Mohon tunggu...
Alfharisi Al battar
Alfharisi Al battar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa STAI Darussalam Lampung Agen of happiness

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Penggusuran Masyarakat Adat di Pulau Rempang: Mirip Aborigin?

20 September 2023   23:43 Diperbarui: 20 September 2023   23:51 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada pulau Rempang, gemuruh konflik memunculkan bayangan tragedi yang menghantui sejarah. Kembali pada tahun 2023, dalam sebuah kutipan yang menjadi sorotan media, Affan Ramli, seorang pengajar di Akademi Adat (AKAD), dengan lugas menyatakan bahwa apa yang terjadi di Pulau Rempang terasa begitu mirip dengan tragedi yang pernah menimpa suku asli Aborigin di Australia.

Keberadaan yang Terlupakan

Rempang, sebuah pulau di Kepulauan Riau, sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin belum banyak mendengarnya. Namun, menurut Affan, ada lebih dari 10 ribu masyarakat yang menjalani hidup mereka di 16 kampung adat di pulau ini. Ini adalah fakta yang kontras dengan klaim pemerintah yang menggambarkan Pulau Rempang sebagai daerah kosong.

Untuk membuktikan bahwa Pulau Rempang bukanlah "kosong," Affan Ramli merujuk pada catatan sejarah, terutama pada kunjungan seorang pejabat Belanda, P. Wink, yang datang ke pulau ini pada tahun 1930. Hasil kunjungannya tertulis dalam artikel berjudul "Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang" pada 4 Februari 1930.

Konflik Terkini

Permasalahan muncul ketika pemerintah menggerakkan aparat untuk memaksa masyarakat adat Pulau Rempang untuk mengosongkan tempat tinggal mereka. Alasannya adalah proyek pembangunan pabrik kaca terintegrasi yang melibatkan investasi besar-besaran dari Xinyi Group asal China. Dengan perkiraan investasi mencapai 11,5 miliar dolar AS, dan rencana penyerapan tenaga kerja hingga 30.000 orang, pemerintah berharap proyek ini akan menjadi tonggak pembangunan di Batam.

Kebijakan Liberalisme Ekonomi

Namun, Affan Ramli melihat lebih jauh dari sekadar proyek ini. Baginya, perampasan lahan komunal warga adat untuk diserahkan kepada perusahaan swasta mencerminkan kebijakan liberalisme ekonomi yang diajarkan oleh pemerintah kolonial sebelum Indonesia merdeka. Ia menyayangkan ketidaksesuaian antara pengakuan atas hak wilayah atau tanah milik bersama berdasarkan hukum adat dengan realitas di lapangan, terutama saat kepentingan pembangunan mendominasi.

Pembantaian Aborigin dan Pelajaran untuk Indonesia

Affan Ramli berharap bahwa Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara seperti Selandia Baru dan beberapa negara di Amerika Latin. Di negara-negara tersebut, kesepakatan telah dicapai antara pemerintah dan masyarakat adat untuk mencapai keseimbangan antara pembangunan dan kehidupan masyarakat adat melalui kolaborasi.

Klaim Kepala BKPM

Seiring dengan konflik yang sedang berkecamuk, Menteri Investasi atau Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, telah mengklaim bahwa konflik di Pulau Rempang telah terselesaikan. Dia mengungkapkan klaim ini pada tanggal 18 September 2023, setelah melakukan pertemuan dengan warga dan tokoh adat di pulau tersebut atas perintah Presiden Joko Widodo.

Menurut Bahlil, pemerintah telah menyetujui permintaan masyarakat dan berjanji untuk tidak merelokasi mereka. Namun, ia menegaskan bahwa akan ada pergeseran meskipun lokasinya tetap berada di Pulau Rempang. Dalam kunjungannya, Bahlil juga mengunjungi sekolah dan makam-makam di Pulau Rempang, dengan jaminan bahwa tidak akan ada penggusuran di tempat-tempat tersebut.

Bentrok dan Diskusi

Sebelumnya, bentrok antara warga Pulau Rempang dan aparat keamanan telah terjadi, mencakup pemblokiran jalan dan kericuhan di kantor BP Batam. Semua ini terjadi karena penolakan warga setempat terhadap relokasi mereka akibat proyek Rempang Eco City yang melibatkan pengembangan industri, pariwisata, residensial, dan energi terbarukan. Namun, pemerintah kini telah melakukan diskusi mendalam dengan warga setempat.

Kesimpulan

Sekarang pertanyaannya adalah, apakah konflik ini benar-benar telah berakhir? Dengan klaim dari pihak berwenang dan pendapat dari pengamat seperti Affan Ramli, masa depan Pulau Rempang masih penuh ketidakpastian. Bagaimanapun juga, konflik ini mencerminkan dilema yang lebih luas tentang bagaimana sebuah negara dapat mencapai keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan, serta bagaimana menghormati hak masyarakat adat dalam prosesnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun