Hingga sekarang masih ada yang sesekali mendengar jika lumbung terbakar, padi terbuang sia-sia. Begitu pula nasi. Maka orang akan mendengar suara orang menangis. Sesekali Ibu Ruth tersenyum. Mungkin benar memang bahwa beras tarone ini asal muasalnya dari seorang perempuan.
Maamo – maamo (ucapan kasihan) begitu orang Seko jika ada beras atau padi yang terbuang; baik ketika memanen, menjemur ataupun ketika ada nasi yang tersisa di piring. Mereka menghargainya sebagai ibu. Ketika padi hilang, hilanglah napasnya. “Di sini, tak ada yang menyebut kata maamo kecuali digunakan untuk padi. Tarone sangat dihargai. Kalau tidak, akan “ni peang peang mampamaila” ketika diabaikan ia akan liar dan pergi.
Jika itu terjadi, manusia akan kelaparan. Karena itu, ‘Tarone gadis cantik di jantung Sulawesi’ mesti dijaga. Jika tidak, buku diatara ruas yang beringga akan patah, lalu akan keluar lender kemerahan, pertanda hilangnya sumber kehidupan masyarakat, tak ada ruang tempat bernapas di jantung Sulawesi itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H