Mohon tunggu...
Alfharezha Dimas
Alfharezha Dimas Mohon Tunggu... Novelis - Be yourself

Never give up

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Last Child - Duka

18 Agustus 2021   01:17 Diperbarui: 18 Agustus 2021   01:24 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya rasa lagu ini juga salah satu dari sekian banyak lagu yang menyimpan konflik cukup kompleks. Bagaimana tidak, ada seorang lelaki yang sedang menenangkan rindunya pada seseorang yang dia sendiri paham seseorang itu sudah terlarang untuk ia rindukan. Sementara di sisi lain, perempuan yang ia rindukan seperti memahami bahwa seseorang sedang sangat merindukannya dari kejauhan, namun ia tak bisa berbuat banyak sebab keadaannya sudah berbeda, seseorang telah memilikinya saat ini. Bukankah tahu diri yang seperti ini, yang perihnya setara luka yang ditetesi perasan jeruk nipis?

Menjelang tidur nanti coba kau putar lagu ini memakai headset.

Kalau tiba-tiba matamu basah, barangkali ada sisa masalalu yang sedang memaksa masuk kembali menuju pikiranmu. Sisa masalalu itu berisi seseorang yang pernah membuatmu bahagia, tapi harus kau lepas dengan terpaksa karena berbagai ketidakmungkinan. Maka biarkan matamu basah. Jangan diusap.

Berilah ia waktu untuk menggenang, mengalir lamban, hangat melewati pelipismu, lalu menetes di bantalmu.

Namun kau tetap harus percaya bahwa keadaanmu sekarang sedang baik-baik saja. Hanya saja, saat ini pikiranmu sedang ingin merayakan apa yang tak mungkin lagi bisa terulang. Jangan takut, hanya pikiranmu dan Tuhan yang tahu. Lagi pula itu bukan sebuah kejahatan.

Bagaimanapun juga, seseorang yang pernah membuatmu bahagia itu masih hidup di sana

- di pikiran dan batinmu. Dengan cara apa pun kau mencoba meringkusnya, membunuhnya, percuma saja! Justru seseorang itu yang akan membuatmu mengerti: selalu ada yang berharga dari masalalu. Bukankah semua orang berhak bahagia dengan keputusannya? Meskipun pada akhirnya keputusan itu tidak jatuh kepadamu.

Nikmati saja, sambil terpejam, hingga kau pulas

tertidur. Dengan begitu, setidaknya kau telah memberi waktu pada hatimu agar perih luka yang pernah ia tanggung bisa reda begitu saja dengan cara yang sungguh sederhana; terpejam lalu merelakan. Seperti napas yang kautarik dalam-dalam lalu kauhembuskan perlahan-lahan.

Jangan dipaksa untuk segera sembuh. Sesekali, lukamu juga perlu diperlakukan layaknya sisa air hujan; biarkan ia mengering dengan sendirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun