Mohon tunggu...
Alfi Muhammad
Alfi Muhammad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Banda Neira, Pesona Indonesia yang Tenang dan Cantik

26 Juli 2018   11:13 Diperbarui: 30 Juli 2018   10:41 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suhu udara di Banda Neira, siang hari itu terasa panas, mungkin mencapai 32o C. Namun entah mengapa perasaan hati justru menjadi teduh, manakala melewatkan waktu di sana. Keelokan alam salah satu pulau dari Kepulauan Banda ini menawarkan pesona tersendiri yang menyentuh hati. 

Ketika tiba di Banda Neira, Kepulauan Banda, Maluku Tengah, saya akhirnya sepakat dengan kalimat "Travel is said to be the cure all for a broken heart". Bukan, saya sedang tidak patah hati. Tapi ada pengertian baru di kepala saya mengenai perjalanan, liburan, wisata, atau apa pun namanya. 

Tadinya bagi saya traveling hanyalah sekadar liburan biasa, di mana orang dapat menikmati perjalanan dan bersenang-senang. Tapi rupanya perjalanan ke Banda Neira menyadarkan saya, alam semesta dapat membuat kita merasa tenang. Dan mungkin juga bagi mereka yang patah hati, dapat sembuh dan pulih setelah traveling. 

Khususnya jika Anda memutuskan berlibur ke Banda Neira. Pukul 05.30, saat cahaya matahari masih mengintip dari balik cakrawala, saya menginjakkan kaki di Pelabuhan Banda Neira. Turun dari KM Pangrango setelah menyeberangi laut Banda yang menurut ekspedisi Snellius memiliki kedalaman sampai 7.440 m. Dengan kapal milik PT Pelni ini, perjalanan Ambon-Banda Neira ditempuh 12-13 jam. Genset Perkins digunakan di kapal ini sebagai sumber listrik cadangan di kapal

Akses transportasi ke Banda Neira memang masih minim. Saya akhirnya menggunakan kapal dengan rute Ambon-Banda Neira gara-gara pesawat dari penerbangan reguler mengalami kendala teknis. Dalam situasi cuaca yang mendukung, jadwal penerbangan ke Banda Neira hanya dua kali seminggu. 

Lama perjalanan satu jam, dengan tiket Rp350.000 per orang. Karena tidak bersiap dengan berbagai kemungkinan di atas, jadilah saya juga tidak kebagian tiket kapal cepat Bahari Express yang sebenarnya lebih cepat, menjadi 6-7 jam. Sama seperti pesawat terbang, jadwal kapal cepat ini juga tidak bisa dipastikan melalui internet. Jadi kita harus sering-sering berkomunikasi dengan pihak pelabuhan.

Dari situ saya ambil pelajaran, kalau ingin ke Banda Neira, bukan tiket pesawat menuju Ambon yang menjadi prioritas. Melainkan, transportasi menuju Banda Neira yang harus dipastikan lebih dulu. 

dok.pribadi
dok.pribadi
Penduduknya ramah

Walau saya tiba di Banda Neira pagi-pagi benar, rupanya penduduk sudah mulai beraktivitas. Di pelabuhan, para pengojek sudah menunggu penumpang. Kota kecil di pulau ini sebenarnya bisa kita kelilingi dengan berjalan kaki. Tapi jika ingin lebih praktis, para pengojek siap melayani dengan harga yang harus dinegosiasi tentunya. 

Rumah-rumah penduduk banyak yang sudah terbuka. Sebagian dari mereka tampak sedang sarapan di teras depan rumah. Sebagian lagi, para orangtua mengantar anaknya yang akan berangkat ke sekolah ke depan pintu. Anak-anak berseragam sekolah melintas satu-persatu. Para wisatawan juga sudah terihat keluar dari penginapan, untuk menikmati pagi. 

Menariknya, hampir semua orang di jalan, menyapa saya. Saya merasa sangat diterima dengan keramahan itu. Saya yakin penduduk setempat juga menjadi daya tarik tersembunyi dari pulau yang juga sering disebut the spicy island itu. Gunung Api (Gunung Api Banda) yang kesohor di Banda Neira tampak menjulang tinggi di seberang pulau ketika saya memulai perjalanan untuk menjelajah. Bayangannya memantul di permukaan air yang bergelombang kecil.

 Gunung Api yang masih aktif ini, merupakan salah satu aset penting Banda. Dari puncaknya yang bisa ditempuh dalam dua jam pendakian, keindahan alam Banda Neira terlihat semakin sempurna. Suasana pedesaan pinggir laut terasa begitu kental, walaupun sebetulnya Banda Neira bisa disebut kota kecil. Kantor-kantor pemerintahan setempat sudah buka pada pagi hari. Semua letaknya berdekatan. Walau beberapa guest house, kafe, hotel, dan penginapan memberi kesan modern, tetap saja tidak mengubah suasana perkampungan yang asri. 

Saya memutuskan menjelajahi daratan dulu, sebelum menengok kekayaan alam laut Banda Neira yang banyak dipuji itu. Bagi yang senang dengan wisata ke tempat-tempat bersejarah, di sinilah tempatnya. Kepulauan yang terdiri atas enam pulau besar dan tiga pulau kecil ini pernah menjadi surga rempah-rempah bagi bangsa lain dari Eropa. 

Berabad-abad lalu, komoditas perdangan rempahrempah, pala, atau fuli, membuat Eropa berkelimpahan rezeki. Bahkan dengar-dengar, Christoper Columbus juga pernah berniat mencari rempah ke Maluku, sebelum dia menemukan benua Amerika, pada 1492. Pada akhirnya Belandalah yang berhasil memonopoli perdagangan pala Eropa dan menguasai "tambang emas" dari Banda, yaitu perkebunan pala. 

Jan Pieterszoon Coen direktur Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) meraup keuntungan besarbesaran dari perdagangan pala asal Banda. Tidak heran, jika J.P Coen yang juga gubernur Batavia itu juga membangun kantor pemerintahan di Banda Neira. Segala atribut gubernuran ada di Banda pada masa itu. Sisa-sisa kejayaan masa lampau itu masih terlihat di Banda Neira kini. Antara lain, bekas rumah kediaman gubernur yang disebut penduduk setempat sebagai Istana Mini. 

Saat saya berkunjung, rupanya sedang berlangsung Seminar Internasional Memperingati 350 Tahun Perjanjian Breda di Banda. Suasana tampak lebih ramai dari biasanya. Gedung buatan 1683 itu masih berdiri kokoh dengan halamannya yang luas. Sebuah panggung batu bersemen didirikan di area depan. Kemungkinan besar inilah panggung orkes pengibur pesta kebun di masa silam. Bekas istana ini masih menunjukkan sisa kemegahannya. Beberapa pohon besar tampak di halaman. Dekat dermaga, di depan Istana Mini, terdapat gazebo, yang menurut cerita, dipakai sang gubernur untuk tea time sambil memandang laut Banda. 

Keberadaan benteng-benteng di pulau ini menunjukkan pentingnya daerah ini bagi pemerintahan kolonial. Ada dua benteng yang masih berdiri kokoh, yakni Benteng Nassau dan Benteng Belgica. Benteng Nassau dibangun pada 1609, namun lokasinya kurang strategis jika dijadikan benteng pertahanan. 

dok.pribadi
dok.pribadi
Berbeda dengan Benteng Belgica yang dibangun di atas bukit. Benteng Belgica yang didirikan Peter Both (1611) dan dipugar pada 1991, kini seakan sudah menjadi landmark khas Banda Neira. 

Untuk menaikinya, kita harus melewati tangga-tangga batu. Kalau berjalan santai memang tidak terasa. Namun jika kita agak terburu-buru menapaki puluhan anak tangga itu, baru lutut terasa pegal. Napas ngos-ngosan. Tapi setibanya di atas, rasa lelah itu terbayar dengan alam Banda yang luar biasa manisnya. Kita juga dibuat kagum dengan bentuk pentagonal dari Belgica. 

Di masa silam, benteng ini tidak hanya dijadikan sebagai tempat pertahanan dari serangan bangsa lain, tapi juga saksi intimidasi penguasa kolonial terhadap penduduk setempat. Benteng juga sempat mengalami kerusakan akibat gempa pada 1683 yang sempat membuat VOC mengeluarkan banyak biaya untuk merenovasinya. Penggunaan dua benteng ini semakin berkurang setelah Belanda mengalami kekalahan dari Inggris pada 1796 dan 1810. Belgica dan Nassau kemudian kehilangan statusnya sebagai bangunan militer. Tempat ini berangsur-angsur menjadi tempat wisata belaka. Dari Belgica, kita bisa melihat pemandangan eksklusif alam Banda yang indah. 

Pemandangan gunung dan laut terlihat seperti lukisan yang hidup. Begitu cantik. Kalau berani uji nyali, kita bisa menaiki tangga tertinggi di situ. Saya sendiri sih, agak ragu, karena tangga besi itu terasa bergoyang kalau dinaiki. Dari lantai dua benteng, terlihat beberapa meriam berjejer dengan logo VOC. Saya terkagum, ternyata gambaran benteng sebagai bangunan kuat dan kokoh tak terkalahkan itu betul-betul nyata. Bisa terbayangkan, betapa tembok-tembok kokoh ini menjadi saksi kekejaman para penguasa kolonial terhadap bangsa Indonesia saat itu.

dok.pribadi
dok.pribadi
Memukul pantat

Mengingat sinar matahari yang terik, dari Belgica, saya menumpang ojek menuju tempat bersejarah lain. Kali ini ke rumah pengasingan Bung Hatta, yang rupanya juga berdekatan dengan rumah Sutan Sjahrir, dan juga Rumah Budaya. Rumah pengasingan Hatta dan Sjahrir di Banda, pasti selalu disinggung pada setiap narasi soal dua tokoh kemerdekaan itu. Enam tahun (1935-1942) dalam pembuangan di tempat terpencil, membuat mereka semakin berkonsentrasi terhadap perjuangan politik menuju Indonesia merdeka. 

Dalam era pembuangan, rumah Hatta dan rumah Sjahrir menjadi saksi bagaimana kedua tokoh berkontribusi dalam kemajuan masyarakat setempat. Khususnya dalam mengajarkan soal bahasa dan pengetahuan umum. Tak heran, di rumah ini terdapat kursi-kursi dan meja belajar. Dikisahkan, Hatta memberikan les tambahan pada sekitar 14 anak di Neira. Sebagai guru, ia mengajar anak-anak itu dengan keras dan disiplin. Kalau ada anak nakal, Hatta bisa marah dan memukul pantat anak nakal itu. Namun biar galak, kedisiplinannya membuat murid segan. 

dok.pribadi
dok.pribadi
Apalagi les itu gratis. Sebagai pencinta buku, Hatta juga membawa ke Neira sebanyak 16 peti buku. Sosok ini memang digambarkan irit bicara, tapi berwibawa. Berkebalikan dengan Sjahrir yang senang bergurau, berdansa, dan piknik. Ia sampai mengajari anak-anak berdansa diiringi musik dari gramafon. 

Pada hari Minggu, anak-anak diajaknya berpiknik. Mengitari dua rumah pengasingan itu, lagi-lagi kisah masa lalu dari dua tokoh ini bisa dirasakan. Kursi tamu, meja kerja, lemari, piring makan, pakaian, kursi goyang, meja belajar anakanak, bahkan ranjang masih bisa ditemukan di rumah itu. Membuat saya seperti menengok kembali ke masa lalu yang selama ini hanya bisa dibaca dari buku. 

Saya juga sempat berkunjung ke gereja tua Hollandische Kerk yang masih digunakan oleh penduduk hingga saat ini. Bangunannya begitu unik berlatar belakang Gunung Api. Menariknya, di dekat gereja ada kelenteng Sun Tien Kong. Tapi sayang, ketika saya datangi, pintu gerbangnya tertutup. Jadinya, saya hanya menikmati toko-toko cendera mata dan makanan di sekitar kelenteng yang banyak dihiasi lampion merah.

Pesona bawah laut

Untuk pemandangan alam, sekilas Banda Neira tidak terlihat spesial sebelum kita menjelajahinya. Seperti cerita saya di awal tadi, bukan pemandangan alam yang bikin saya kesengsem dengan Banda Neira, tapi suasananya yang damai tenteram. 

Menurut penuturan teman saya yang pencinta snorkeling dan diving, keindahan bawah laut pulau-pulau di Banda memang primadona. Aduhai! Bahkan banyak orang yang mengaku tahan berjam-jam menengok pemandangan bawah laut. Ketika menuju spot snorkeling, belum juga nyebur, kita sudah bisa melihat langung pemandangan bawah laut dari permukaan air. Terumbu karang dan biota laut lainnya kelihatan tanpa kita harus turun ke air. Saking jernih airnya Akan tetapi ternyata kita tidak bisa snorkeling di pinggir laut Banda Neira. Harus berpindah dulu ke pulau lain di sekitar Banda, yaitu Pulau Hatta, Pulau Sjahrir, Pulau Run, dan Pulau Neilaka. 

Di dekat Banda Neira ada juga tempat snorkeling, yaitu di lereng Gunung Api alias Lava Flow. Spot wajib untuk diving adalah Pulau Ai. Sama seperti spot snorkeling lainnya yang ada di perairan dangkal, maka Pulau Ai lebih indah lagi. Aktivitas menyelam tidak terlupakan bisa Anda rasakan di pulau-pulau Banda ini. Untuk berpindah pulau, kita bisa menggunakan kapal motor biasa atau speed boat dengan harga sewa bervariasi. 

Kapal yang kami tumpangi hari itu disewa Rp1,5 juta per hari. Pada akhirnya dalam perjalanan ke Banda Neira saya mendapati bahwa tempat ini menawarkan perjalanan wisata yang tidak biasa. Kekayaan semestanya seolah tak habishabis untuk dikagumi. Dan tidak lupa juga, seperti yang saya ungkapkan di awal, Banda Neira membuat orang yang datang ke sana bisa melupakan penat sejenak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun