Mengingat sinar matahari yang terik, dari Belgica, saya menumpang ojek menuju tempat bersejarah lain. Kali ini ke rumah pengasingan Bung Hatta, yang rupanya juga berdekatan dengan rumah Sutan Sjahrir, dan juga Rumah Budaya. Rumah pengasingan Hatta dan Sjahrir di Banda, pasti selalu disinggung pada setiap narasi soal dua tokoh kemerdekaan itu. Enam tahun (1935-1942) dalam pembuangan di tempat terpencil, membuat mereka semakin berkonsentrasi terhadap perjuangan politik menuju Indonesia merdeka.Â
Dalam era pembuangan, rumah Hatta dan rumah Sjahrir menjadi saksi bagaimana kedua tokoh berkontribusi dalam kemajuan masyarakat setempat. Khususnya dalam mengajarkan soal bahasa dan pengetahuan umum. Tak heran, di rumah ini terdapat kursi-kursi dan meja belajar. Dikisahkan, Hatta memberikan les tambahan pada sekitar 14 anak di Neira. Sebagai guru, ia mengajar anak-anak itu dengan keras dan disiplin. Kalau ada anak nakal, Hatta bisa marah dan memukul pantat anak nakal itu. Namun biar galak, kedisiplinannya membuat murid segan.Â
Pada hari Minggu, anak-anak diajaknya berpiknik. Mengitari dua rumah pengasingan itu, lagi-lagi kisah masa lalu dari dua tokoh ini bisa dirasakan. Kursi tamu, meja kerja, lemari, piring makan, pakaian, kursi goyang, meja belajar anakanak, bahkan ranjang masih bisa ditemukan di rumah itu. Membuat saya seperti menengok kembali ke masa lalu yang selama ini hanya bisa dibaca dari buku.Â
Saya juga sempat berkunjung ke gereja tua Hollandische Kerk yang masih digunakan oleh penduduk hingga saat ini. Bangunannya begitu unik berlatar belakang Gunung Api. Menariknya, di dekat gereja ada kelenteng Sun Tien Kong. Tapi sayang, ketika saya datangi, pintu gerbangnya tertutup. Jadinya, saya hanya menikmati toko-toko cendera mata dan makanan di sekitar kelenteng yang banyak dihiasi lampion merah.
Pesona bawah laut
Untuk pemandangan alam, sekilas Banda Neira tidak terlihat spesial sebelum kita menjelajahinya. Seperti cerita saya di awal tadi, bukan pemandangan alam yang bikin saya kesengsem dengan Banda Neira, tapi suasananya yang damai tenteram.Â
Menurut penuturan teman saya yang pencinta snorkeling dan diving, keindahan bawah laut pulau-pulau di Banda memang primadona. Aduhai! Bahkan banyak orang yang mengaku tahan berjam-jam menengok pemandangan bawah laut. Ketika menuju spot snorkeling, belum juga nyebur, kita sudah bisa melihat langung pemandangan bawah laut dari permukaan air. Terumbu karang dan biota laut lainnya kelihatan tanpa kita harus turun ke air. Saking jernih airnya Akan tetapi ternyata kita tidak bisa snorkeling di pinggir laut Banda Neira. Harus berpindah dulu ke pulau lain di sekitar Banda, yaitu Pulau Hatta, Pulau Sjahrir, Pulau Run, dan Pulau Neilaka.Â
Di dekat Banda Neira ada juga tempat snorkeling, yaitu di lereng Gunung Api alias Lava Flow. Spot wajib untuk diving adalah Pulau Ai. Sama seperti spot snorkeling lainnya yang ada di perairan dangkal, maka Pulau Ai lebih indah lagi. Aktivitas menyelam tidak terlupakan bisa Anda rasakan di pulau-pulau Banda ini. Untuk berpindah pulau, kita bisa menggunakan kapal motor biasa atau speed boat dengan harga sewa bervariasi.Â
Kapal yang kami tumpangi hari itu disewa Rp1,5 juta per hari. Pada akhirnya dalam perjalanan ke Banda Neira saya mendapati bahwa tempat ini menawarkan perjalanan wisata yang tidak biasa. Kekayaan semestanya seolah tak habishabis untuk dikagumi. Dan tidak lupa juga, seperti yang saya ungkapkan di awal, Banda Neira membuat orang yang datang ke sana bisa melupakan penat sejenak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H