Mohon tunggu...
Asep Yayat
Asep Yayat Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Bandung. Sejak 1995 "blusukan" di Jakarta, dan bermukim di Depok. Membaca dan menulis jadi kebiasaan sejak remaja. Beberapa kali memenangi lomba mengarang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Emak

17 Desember 2016   00:46 Diperbarui: 17 Desember 2016   02:19 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kakakku nomor satu, Kang Dadang, angkat tangan pula. Dia juga tak kurang punya alasan. "Bukan tak ingin gantian mengurus emak. Tapi soalnya, kehadiran emak di sini pasti bikin ruwet rumah tanggaku. Maaf, istriku tak akan mau dibuat tambah repot oleh kehadiran emak di tengah kami. Kau tahu sendiri kan watak kakak iparmu ..." ujar Kang Dadang berbisik. Aku bisa maklum. Kang Dadang memang tipe suami dalam kepitan ketiak istri.

Lalu bagaimana dong? Aku ingin sebentar saja terbebas dari beban mengurus emak. Aku ingin menikmati hidupku sendiri sejenak saja ...

                              ***  

Aku terisak sendiri. Kutahan-tahan agar isakku tak sampai membangunkan suami yang lelap di sampingku. Namun makin kutahan, pedih di hati makin terasa. Pedih bercampur sesal tak terkira. Hening malam seolah ikut mengiris-iris hatiku.

Entah sudah berapa lama aku larut dalam kesedihan ini. Sampai akhirnya perlahan aku membangunkan suamiku. Aku tak kuat lagi menahan sesal sendiri.

"Kenapa, Mam? Kok menangis?" kata suami sambil membuka matanya lebar-lebar.

"Pap, besok kita jemput emak, ya. Emak harus kita bawa pulang. Emak tak boleh tinggal di panti jompo. Biarkan emak tetap hidup bersama kita. Apa pun yang terjadi, emak harus ada di tengah kita ... "

"Benar nih? Yakin?" kata suamiku seolah mencemooh.

Aku mengangguk. Mantap.  

"Jadi, kenapa kemarin dulu begitu ngotot mengirim emak ke panti jompo?"  

Aku mengunci mulut. Air mata meluncur ke pipi tanpa mampu kutahan. Aku merasa terpojok. Ingin kukatakan kepada suami bahwa aku sangat menyesal telah mengirim emak ke panti jompo. Meski cuma baru tiga hari, ketidakhadiran emak di tengah kami ternyata membuatku mendadak terhempas ke dalam kehampaan. Sangat dalam. Aku merasa sangat kehilangan emak. Juga merasa sangat berdosa. Seolah-olah aku telah membuang emak.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun