Mohon tunggu...
Achmad faizal
Achmad faizal Mohon Tunggu... -

Sosiologi Universitas Hasanuddin. Dapat berkorespondensi melalui achmadfaizalxxx@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Euforia Nikah Muda

5 Januari 2018   07:21 Diperbarui: 5 Januari 2018   13:16 3839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rifdoisme.files.wordpress.com

Syahdan, fenomena nikah muda yang kini lagi tren nampaknya lebih disebabkan oleh faktor lain yakni dimensi agama dan sosial media. Pertama,faktor agama. Saya justru melihat bahwa kini agama (Islam) dijadikan justifikasi untuk menggalakkan gerakan nikah muda. Para pemuda seringkali digambarkan sebagai makhluk yang memiliki libido seksual yang tinggi dan dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam lembah perzinahan melalui mekanisme pacaran atau pelacuran.  Dengan berlandaskan dalil tentang bahaya mendekati zina, maka agama (islam) menawarkan solusi terbaik yaitu pernikahan. Sekilas alur berfikir seperti ini benar tetapi justru menimbulkan kesan polarisasi wacana bahwa kalau tidak mau berzina, yah segera menikah. 

Mengapa tidak belajar gagasan psikoanalisis Freud tentang mekanisme pertahanan diri (self defence mechanism) ? Secara teoritis, hasrat seksual (id) bisa disalurkan atau dikendalikan tidak melulu melalui hubungan badan. Misalnya melalui pendekatan displacement (penggantian), libido seksual (id) bisa disalurkan ke objek lain seperti berlibur, berenang, berkuda dan seterusnya. Atau juga bisa dikontrol melalui pendekatan represi yakni puasa sebagaimana anjuran Nabi SAW.

Maka tak heran jika belakangan ini seminar tentang nikah muda lagi subur - suburnya tumbuh di kalangan muda terutama aktivis dakwah. Bahkan kini nikah muda telah menjadi sebuah gerakan sosial yang dibuktikan dengan hadirnya berbagai komunitas pro nikah muda dan pemuda hijrah seperti "Indonesia Tanpa Pacaran", "Gerakan Nikah Muda" dan sejenisnya.

Melalui organisasi/komunitas tersebutlah, para pegiat nikah muda melakukan infiltrasi gagasan kepada kalangan muda terutama mahasiswa. 

Kedua,sosial media. Kegiatan seminar tanpa sosial media ibarat ujian skripsi tanpa revisi, pasti akan terasa hambar. Maka melalui platform sosial media, kampanye nikah muda menjadi lebih hidup dan lebih efektif mengingat penduduk Indonesia lagi gencar-gencarnya berimigrasi ke sosial media (80 juta orang indonesia telah mengantongi KTP sosial media). Maka jika ada artis sosial media melakukan nikah muda misalnya, maka potensi perubahan juga berimplikasi bagi para pengikutnya. Kalaupun tidak banyak dari pengikutnya yang berhasil menikah muda, minimal niat untuk segera menikah seketika muncul.

Dengan massifnya gerakan nikah muda plus kampanye poligami yang seringkali mencatut nama islam, pada titik tertentu akan mereduksi keagungan islam itu sendiri. Seakan akan islam hanyalah agama yang sibuk dengan urusan selangkangan belaka.

Tanpa mengurangi urgensi dari pernikahan itu sendiri, gerakan nikah muda sepatutnya tidak perlu terlalu digaungkan. Saya malah khawatir, jika kesadaran para pemuda kini hanya difokuskan pada perkara semacam ini.

Masih terlalu banyak masalah umat yang lebih subtansi untuk dituntaskan seperti kemiskinkan, kebodohan, ketimpangan, kerusakan lingkungan dan sebagainya. Dan tentunya dibutuhkan gagasan gagasan segar dari pemuda.

Wujudkan Pernikahan Progresif 

Sebagai catatan akhir, bagi saya tidak ada yang salah dengan menikah di usia muda dan membenarkan nikah di usia tua, sebab keduanya adalah pilihan. Bahkan memutuskan untuk tidak menikah sekalipun adalah sebuah pilihan. Kalian mau seperti Bung Karno yang menikah di usia muda, ataukau Bung Hatta yang menunda untuk menikah hingga usia 43 demi menunggu Indonesia merdeka atau seperti Tan Malaka yang tidak menikah - menikah (hahaha).

Meskipun sebagai seorang muslim, saya masih mengaminkan pernikahan sebab itu adalah salah satu sunnah Rasul. Tetapi ada satu hal yang paling mendasar yang perlu disadari yaitu pernikahan bukan sekedar urusan selangkangan dan penyaluran kasih sayang, namun pernikahan adalah pondasi pertama yang harus dikuatkan sebelum membangun dan membina generasi yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun