Mohon tunggu...
alfeus Jebabun
alfeus Jebabun Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Alfeus Jebabun, Advokat (Pengacara), memiliki keahlian dalam bidang Hukum Administrasi Negara. Alfeus bisa dihubungi melalui email alfeus.jebabun@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hak Waris Istri Non-muslim dalam Hukum Islam

5 November 2020   22:33 Diperbarui: 5 November 2020   22:41 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang wanita non-muslim ditinggal mati suaminya yang muslim. Perkawinan mereka tidak dikaruniai anak, tetapi mereka memiliki harta Bersama. Apakah istri tersebut berhak atas harta warisan suaminya?

Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur: "Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris."

Pasal ini sering menjadi penghalang bagi wanita atau pria non-muslim yang menikah dengan pria atau wanita muslim untuk mendapatkan harta warisan dari suami/istrinya. Mereka kerap tidak mendapatkan warisan dari suami atau istrinya, kendati pun itu warisan atas harta Bersama. Namun, MA telah menafsirkan berbeda terhadap Pasal 171 huruf c KHI di atas. Dalam beberapa putusan, MA telah secara tegas menyatakan bahwa istri atau suami yang non muslim memiliki kedudukan sebagai ahli waris dari suami atau istrinya yang muslim.

Sikap MA di atas dapat kita baca dalam Putusan 16 K/Ag 2010. Perkara ini merupakan perkara pembagian harta warisan yang berasal dari harta bersama. Pewarisnya adalah seorang laki-laki muslim, yang selama hidupnya menikah dengan seorang wanita nonmuslim. Mereka tidak mempunyai anak, namun memiliki harta Bersama. Setelah sang suami meninggal, harta bersama dikuasai sepenuhnya oleh istrinya.

Orang tua serta saudara kandung dari sang suami keberatan. Mereka meminta agar sebagian dari harta bersama yang merupakan bagian suami, diserahkan kepada mereka. Namun, si istri tadi tidak mau menyerahkannya, sehingga mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Makassar. Majelis Hakim Pengadilan Agama Makassar mengabulkan gugatan para Penggugat. 

Dalam putusannya Majelis Hakim menyatakan bahwa Tergugat berhak mendapat 1/2 bagian dari harta bersama tersebut di atas dan 1/2 bagian lainnya adalah merupakan harta warisan yang menjadi hak para Penggugat. Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar.

Si istri tadi keberatan dengan putusan pengadilan tingkat pertama dan banding di atas, kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Makassar yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Makassar. 

Menurut MA, pewaris dengan Pemohon Kasasi sudah cukup lama yaitu 18 tahun hidup bersama, berarti cukup lama pula Pemohon Kasasi mengabdikan diri pada pewaris, karena itu walaupun Pemohon Kasasi non-muslim layak dan adil untuk memperoleh hak-haknya selaku isteri untuk mendapat bagian dari harta peninggalan berupa wasiat wajibah serta bagian harta bersama sebagaimana yurisprudensi Mahkamah Agung dan sesuai rasa keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun