Mohon tunggu...
Alfarizi Tubagus
Alfarizi Tubagus Mohon Tunggu... -

Hanya mencoba menulis dan ingin berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Modern atau Kampungan?

24 September 2014   08:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:44 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sumber : Kreasi Sendiri

Seperti biasanya terjadi di kota manapun pada waktu hari kerja maka di pagi harinya orang sangat sibuk seolah berlomba dengan waktu agar tidak kesiangan tiba di tempat kerja.

Beberapa tahun yang lalu, saya mau membelokan kendaraan memasuki pintu gerbang kantor dan karena begitu padatnya lalu lintas maka,  sebagaimana kebiasaan saya, saya berhentikan mobil di tengah jalan sambil menyalakan lampu (sign) tanda akan membelok ke kanan.

Saya memang punya kebiasaan suka menunggu seperti itu karena disamping alasan keamanan juga senang memperhatikan bagaimana egoisnya para pengguna jalan yang tidak mau memberi kesempatan kepada orang yang mau masuk atau keluar dari suatu bangunan agar bisa bergabung (merge) dengan arus lalu lintas.

Saya tidak menyadari kalau ada sebuah mobil, entah dari mana datangnya, ada  di belakang saya karena tadi waktu saya mau menghentikan kendaraan dan melihat dari kaca spion ke belakang tidak ada satupun kendaraan di belakang saya, tiba-tiba kendaraan tersebut membunyikan klakson, karenanya saya memajukan kendaraan sedikit untuk memberi kesempatan kepada dia agar bisa berjalan. Dia langsung ngambil ke arah kiri belakang saya dan berjalan karena kebetulan di jalur yang searah dengan saya cukup kosong, dan luar biasanya sambil meliwati mobil saya dia membunyikan klakson lagi sambil membuka jendela mobil dan kedengaran memaki sambil mengangkat jarinya (fingering) dan yang saya tangkap dengan jelas dia meneriakkan kata “kampungan“, bertepatan dengan saya membelokkan mobil karena ada yang berbaik hati memberikan jalan untuk berbelok. Hehehe … , masih sempet-sempetnya dia nyibukin diri dan tensi kaya gitu di pagi hari.

Saya betul-betul takjub dengan perilaku orang tadi  padahal kalau saya lihat mobilnya sebuah sedan keluaran Eropa dan pengemudinya berpenampilan rapih dengan bertangan panjang dan berdasi paling tidak saya bayangkan pasti orang yang mempunyai posisi yang baik, entah dia seorang manager ataupun pegawai yang cukup berkedudukan, sementara itu agak sulit bagi mencari lawan kata kampungan ini, kalau disebut kotaan rasanya aneh jadi saya sebut saja modern.

Yang barusan saja terjadi membuat saya berpikir di tempat parkir sebelum masuk ke kantor, apa kira-kira yang bisa membuat orang seperti kalap begitu ?


  • Mungkin karena dia terburu-buru, tapi semua orang juga punya kepentingan dan terburu-buru.
  • Mungkin karena saya hanya memakai baju lengan pendek biasa dan tidak berdasi.
  • Mungkin karena mobil yang saya kendarai cuma sebuah mobil keluaran Jepang? sementara mobilnya dia sebuah Sedan keluaran Eropa.
  • Atau mungkin cukup dimaklum saja karena barang kali dia sedang PMS, jelas enggak mungkin karena dia seorang laki-laki.


Lalu apa yang membuat dia sepongah itu dan ngatain orang lain kampungan?

Saya sama sekali tidak marah mau dibilang kampungan atau kotaan, enggak ada pengaruh apa-apa buat saya, kenyataan emang saya berasal dari kampung, lagian siapa sih yang namanya orang kota yang tujuh turunan lahir dan besar di kota. Yang menjadi pikiran saya sih kok rasanya pemahaman orang seperti kebulak balik, atau malahan saya yang salah memahami. Kalau menurut saya yang disebut kampungan itu adalah diantaranya sifat jumawa seperti yang orang tadi lakukan, memaki orang kagak jelas ujung pangkalnya sambil bergaya pake mengangkat jari tengah.

Memang sepertinya hal ini merupakan fenomena yang aneh di masyarakat kita, antara senior dan yunior, orang pintar (well educated) dan orang semampai (SMA gak nyampe), pejabat dan rakyat jelata, orang kaya dan miskin, melahirkan kelompok “snobbiest” yang merasa dirinya lebih dari orang lain, merasa modern dan memandang orang lain rendah dan kampungan, padahal menurut saya yang kampungan itu adalah  perilaku sok yang tadi diceritakan di atas, tentu berbeda dengan sikap sok-nya pemain Srimulat karena mereka hanyalah sekedar melucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun