Mohon tunggu...
Alfian Alghifari
Alfian Alghifari Mohon Tunggu... Jurnalis - Environment/Volunter/Pemuda Desa

Perkenalkan Nama saya Alfian Alghifari, bisa dipanggil ian, asal Sulawesi Barat, Polewali Mandar. Saya suka nulis, editing video, ikut kegiatan Volunter atau pengabdian masyarakat, serta suka mendakwahkan Islam Washatia kepada masyarakat yang butuh pencerahan seputar keislaman.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Guru Ngaji!

9 Agustus 2022   09:26 Diperbarui: 9 Agustus 2022   09:34 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

13 Tahun lalu saya baru di arahkan orang tua untuk belajar membaca Alquran. Untuk anak yang tidak religi sejak kecil, rasanya itu sangat tidak mengenakkan. Hari hari di lingkup pengajian saya jalani tanpa keikhlasan. Hasilnya, diantara teman angkatan, saya termasuk murid 3T : terbelakang, tertinggal, dan terbodoh.

Hal tersebut terjadi karena kenikmatan belajar ngaji saat itu tidak terasa sama sekali. Teman teman yang ngaji tak ada yang se-cricle dengan saya, mereka ndeso, kuno, katro, ndeso, kampungan. Selain itu, mengaji adalah hal yang membosankan, kegiatannya itu itu aja, tiap murid di tuntut untuk menghafal huruf alfabet arab, beserta cara pelafalannya (tajwid). Fikirku dulu.

Setelah beranjak dewasa, barulah saya menyadari bahwa ternyata mengaji adalah skill yang harus dipelajari oleh tiap muslim yang berikrar bahwa Tuhan adalah Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Sebab kitab muslim adalah Alquran yang berbahasa arab, dan bahasa arab kunci utamanya adalah paham kaidah Alquran, lafadz doa dalam sholat berlafadz arab, lafadz niat puasa dan berbuka puasa berbahasa arab, sabda manusia pilihan berbahasa arab, dan hampir seluruh manuskrip ilmu pengetahuan yang di terjemahkan ke bahasa indo, berbahasa arab.

Kalaulah saya tak belajar Alquran, bayangkan betapa bodohnya saya sekarang. Seketika teringat sebuah ungkapan yang sumbernya saya lupa "Belajar itu pahit, hasilnya yang manis".

Kesadaran berikutnya, hampir seluruh teman kecil saya yang dekat dengan Alquran hidupnya lurus. Mereka terjaga, bersahaja, dan sejahtera. Walau tidak semua.

Tentu saya berterima kasih kepada guru ngaji yang duduk di sebelah kanan saya. Berkat didikan beliau, saya sudah sangat mahir membaca petunjuk yang membuat orang selamat (Alquran).

Malam ini saya safari di masjid yang beliau imami, perdana show off di hadapan guru. Walau sudah memahami materi, tetap saja ada blank nya. But no problem. Mungkin sebabnya, aura murid selalu lebih rendah dibandingkan gurunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun