Berikut ini ku tuliskan sebuah puisi yang mungkin saja akan menjadi aku, kamu, dan kita semua. Sesuai judulnya, semoga apa-apa yang aku tuliskan dapat kita rasakan pada kehidupan setelah kehidupan itu sendiri. Sengaja ku sematkan kode (89:28), agar teka-teki terpecahkan bagi mereka yang membuka Al-quran. Selamat membaca dan semoga bermanfaat!
..Â
Teruntuk jiwa jiwa yang tenang.Â
Berbahagialah!Â
Sebab jiwaku sudah lepas dahaganya.Â
Sebab jiwaku telah habis belenggunya.Â
Sebab jiwaku pun kini tenang dengan memesona.Â
Janganlah engkau bersedih hati!Â
Tiada yang sanggup menciptakan kondisi hari ini kecuali Ia yang Maha Menciptakan.Â
Tiada tempat yang paling ingin dituju, selain kepada tempat kita berasal.Â
Tiada ruang dan waktu yang bisa dirubah melainkan telah dilalui.Â
Kali ini, aku minta maaf
Maafkan aku yang memanfaatkan waktu tanpa manfaat.
Maafkan juga kelalaian ku untuk bersikap acuh pada sekitar.
Maafkan pula khilaf ku yang telah lama mendiami manusia dan menjadi fitrahku.Â
Aduhai..Â
Indah sekali di sini.Â
Di sini, Â aku tak perlu lagi over-thinking perkara sinting.Â
Di sana-sini, banyak hal yang aku ingin bahkan hal-hal yang tidak aku inginkan ku dapatkan.Â
Di sini-sana, nikmat dunia tiada bandingannya dengan yang ada di sini.Â
Alangkah indah, jika boleh membeli tiket buat orang tercinta.Â
Ayah ku, Bunda ku, Adik laki-laki ku, Adik perempuan ku, para teman yang merasa mikro dalam rancangan tapi makro dampaknya, untuk hati yang Allah ciptakan lalu aku tentram dengannya, dan untuk ku bagikan secara giveaway agar trending.Â
Ada-ada saja dunia ini.Â
Terima kasih untuk engkau yang menerangi tanpa sumber daya.Â
Sebagai pelita tanpa minyak,
Sebagai kompas tanpa medan magnet,Â
Sebagai map tanpa tersesat dan keraguan,Â
Lalu sebagai sebagai yang merupakan sebagai.Â
Seandainya kita bisa berandai-andai..Â
Aku ingin kembali ke jasadku.Â
Menatap satu demi satu dunia dengan sudut pandang kebaikan.Â
Mendengar hal-hal kebaikan yang mengantarkan kemuliaan.Â
Lalu menyingkap tabir tipis antara kebaikan itu dengan keburukan yang menjadikan aku tiada.Â
Berikanlah!Â
Berikanlah kepadaku, Sang Pencipta, kesempatan itu.Â
Peluang agar aku tidak kecewa dengan apa-apa yang aku lakukan ketika menyatu dengan ragaku.Â
Peluang supaya aku tidak memandang siapa-siapa dari sampulnya sedangkan isinya lupa ku tafsirkan.Â
Peluang sehingga aku punya firasat baik. Bajwa aku akan kembali lagi melebihi saat ini.Â
Ku mohon..Â
Setiap kali aku memohon, Pencipta kokoh dengan ketetapan.Â
Tinta-tinta telah mengering sebab waktu tak bisa dijemput.Â
Buku-buku telah lunas bahkan kuitansinya sudah dikeluarkan sebagai bukti pembendaharaan.Â
Kali ini, ku terima saja sebab menolak tak ada gunanya.Â
Penyesalan dan kecewa silih berganti
Aku terbuai rayuan pulau kelapa
Aku terpana dengan gombalan pulau kapuk
Tersungkur ke dalam jerami yang padahal aku adalah sebuah jarum
Mati dalam kubangan padahal akulah kerbaunya
Lalu seperti Nanggala-402, On Eternal Patrol (tanpa pernah kembali).Â
Tidak akan lagi kau temui aku mengetuk pintu, mengucapkan salam memasuki rumah.Â
Berjalan kaki menuju rumah-rumah Allah, status WA yang membolak-balikkan pikiran dan perasaan, atau sekedar melihat ku tanpa menyapa.Â
Semuanya sudah berakhir tak bisa kembali sebab menyesal sekalipun tiada berguna, kalah lebih baik ketimbang menyesal.Â
Namun kondisi kali ini, menerima lebih baik dibanding kecewa.Â
..Â
Sawahlunto, 27 Ramadhan 1442 H
Alfasrin.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H