Judul: Alegori Valerie
Penulis: Aya Widjaja
Penerbit: Noura Publishing
Jumlah Halaman: 234 hal
ISBN: 978-623-242-286-5
Sinopsis
Valerie ingin cepat mati. Hidupnya kehilangan arti. Setelah ibunya bunuh diri, Valerie dituduh membunuh 3 orang, termasuk ayah kandungnya sendiri.
Hingga Valerie bertemu Haezel, mahasiswa hukum yang berkeras memfilmkan kisah hidupnya demi menuntut keadilan. Menurut Haezel, sosok di balik kamera lebih berkuasa daripada mereka yang memegang senjata.
Haezel memberi Valerie satu tujuan hidup baru; membalaskan dendam!
Review Singkat
Ini era saat orang lebih takut sama kamera daripada senjata. (Hal. 46)
Impresi pertama setelah selesai membaca buku ini adalah seru, keren, seolah kita menonton film action hollywood sekelas John Wick, Die Hard dan Kingsman. Mungkin diantara buku penerbit Noura Publishing yang ber label "Urban Thriller", Alegori Valerie adalah satu-satunya yang menyuguhkan adegan baku hantam, tembak-tembakan dan kejar-kejaran yang intens. Buktinya dari awal cerita saja kita sudah diberikan adegan penembakan yang cukup tragis ala ala film mafia.
Valerie yang saat itu berusia 13 tahun harus menghadapi situasi yang berbahaya karena ayahnya, Fredy sedang ditodong pistol oleh 3 orang preman di rumahnya. Valerie yang telah dilatih menembak oleh ayahnya pun tak tinggal diam dan mencoba untuk menolong. Tembak menembak pun tak bisa dielakkan, dua preman diantaranya tewas seketika dan satunya lagi kabur entah kemana. Sayang nya di sana terdapat satu korban lagi, yaitu Ayahnya.
Singkat cerita, Valerie di penjara selama 7 tahun atas penembakan tersebut. Setelah bebas, ia berubah karakter menjadi perempuan yang cool, edgy, dan sensitif. Awalnya ia berniat membalas dendam dan ingin mencari tahu apa yang sebenar nya terjadi. Namun disisi lain dirinya juga merasa balas dendam tak akan mengubah apapun. Akhirnya ia bertemu Haezel, yang terobsesi untuk membuat film tentang kisah hidup Valerie. Namun, mereka tak menyadari bahwa sejak Valerie bebas dari penjara, bahaya tetap mengintai.
Oke, mungkin itulah cerita secara garis besar nya. Berikut nya saya mau bahas narasinya.
Narasinya mengalir dan enak diikuti. Penjelasan detail action sequence nya pun mudah dipahami. Serius, nuansa yang dibangun dalam novel ini benar-benar seperti dalam film action hollywood. Latar suasana seperti hujan, gudang kotor, rusun, dan lainnya membuat aura kelam nya cukup terasa.
Lebih sukanya lagi, dalam novel ini banyak dijelaskan bagaimana cara membuat film, istilah, trik, peralatan perfilman dan bagaimana proses dalam pembuatannya.
Dalam cerita, Haezel berniat membuat film tentang kisah hidup Valerie, yang tak lain tujuannya adalah untuk menegakkan keadilan. Iya, pada zaman sekarang kamera justru lebih berkuasa daripada senjata. Orang-orang zaman sekarang lebih takut ditodong kamera daripada pistol. "Lo pegang kamera, lo punya kuasa!". Itu lah penyakit baru di era media sosial.
Kemudian untuk development karakter nya saya suka pada Valerie, karena lebih di tonjolkan dan sangat jelas terlihat. Untuk karakter yang lain juga sebenarnya bagus-bagus juga, namun tak se kuat karakterisasi Valerie.
Untuk plot cerita nya di awal-awal memang seru, tetapi menuju bab-bab akhir cerita nya jadi sedikit aneh kalo menurut saya. Banyak penjelasan yang diungkap secara tiba-tiba. Ada juga penjelasan yang sebenarnya gak penting-penting amat. Ada plot hole juga di beberapa bagian. Dan plot twist nya pun mudah ditebak. Jadi plot nya menurut saya tidak terlalu spesial. Namun tetap seru untuk diikuti dan menuai rasa penasaran.
Kita bukan balas dendam, tapi ngungkap kebenaran. Aku kira kamu setuju soal itu. (Hal. 116)
Oh iya ada hal yang saya tangkap dari cerita ini, yaitu tentang balas dendam. Setiap manusia pasti memiliki emosi dan kesabaran yang terbatas. Dan pastinya perasaan dendam pun ada, apalagi jika menyangkut soal keluarga. Hal ini juga dirasakan oleh Valerie, ketika tahu kenyataan tentang akhir hidup ibu dan ayahnya, ia pun menjadi pendendam pada awalnya. Namun seiring berjalannya waktu, Valerie menyadari bahwa dendam tak ada gunanya, akhirnya ia pun memiliki cara sendiri untuk menuntaskannya, yaitu mencoba membunuh hidupnya sendiri perlahan lahan.
Balas dendam dan bunuh diri merupakan dua hal yang buruk. Tak ada yang lebih baik diantaranya keduanya. Karena membandingkan dua hal buruk tidak akan membuat salah satunya menjadi lebih baik. Disitulah peran kasih sayang muncul. Kasih sayang dari teman, keluarga, atau bahkan pasangan. Yang dimana setidaknya bisa memberikan ketenangan dan membuat anggapan bahwa kita enggak sendirian.Â
Berkali-kali Valerie bilang tentang kesepian. Mungkin disitulah letak perasaan dirinya setelah kehilangan semua nya. Namun keberadaan Haezel, lalu paman dan bibinya serta teman-teman yang baru dikenalnya membuat harapan dalam diri Valerie muncul untuk berjuang sampai akhir. Terbukti pada babak akhir cerita, Valerie mengorbankan diri demi menolong Haezel. Meskipun pada akhirnya Valerie selamat.
Ngomong-ngomong soal Valerie dan Haezel, memang diceritakan ada sedikit bumbu romansa diantara keduanya. Meskipun cuma sedikit, tetapi cukup emosional.
Well sejauh ini saya cukup suka sama cerita nya. Aksi yang seru, banyak misterinya pula. Skor dari saya 7.5/10. Kalau kalian suka cerita ala-ala film aksi Hollywood seperti John Wick dan Kingsman, kalian pasti cocok sama Alegori Valerie. Happy Reading!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H