Mohon tunggu...
Alfadya Yasmin
Alfadya Yasmin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

An undergraduate student of Airlangga University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Perbandingan Cerita Rakyat Sangkuriang dan Cerita Rakyat Pangeran Butoseno Menggunakan

30 November 2022   15:43 Diperbarui: 30 November 2022   17:06 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori Strukturalisme Levi Strauss

Cerita rakyat merupakan kisah yang berasal dari rakyat dan tersebar dari mulut ke mulut hingga akhirnya dikenal oleh masyarakat luas. Cerita rakyat merupakan salah satu jenis folklor lisan. Di Indonesia sendiri, terdapat bermacam-macam cerita rakyat. Cerita rakyat dari satu daerah biasanya berbeda dengan cerita rakyat dari daerah lainnya. Namun, tak sedikit pula cerita rakyat yang memiliki kesamaan inti atau alur cerita dengan cerita rakyat dari daerah lain. Seperti halnya cerita rakyat Sangkuriang dan cerita rakyat Pangeran Butoseno. Perbandingan persamaan dan perbedaan antar kedua cerita rakyat tersebut dapat dianalisis menggunakan teori strukturalisme yang dicetuskan oleh Levi Strauss. Menurut teori strukturalisme, semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap.

Sangkuriang merupakan cerita rakyat yang melegenda di kalangan masyarakat Jawa Barat. Sangkuriang menceritakan kisah seorang anak laki-laki yang mencintai ibu kandungnya sendiri dan membenci ayahnya. Di Jawa Barat, cerita mengenai Sangkuriang hadir dalam beberapa versi yang berbeda tergantung letak geografisnya, di antaranya yaitu versi Bandung, Banten, Ciamis, dan Kuningan. Tak hanya di Jawa Barat, di Jawa Timur, tepatnya di Desa Melirang, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik ditemukan pula cerita yang serupa dengan cerita Sangkuriang. Cerita tersebut kerap disebut sebagai 'Sangkuriang Desa Melirang' atau 'Pangeran Butoseno'. Cerita mengenai Pangeran Butoseno yang berkembang di Jawa Timur memiliki motif cerita yang sama dengan cerita Sangkuriang, namun tokoh-tokoh serta latar cerita yang dimiliki tetap berbeda.

Analisis Perbandingan antara Mitos Sangkuriang dan Mitos Pangeran Butoseno 

A. Persamaan antara Mitos Sangkuriang dan Mitos Pangeran Butoseno.

1. Persamaan pesan yang ingin disampaikan secara implisit.

Pada kedua cerita tersebut, pesan yang ingin disampaikan adalah terkait larangan pernikahan antara ibu dan anak. Pada cerita Sangkuriang, hal tersebut dapat dilihat dari sikap yang ditunjukkan oleh Dayang Sumbi kepada Tumang (anjing hitam) dan Sangkuriang. 

Saat Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang mengambilkan benangnya yang jatuh adalah seekor anjing jantan, ia tetap mematuhi janjinya untuk menjadikan seorang laki-laki sebagai suami. Akan tetapi, sikap Dayang Sumbi yang berpendirian teguh tidak tampak ketika ia bertemu dengan seorang pemuda yang akan ia nikahi, yang ternyata merupakan anak kandungnya. 

Hal tersebut disebabkan karena Dayang Sumbi mengetahui bahwa pernikahan antara seorang ibu dan anak adalah perbuatan terlarang. Sedangkan pada cerita Pangeran Butoseno, pesan tersebut tergambar dari sikap Putri Putut Kedaton yang mematuhi janjinya ketika ia mengadakan sayembara untuk mengambilkan jarumnya yang jatuh, yaitu ia akan menjadikan seorang laki-laki menjadi suami dan seorang perempuan menjadi saudaranya. Ia tetap menikahi si anjing hitam meskipun kecewa. Namun ketika ia bertemu Pangeran Butoseno dan akan merencanakan pernikahan dengannya, keteguhan hati Putri Putut Kedaton tidak tampak. Putri Putut Kedaton malah menggagalkan usaha yang dilakukan Butoseno agar bisa menikah dengan dirinya. Dengan demikian, pesan yang ingin disampaikan oleh cerita Pangeran Butoseno juga terkait larangan pernikahan antara ibu dan anak.

B. Perbedaan antara cerita Sangkuriang dan cerita Pangeran Butoseno dapat dilihat dari transformasi atau alih rupa strukturnya. Struktur episode 1: (a) Dayang Sumbi (putri raja di Kerajaan Jawa Barat) -- tinggal di hutan di Jawa Barat. (b) Putri Putut Kedaton (putri raja di Kerajaan Jawa Timur) -- tinggal di sebuah desa di Jawa Timur. Dari struktur episode 1 tersebut, terlihat adanya perubahan pada nama karakter dan latar tempat dari kedua mitos. Pada struktur episode 2, terdapat perubahan pada karakter- karakter yang terdapat di kedua mitos tersebut. 

Mitos Sangkuriang menceritakan pernikahan seorang putri bernama Dayang Sumbi dengan seekor anjing hitam bernama Tumang, kemudian mereka memiliki anak bernama Sangkuriang. Sedangkan dalam mitos Pangeran Butoseno, menceritakan pernikahan antara Putri Putut Kedaton dengan seekor anjing hitam bernama Blangboyang. Pernikahan mereka menghasilkan seorang anak bernama Pangeran Butoseno. 

Pada struktur episode 3, perubahan terjadi pada kehidupan keluarga dari kedua mitos. Perubahan terakhir dapat dilihat pada struktur episode 4, yaitu perubahan kehidupan percintaan. Dalam mitos Sangkuriang, syarat yang diajukan oleh Dayang Sumbi agar Sangkuriang bisa menikahinya adalah dengan membuatkan bendungan beserta perahunya. Sedangkan, dalam mitos Pangeran Butoseno, syarat yang diajukan oleh Putri Putut Kedaton agar Butoseno dapat menikahinya adalah dengan melingkari bukit menggunakan badannya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun