terpaksa mengadakan pelatihan secara virtual. Peserta dapat mengikuti pelatihan dari rumah atau kantor dengan modal WiFi. 

Tentu saja biayanya lebih murah karena lembaga tidak perlu menyediakan tempat dan konsumsi. Ini menjadi semacam diskon agar menarik bagi calon peserta. Kapan lagi bisa mengikuti sertifikasi dengan biaya miring. Maka modul-modul pelatihan pun dibagikan secara online. Dengan inovasi ini akhirnya pelatihan dapat terselenggara dengan segala keterbatasan.

Pelatihan online. Sumber: dokpri
Pelatihan online. Sumber: dokpri

Apa Kekurangannya?

Pengalaman saya setelah beberapa hari mengikuti pelatihan, saya merasa pelatihan secara online kurang efektif. Dalam pelaksanaan pelatihan dibagi menjadi dua. Ada yang online, ada yang offline (tatap muka). Kebetulan saya mengikuti secara offline. Hanya terdapat lima orang saja dalam ruangan. 

Selebihnya (6 orang) join secara online melalui media zoom. Sedikit informasi saja, pelatihan sertifikasi yang saya ikuti adalah pelatihan welding inspector yang mana pelatihan ini membutuhkan praktek.

Dan dalam praktek itu membutuhkan material dan alat kerja yang unik yang jarang ditemui di pasaran. Akibatnya peserta yang mengikuti secara online hanya bisa melihat, tidak bisa ikut praktek. Alhasil tidak maksimal karena peserta tidak dapat mencobanya sendiri. Itu yang pertama.

 Yang kedua, seringkali koneksi internet terputus atau tidak stabil yang membuat penerimaan peserta terhadap materi jadi tidak utuh. Yang ketiga, problem audio yang membuat sesi tanya jawab jadi tampak kurang menarik dan mengena. Interaksi jadi kurang nyaman. Beberapa kali trainer sampai harus mengulang-ulang jawaban. 

Yang keempat, peserta online seperti "menahan" untuk bertanya karena mereka "malas" diganggu masalah sinyal dan audio. Dan yang kelima, trainer tidak bisa memperhatikan peserta secara langsung. Dampaknya, ia tidak tahu apakah peserta benar-benar paham dengan materi atau tidak. Beberapa kali trainer berucap "Saya anggap aman ya, semua sudah paham...". Sedangkan yang tatap muka saja kadang tidak bisa sekali langsung "masuk", lalu bagaimana yang online?

Kesimpulannya?

Lembaga pelatihan dan peserta didik adalah dua pihak yang saling membutuhkan. Lembaga pelatihan butuh peserta supaya pelatihan bisa berjalan dan bisnisnya dapat continue. Peserta butuh sertifikasi atau re-sertifikasi untuk memperlengkapi diri. Disisi lain ada perusahaan yang butuh mensertifikasi pegawai supaya bisnisnya tetap eksis.

Jadi menurut saya, pelatihan silakan saja tetap berjalan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Bila perlu ruangan yang lebih luas dan harus sewa tempat, tak apa cara ini ditempuh. Selain itu, untuk memenuhi protokol kesehatan, pasti akan memerlukan biaya ekstra setidaknya untuk rapid test. Konsekuensinya, harga pelatihan pasti meningkat. Jika memang harus begitu adanya tidak masalah harga sertifikasi dinaikkan.

Atau, biayanya tidak dinaikkan. Konsekuensinya, keuntungan bersih yang didapat juga akan berkurang. Mengapa tidak? Toh, saat ini sudah banyak usaha lain sudah tidak cari untung lagi. Yang penting bisa untuk makan dan menutup biaya operasional cukuplah.

Atau, cara lain lagi dengan memadatkan materi pelatihan sehingga waktunya tidak terlalu panjang seperti biasanya. Ini sebagai langkah cost efficiency.

Jadi, banyak cara supaya pelatihan bisa tetap berlangsung supaya lembaga pelatihan tidak ikut buntung. Mereka hanya perlu lebih kreatif dan inovatif supaya pelatihan tetap efektif dan bermanfaat.

Demikian.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun