Bagaimana tidak, untuk listrik sudah ada, air pun ada sungai, masalah perut tak perlu risau lagi, kurang apalagi coba, yakan? Oleh karena itu, sampai saat ini, Kota Sawahlunto masih sangat terikat dengan Indo Belanda yang lahir di Wilayah Sumatera Barat. Salah satu bukti kebetahan Belanda tinggal di Kota Sawahlunto adalah dengan berdirinya komplek pemakaman Belanda.
Kata masyarakat sekitar, Makam Belanda ini adalah yang termewah dahulunya. Terdiri beberapa makam yang pahatan namanya terbuat dari batu marmer dan bentukan makam yang seperti rumah dengan atapnya.
Makam Belanda lebih dikenal dengan sebutan Kerchof dan Pemerintah Belanda menamakan sebagai Europ Begraaf Plaats. Tidak diketahui dengan pasti tahun berapa adanya pemakaman ini.
Dari data yang diperoleh, orang Belanda yang paling awal meninggal dunia di Sawahlunto pada tahun 1902. Kompleks makam ini dikelola oleh Pemerintah Kota Sawahlunto dengan telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya pada tahun 2007.
Upaya pelestarian dilakukan untuk melindungi Cagar Budaya dengan tindakan konservasi dan pemugaran serta dilakukan perkuatan pada DAM dan pagar. Pada tahun 2018 Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat melakukan pemugaran dan penataan lingkungan pada klaster di sebelah Timur sebanyak 12 makam dan pada tahun 2019 sebanyak 48 makam di bagian sebelah barat.
Kompleks Makam Belanda terletak di area perbukitan di kawasan pemukiman penduduk di Kelurahan Lubang Panjang, Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto.
Komplek Makam Belanda ini memiliki luas sekitar 7000 meter persegi. Secara keseluruhan kompleks makam terawat dan sebagian mengalami kerusakan, seperti nisan kehilangan marmer yang berisi nama dan keterangan orang yang dimakam.
Hampir keseluruhan makam dilengkapi dengan jirat dan nisan yang terbuat dari beton bertulang serta sebagian diberi cungkup. Jumlah makam yang diketahui saat ini mencapai 94 makam.
Berikut adalah beberapa makam yang masuk ke dalam lensaku saat berkunjung ke Kerkhof ini :