Dengan dilakukannya pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI ke Kalimantan adalah untuk Rehabilitasi Hutan dan Reklamasi Lahan Bekas Tambang (RHLBT) tentang ekosistem yang terdampak akibat aktivitas penambangan. Penambangan seringkali menghasilkan lahan yang terluka dan pohon-pohon yang ditebang, mengakibatkan perubahan drastis dalam komposisi tumbuhan, struktur tanah, dan siklus hidrologi.Â
Melalui berbagai tindakan seperti penanaman kembali pohon-pohon yang telah ditebang dan reintroduksi tumbuhan endemik, program ini bertujuan untuk mengembalikan struktur ekosistem yang lebih alami dan berkelanjutan.Namun di sisi lain
Berdasarkan analisis issue dalam etika lingkungan terkait IKN,
Pembangunan infrastruktur IKN, diprediksi berpotensi membawa dampak lingkungan, di antaranya mengganggu biodiversitas, kualitas lanskap wilayah, menurunnya stok karbon hutan, ketersediaan air, pencemaran, limbah, kebisingan, sampah, dan sistem drainase. Selain berdampak pada lingkungan, pembangunan IKN juga berpotensi membawa dampak pada kehidupan sosial seperti konflik lahan, akibat perburuan properti lahan dan penggunaan lahan secara ilegal.
Menurut pasal 161 B ayat (1) UU No. 3 tahun 2020, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang wajibnya reklamasi bagi seluruh perusahaan tambang di Indonesia. Reklamasi sendiri merupakan kegiatan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu akibat proses penambangan.
Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan dapat mendapatkan keuntungan dari aspek Rehabilitasi Hutan dan Reklamasi Lahan Bekas Tambang yang sudah rusak menjadi baik. Dengan beralihnya fungsi lahan bekas tambang menjadi Ibu Kota Negara warga sekitar juga dapat mamfaat pendapatan dari segi ekonomi. Dengan mengawasi, memantau dan monitor program pemindahan Ibu Kota Negara ini dapat berjalan baik dan langkah positif ini berkelanjutan serta memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak.
Namun juga ada kontra yang tidak dapat di pungkiri sebagian masyarakat juga menyayangkan dengan pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan kareana banyak aspek juga yang tidak menguntungkan. Sebagai tambahan kutipan artikl dari Kompas.com tengtang pro kontra pemindahan Ibu Kota Negara dalam hal ini kontra terhadap pemindahan Ibu Kota Negara ialah Mengancam ruang lingkup masyarakat setempat dan satwa Koalisi masyarakat Kaltim dengan tegas menolak IKN.
Koalisi ini terdiri dari berbagai lembaga aktivis lingkungan. Pada artikel tanggal 22 Januari 2022 dengan judul "Muncul Pro Kontra Ibu Kota Negara di Kaltim Usai UU IKN Disahkan", koalisi ini menilai, UU IKN akan jadi ancaman ruang hidup masyarakat maupun satwa langka yang berada lokasi proyek IKN yaitu Kabupaten Penajam, begitu juga daerah penyangga yakni Kutai Kartanegara dan Kota .
Masih dalam artikel yang sama, koalisi masyarakat Kaltim juga mengkhawatirkan IKN bisa menggusur lahan masyarakat adat seperti adat suku Balik dan suku Paser, serta warga transmigran yang bermukim di wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). "Mereka sudah lama menghuni di atas lahan 256.000 hektare dalam kawasan itu," ungkap Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Wahli) Kaltim, Yohana Tiko kepada Kompas.com, Jumat (21/1/2022).
Oleh karena itu dengan adanya Program rehabilitasi hutan dan reklamasi lahan bekas tambang dalam hal pemindahan Ibu Kota Negara merupakan langkah positif yang patut kita ajungi jempol karena manfaatnya dari segi jangka pendek serta jangka panjang atau bisa dibilang salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas Indonesia,Khususnya di kalimantan timur seperti akan terciptanya lapangan kerja masyarakat lokal dan kesejahteraan ekonomi.Terlepas dari itu semua dapat disimpulkan juga bahwa program ini tidak menjamin kesuksesan yang cukup sehingga bisa jadi akan merugikan warga setempat  dibidang sosial dan budaya,apalagi bagi mereka yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam.
Referensi