Diawali dari pengamatannya terhadap orang yang gemar mamakan durian. Setiap kali melihat orang memakan durian, ia melihat bahwa cara orang-orang menghilangkan bau durian selepas mereka makan dengan  mencuci tangan mereka menggunakan air yang di tuangkan dari kulit durian. Kejadian itu seperti mind blowing bagi Rania, hatinya mulai gelisah hingga ia pun berfikiran bahwa "bisa jadi bau seluruh jenis sampah bisa hilang dengan bahan dari sampah itu sendiri".
"Saya lalu mengumpulkan literature, saya praktekkan. Saya mengambil uji kualitas bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sidoarjo, mengukur BOD, COD, dan konsentrasi nitrogen di air lindi," kata mahasiswi International Undergraduate Program (IUP) Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada (UGM), angkatan 2019 ini.
Setelah mengkombinasikan berbagai larutan, akhirnya racikannya siap untuk digunakan. Hasil dari larutan racikannya itu menunjukkan nilai BOD, COD, maupun nitrogen yang menurun secara signifikan.Â
Dalam upaya menghilangkan bau dari sampah, Rania memanfaatkan air lindi yang ia peroleh dari TPA. Dia kemudian menambahkan cairan itu dengan katalis dan bahan lain. Akhirnya, jadilah cairan yang menetralkan bau sampah. Rania memberi nama temuannya itu eco lindi.
Rania menjelaskan, cara kerja dari eco lindi ini adalah mengubah mikroorganisme yang melepas bau menyengat menjadi tidak berbau.
Leachate atau Air lindi sendiri adalah larutan sampah yang telah terpapar air dari luar, seperti air hujan. Senyawa organic maupun anorganik dari sampah terlarut. Berbau, warnanya pekat, dan bila terkena kulit bisa menimbulkan rasa gatal.
Rania mengujicobakan eco lindinya di salah satu TPA Sidoarjo, bau yang awalnya di keluhkan oleh warga hilang seketika. Bahkan, tambak yang tidak jauh dari TPA yang disemprot eco lindi, tidak membunuh ikan yang berada di tambak-tambak tersebut.
"Sebelumnya, bau sampah menyengat. Menimbulkan rasa mual. Setelah disemprot bau berkurang bahkan hilang. Prosesnya cepat, sekitar 10 menit dari bau jadi tidak bau," kata Rania.
Temuan Eco Lindi
Dalam riset menemukan eco lindi, Rania tidak sendirian. Ia dibantu tim dari DLHK Sidoarjo. Bahan eco lindi bisa dibilang sederhana. Air lindi bisa ditemukan dari tempat sampah, air aki atau asam sulfat bisa di beli di toko bengkel, molase atau sari tetes tebu bisa dapat dari limbah industry, dan biokatalis.
Bahan-bahan tersebut kemudian di campur dengan perbandingan air lindi lima bagian, molase dua bagian, air aki satu bagian, dan biokatalis tiga bagian. Campur menjadi satu, Rania menyarankan agar menggunakan alat keselamatan. Sebab air aki bersifat korosif dan bisa melukai kulit.
Setelah tercampur, cairan itu kemudian disemprotkan ke sampah yang berbau. Setelah 10 menit, bau sampah tersebut dipastikan hilang.
Selain bahan eco lindi ini mudah ditemui, proses pembuatannya pun terbilang ekonomis dan produksinya tidak membutuhkan waktu yang lama.
Untuk satu tangki eko lindi, harga molase cuma Rp 5.000-Rp7.000. Air aki zuur di pasaran sekitar Rp7.000. Air lindi bisa gratis. Di TPS biaya untuk satu bulan sekitar Rp2 juta."
Temuan Rania patut dihargai. Di kampong halamannya Sidoarjo, inovasi Rania mendapat apresiasi dari Bupati Ahmad Muhdor Ali. Dia mendapat penghargaan Trash Control Heroes pada 30 Januari 2021.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI