Polarisasi antarnegara kawasan Asia Timur sudah terjadi cukup lama. Dalam sejarah perang sebagai sebuah negara dan bangsa konflik berdarah selalu terjadi pada kebijakan militer antarnegara.Â
Dalam berbagai sudut pandang ideologi politik dan ekonomi adalah materi penting dalam memetakan mitra strategis kerjasama antarnegara di kawasan. Seperti kompleksitas Korea Utara dan Korea Selatan yang masih berseteru sebagai sebuah satu entitas bangsa. Konfrontasi di Semenanjung Korea dinilai akibat dari polarisasi politik akibat kekuatan global.Â
Persepsi kedua negara yang masih bertolak belakang menjadi faktor internal tersendiri bagi kedua negara. Bagi kedua negara sangat jelas bahwa dialog yang cukup alot adalah bentuk dari persepsi kedua negara yang masih belum sama. Korea Selatan dan Amerika Serikat masih menyebut Korea Utara sebagai axis of evil (poros setan) sebagai bentuk gambaran penentangan kebijakan Korea Utara.Â
Dari sudut pandang Korea Selatan dan Amerika Serikat runtuhnya Korea Utara adalah sebuah keuntungan yang secara tidak langsung berdampak kepada pelemahan posisi Cina di kawasan. Bagi Cina sebagai mitra strategis Korea Utara penting untuk menjaga runtuhnya Korea Utara dan terciptanya reunifikasi Korea.Â
Hal ini dikarenakan fokus kekuatan global akan beralih ke Taiwan yang akan digunakan sasaran strategis baru untuk memecah One China Policy sehingga melemahkan posisi Cina dengan melepaskan Taiwan dari Cina daratan.Â
Dalam memahami hubungan Cina dan Korea Utara maka penting untuk melihat kerjasama trilateral antara Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat di Asia Timur. Untuk melihat kondisi keamanan yang kompleks, Cina dinilai cukup pasif dengan merespon kebijakan militer Korea Utara.Â
Cina menilai kebijakan militer Korea Utara adalah bentuk defensive dalam menghadapi konfrontasi militer Korea Selatan dan Amerika Serikat. Hadirnya bentuk kebijakan domestik Amerika Serikat yang melakukan persempitan peluang Cina dalam mengembangkan ekonomi justru semakin membuat kondisi perang dagang kedua negara semakin panas. Implikasi dari kebijakan tersebut berdampak kepada keamanan kawasan.
Pertumbuhan ekonomi Cina menjadi masalah baru bagi ketegangan politik di kawasan. Perkembangangan militer dan modernisasi industri yang pesat menciptakan residu konflik yang lebih rentan. Konflik yang semakin mengkristal tersebut menunjang peningkatan anggaran belanja dan persaingan ekonomi yang berdampak kepada negara-negara di kawasan lain seperti Asia Tenggara.Â
Oleh karena itu, Jepang dan Amerika Serikat memberikan fokus kerjasama strategis yang digunakan untuk membendung hegemoni Cina. Kompleksitas keamanan pada kawasan di Asia Timur memberikan gambaran persaingan proxy yan cukup besar di kawasan.Â
Negara-negara Asia Timur cukup besar dan modern sebagai sebuah kekuatan ekonomi global. Perkembangan militer di Asia Timur dikenal juga sebagai titik temu kekuatan militer global.Â
Residu politik dan ketegangan yang terjadi tentu menyulitkan harmonisasi kawasan. Masalah Asia Timur tentu tidak bisa dijalankan dengan kebijakan militer, karena dengan adanya proxy politik dan kekuatan militer justru semakin menghambat antarnegara kawasan untuk menciptakan stabilitas.Â