Mohon tunggu...
Hajar Alfarisy
Hajar Alfarisy Mohon Tunggu... Petani - Menulis mengabadikan masa depan

Berjalan dalam kadar mengingat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berdamai Dalam isu Penguasaan Sumber Daya Alam

21 Februari 2019   17:27 Diperbarui: 21 Februari 2019   17:50 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi menyampaikan soal penguasaan lahan "yang besar - besar" kepada Prabowo, tetapi pernyataan itu ditutup prabowo, dengan pengakuan yang heroik, memang saya memiliki lahan itu, daripada jatuh ketangan asing, lebih baik kesaya, yang nasionalis dan patriotik.

Jawaban Prabowo, tidak memutus heroisme yang dibangun selama ini, baginya itu adalah tindakan strategis; melindungi aset dari penguasaan asing. Dipanggung itu percakapan berhenti. Padahal pernyataan itu mengusik perasaan warga negara, sebagaimana yang sering disampaikan Prabowo, Tanah kita hanya diikuasai segelitir orang.

Percakapan itu mestinya tak berhenti, diskusi selanjutnya melengkapi keterputusan itu, menyingkap selubung bayangan dalam penguasaan lahan secara besar besaran. Sayangnya, perdebatan lanjutan setelah panggung itu, bukan hendak melengkapi, tetapi berusaha menghentikannya.  

Kedua pendukung, menunjukkan bahwa yang "A" punya juga lahan, begitu pula si "B" atau orang disekitar  A atau B punya lahan yang sama. karena keduanya sama sama menguasai lahan yang luas, maka apa yang perlu dipertentangkan, tak ada bukan. Saling sanggah seturut saling membenarkan. Percakapan ini mungkin bisa diterima jika terjadi dilevel bawah. Sayangnya, pola ini terjadi dilevel elite yang memandu gagasan para calon presiden. Mencari kesamaan, karenanya sensor publik tidak bekerja, informasi diputus, dan selubung bayang kerja koorporasi tetap berada dalam ruang gelap.

Seharusnya, Jutaan hektar lahan yang dikuasai itu, baik perorang atau koorporasi besar, harus dilihat dengan mengabaikan kesamaan seperti itu. Dibalik itu, ada "liyan" yang lain. Mengungkap Yang lain itulah yang penting,  mengedarkan pertukaran opini di ruang publik. Apa yang lain itu, tentang hilangnya akses masyarakat pada wilayah kelolanya, konflik terjadi dimana mana, terjadi deforestasi.

Yang lain itu, ada yang nampak, sekaligus ada yang mengendap, dan bisa meletup seketika. Yang lain menyingkap yang tersebunyi. Oleh Levianas seturut kita "menjadi tawanan" pada perjumpaan. disana lahir tanggung jawab "mengada bersama". Disana tanggung jawab etis lahir.

Karenya, dalam kasus terkonsentrasinya penguasaan lahan tersebut, gagasan seorang Jokowi juga Prabowo perlu diturunkan dalam hal yang lebih rinci, bagaimana mengurangi beragam permasalah penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam dinegeri ini.

Tapi, bagaimana harapan itu bisa tumbuh merekah, jika pernyataan Jokowi segera diakhiri dengan permohonan maaf kepada Prabowo, tak tanggung tanggung, Eric Tohir, jendral pemenangan melakukan itu, meskipun Erik mencoba menetralkan kata maafnya, dengan pengantar " jika merasa diserang pribadinya, saya meminta maaf".  dalam pesan itu, ia ingin mengajak menyudahi kontroversi pernyataan jokowi.

Jusuf Kalla, ketua Dewan Penasihan tim pemenangan segera berkomentar " saya yang memberikannya", sudah sesuai undang undang. Sementara kubu Prabowo, yang meriasi diri dengan semangat pasal 33 balik bertanya, baiknya Jokowi mengungkap berapa luasan lahan yang dikuasai elite elite dilingkarannya. Mungkin yang demikian itu, seperti yang diungkap Noam Chomsky, bagaimana informasi difilter sedemikian rupa oleh kepentingan bisnis

Benarkah, mereka berkehendak memanggul tanggung jawab, pada kenyataan itu?? Sepertinya memang tidak. Padahal, pernyataan Jokowi soal penguasaan lahan skala besar, merupakan kunci membuka kotak rahasia yang dijaga elite dan koorporasi besar, dari sana seharusnya lahir penguraiaan konflik sumber daya alam, kerusakan hutan, dan isu isu penting lainnya. Dan memang, dalam dua kali debat, tak ada yang mau berkomentar pada isu isu penguasaan dan pengrusakan sumber daya alam; Keduanya berdamai dalam isu penting penguasaan sumberdaya alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun