Mohon tunggu...
M Ridho Al Fath Faqih
M Ridho Al Fath Faqih Mohon Tunggu... Lainnya - Department of International Relations Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta

Undergraduate Student at Department of International Relations Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. Besides being active as a student, Currently internship Staff at Coordinating Ministry for Political, Legal, and Security Affairs of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Melihat Kembali Dinamika Bilateral Amerika Serikat dan Kuba di Era Trump

8 Mei 2020   20:10 Diperbarui: 8 Mei 2020   21:37 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuba dan Amerika Serikat memiliki hubungan yang panjang dalam sejarah kawasan Amerika, sejarah perseteruan keduanya memiliki kebijakan yang sering bertolak belakang hingga memanasnya situasi politik kedua negara. Pemutusan hubungan diplomatic antara Kuba dan Amerika Serikat pernah dilakukan pada 6 Juli 1960, ahl ini dilakukan dengan kebijakan Amerika Serikat yang memulai sanksi ekonomi terhadap Kuba yang melakukan kebijakan nasionalisasi atas perusahaan dan badan usaha swasta di Kuba.

Kebijakan sanksi ekonomi tersebut memberikan peraturan untuk menutup keran impor Amerika Serikat dari Kuba sejak tahun 1960. Kebijakan tersebut berisi pelarangan dan denda bagi perusahaan dan anak perusahaan yang melakukan praktik ekonomi dengan Kuba. 

Dampak atas kebijakan tersebut memberikan kerugian ekonomi bagi Kuba. Pemberlakuan embargo dari Kuba telah mengalami kerugian sebesar 116,8 miliar dolar Amerika Serikat.Fidel Castro menyalahkan kebijakan embargo Amerika Serikat tidak memiliki rasionalisasi yang tepat, Castro menilai bahwa kebijakan tersebut adalah cara Amerika Serikat untuk memperluas kebijakan liberalisasi ekonomi di kawasan Amerika Latin. 

Namun, kerugian tersebut juga dirasakan oleh pihak industry Amerika Serikat yang terkena dampak dari embargo Kuba. Pergantian rezim di Amerika Serikat oleh Barack Obama pada tahun 2008 menaruh negara-negara Amerika Latin untuk melepaskan embargo ekonomi Amerika Serikat kepada negara-negara tersebut. 

Hal ini juga disampaikan dengan hubungan bilateral Amerika Serikat dan Kuba yang menyampaikan bahwa perlunya perbaikan dan integrasi hubungan dalam penyatuan komunitas negara di kawasan Amerika Pada rezim Obama, Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan yang dinilai oleh negara Amerika Latin cukup moderat.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi Negara Amerika pada tahun 2009, Obama memngeluarkan kebijakan pentingnya untuk kembali memperbaiki hubingan Amerika Serikat dengan beberapa negara di kawasan termasuk Kuba. Obama juga memberikan bantuan luar negeri pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 20 juta dolar Amerika Serikat untuk melakukan kebijakan “democracy promotion” dengan Kuba sebagai target kebijakan tersebut . 

Selama lebih dari 50 tahun hubungan Kuba dan Amerika Serikat tidak menemukan titik terang, pada 17 Desember 2014 kedua negara berspekat untuk melakukan normalisasi hubungan. Raul Castro juga mengatakan bahwa tercapainya normalisasi hubungan kedua negara hanya akan terjadi bila Amerika Serikat menghapus embargo ekonomi, komersialisasi, dan intervensi keuangan terhadap Kuba. 

Kebijakan tersebut mulai menemui kendala ketika pergantian rezim di Amerika Serikat pada tahun 2016. Pergantian Presiden Barack Obama kepada Presiden Donald Trump merubah kebijakan Amerika Serikat terhadap Kuba yang telah dijalin sejak Presiden Obama memimpin. 

Sebelumnya Trump sendiri menyetujui kebijakan normalisasi pada akhir tahun 2015 pada masa kampanye pemilihan umum Presiden Amerika Serikat. Peryataan Trump memberikan pendapat berbeda tersebut setelah melakukan perundingan rancangan kebijakan yang akan dilaksanakan dalam konvensi Partai Republik pada pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016. 

Trump memberikan pendapat bahwa rakyat Kuba telah berjuang sangat lama dan berusaha untuk keluar dari kebijakan pemerintahan yang otoriter. Peryataan ini kemudian berjanji untuk membalikkan kebijakan Obama tersebut setelah mendapat legitimasi kekuasaan. Kebijakan Donald Trump tersebut memberikan tantangan tersendiri dari upaya normalisasi hubungan yang dijalin oleh kedua negara. Kedua negara yang sebelumnya sudah dapat memberikan kebijakan yang selaras dengan mengedapankan visi di masa depan kini mulai terhambat oleh terplihnya Donald Trump di Pemilihan Presiden Amerika Serikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun