Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya raya membentang dari Sabang sampai Merauke. Negara majemuk menjadi satu dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Namun, hal tersebut masih belum cukup menjadikan Indonesia sebagai daratan yang paling dicari-cari oleh bangsa barat ke arah timur.Â
Cornelis de Houtman, pria berkebangsaan Belanda ini, memulai ekspedisi menuju Indonesia yang digadang-gadang menyimpan hasil bumi yang diperlukan bagi bangsa barat bersama armadanya tiba pada 27 Juni 1596 di perairan Banten. Lalu, kembali lagi pada 14 Agustus 1597 membawa 240 kantong lada, 45 ton pala, dan 30 bal bunga pala. Inilah yang menjadi cikal bakal semboyan 3G : Gold, Glory, dan Gospel. Keberhasilan ini membuka jalan bagi ekspedisi-ekspedisi selanjutnya yang berujung pada praktik kolonialisme di Indonesia.Â
Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan sampai berabad-abad bangsa Belanda mendiami bumi pertiwi. Memasuki abad ke-16, dorongan revolusi industri membawa perubahan pesat dalam teknologi, yang dulunya dengan tenaga manusia berubah menjadi tenaga mesin membuat bangsa Belanda memperluas pemasaran hingga ke daerah jajahannya.Â
Tujuannya bukan hanya untuk berdagang hasil produksi tetapi juga berfokus pada sumber daya alam yang menjadi bahan bakar mesin uap saat itu. Hingga akhirnya pencarian sumber daya alam diperluas sampai ke pelosok-pelosok negeri.Â
Sarana dan prasarana seperti jalan, gedung, pelabuhan, dan lainnya dibangun. Pada tahun 1887 jalur kereta api Padang-Sawahlunto mulai dibangun dan selesai pada tahun 1894.Â
Selanjutnya, Sawahlunto dijadikan sebagai kota pada tahun 1888, tepatnya pada tanggal 1 Desember yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Sawahlunto serta dibangun juga pelabuhan di Padang dengan nama Emmahaven pada tahun 1888 sampai 1893 yang kini dikenal sebagai Pelabuhan Telukbayur. Kota Sawahlunto, jalur kereta api, dan pelabuhan telukbayur menjadi tiga serangkai yang utuh dalam sejarah pertambangan batubara ombilin di Sumatra Barat ; dulu, kini dan esok.
Mutiara hitam adalah nama yang disematkan oleh de Greve pada batu hitam mengkilap yang ia temukan yakni batu bara. Berdasarkan keterangan ahli, batu bara Kota Sawahlunto memiliki kualitas yang sangat bagus dengan jenis batuminus dan antrasit. Hal ini membawa Kota Sawahlunto sebagai kota pertama yang memiliki cadangan energi listrik pertama di Sumatera Barat. Inilah alasan terkuat julukan "Kota Arang" sangat cocok disandang oleh Kota Sawahlunto.Â
Selain Kota Arang, Sawahlunto juga dijuluki sebagai "Kota Kuali" disebabkan topografinya, Kota Mutiara Hitam, Hongkong di Waktu Malam, Kota Tambang, Kota Seribu Etnis dan lainnya.
Julukan yang banyak itu berbanding terbalik dengan kondisi cadangan batu bara yang tersimpan di dalam perut bumi Kota Sawahlunto. Bertambahnya tahun mengakibatkan jumlah produksi pertambangan batu bara semakin menurun.Â
Pada periode 1940 hingga 1980 produksi batu bara anjlok, kembali meningkat pada tahun 1990 dan kembali turun pada tahun 2000. Inilah tahun-tahun terpuruknya Kota Sawahlunto yang diyakini sebagai kota sepi karena sebagian besar pekerja tambang memilih untuk pindah ke kota lain dan Sawahlunto pun menjadi kota mati yang disebut sebagai "Kota Hantu."
Banyak gedung bekas industri pertambangan batu bara yang terbengkalai menambah kesan horor di kota dengan luas 273,45 km ini. Belum lagi hawa mistis yang muncul akibat banyaknya orang rantai yang terbunuh disebabkan kerja rodi yang dilakukan pada zaman penjajahan dulu.
Pada tahun 2003 ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah. Sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang ini direvitalisasi.
Ir. H. Amran Nur memimpin Sawahlunto mengubah haluan dari yang dulunya dikenal sebagai kota tambang sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Kota Wisata" dengan memanfaatkan gedung peninggalan Belanda, danau bekas tambang, membangun pemandian umum, dan keindahan alam Sawahlunto dengan topografi berbukitnya serta memberdayakan kerajinan daerah sekaligus dengan keramahan penduduknya menjadi daya tarik baru bagi wisatawan.Â
Waktu terus berjalan hingga akhirnya, tepat pada tanggal 6 Juli 2019, Sawahlunto kembali membuka mata setiap orang dan dunia dengan menjadi Situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Perjuangan yang dimulai dari tahun 2015 ini pun membuahkan hasil. Lalu, bagaimana dengan esok?
Dengan diresmikannya Kota Sawahlunto masuk daftar Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO dalam pergelaran Sesi ke-43 Pertemuan Komite Warisan Dunia, di Kota Baku, Azerbaijan sekaligus sebagai hasil perjuangan sebuah kota yang dulunya berjaya dengan tambangnya, lalu sempat mati dan hidup lagi dengan wajah baru.Â
Dengan demikian, menandakan bahwa visi Kota Sawahlunto yakni Menjadi Kota Wisata Tambang yang Berbudaya terwujud. Maka, tugas kita selanjutnya adalah menjaga julukan ini agar lestari demi menyongsong kejayaan Sawahlunto pada masa lalu, masa kini dan masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Lindayanti, dkk. 2017. Kota Sawahlunto, Jalur Kereta Api, Dan Pelabuhan Telukbayur: Tiga Serangkai dalam Sejarah Pertambangan Batubara Ombilin di Sumatera Barat. Padang : Minangkabau Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H