Dunia barat yang (kebetulan) lebih maju dari rata-rata negara di Asia wa bil khusus Indonesia telah meracuni pola pikir remaja (labil) di Indonesia bahwa segala apa yang di produksi oleh barat maka itulah yang terbaik, salah satunya adalah mode busana yang di kenakan remaja hari ini – khususnya di perkotaan. Sementara dunia timur yang juga (kebetulan) sedikit lebih baik secara moralitas dari negara - negara liberal telah mendikte pola pikir – tidak hanya remaja bahkan orang dewasa sekalipun berfikir bahwa segala apa yang datang dari timur maka itulah yang “islami” atau bernilai sunnah.
Dilematis dalam bergaya hidup
Kembali kepada contoh kasus yang telah saya sebutkan diawal tulisan ini bahwasanya apa yang dilakukan oleh remaja wanita (berhijab) itu adalah hasil dari hibriditas kebudayaan. Mode busana yang dikenakan boleh saja ala barat (sexy, ketat, minimalis) namun dalam lubuk hati mereka masih ada (sedikit) nilai-nilai ke-timuran berupa budaya malu (siri’) yang mana itu menjadi bahan pertimbangan, alat kontrol terhadap perilaku berbusana mereka.
Setengah hati ingin hidup dan tampil berbusana trendy, kece dan bebas menampilkan lekukan tubuhnya, kemolekan pant*tnya, serta belahan dada (yang belum tentu juga besar) ala gadis barat atau yang saban hari sempat geger dengan istilah wanita jilb*bs, di lain sisi juga mereka dihantui dengan norma-norma agama (islam) yang sejak dini ditanamkan dan ancaman api neraka, katanya.
Contoh kasus lain yang jamak terjadi di kalangan remaja kekinian adalah pacaran islami atau pacaran sehat, katanya. Yaah istilah “pacaran” yang telah diakui berasal dari dunia barat ini kemudian digandengkan dengan istilah “islami” sehingga lahirlah istilah “pacaran islami”. Mungkin saja bagi mereka “pacaran islami” adalah ketika ingin berciuman, ucapkan basmalah dahulu agar berkah, atau ketika telah selesai ML (having sex), mengucapkan istigfar, dst. Alih - alih ingin memadu kasih bernafas islami, yang hadir malah memadu hati berbalut nafsu birahi.
Sederhanya inilah yang dinamakan berdandan ala barat namun hati tetap timur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H