Mohon tunggu...
Hajar Alfarisy
Hajar Alfarisy Mohon Tunggu... Petani - Menulis mengabadikan masa depan

Berjalan dalam kadar mengingat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nainawa, Kopi, dan Shalat

31 Mei 2016   14:53 Diperbarui: 31 Mei 2016   14:58 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://dl6.glitter-graphics.net/pub/1679/1679916h62anvn9vv.jpg

Cahaya lampu mulai meredup, malam telah menyempurnakan dirinya. Bayang – bayang mulai menghilang. Langit malam itu ditutupi awan hitam, air bersembunyi dibaliknya. Guntur sesekali terdengar diiringi kelebatan kilatan cahaya, Lalu air lelangit turun menyucikan bumi. Di lembah suf kampung Nainawa tersiar kabar datangnya seorang yang aneh.

Magrib yang ganjil telah berlalu. Nainawa mengerjakan shalat Isya ketika kegelapan menutupi bumi secara sempurna. Nainawa menyelesaikan shalatnya. Setelah itu, ia mendawamkan zikirnya beberapa saat.

Seperti biasanya, Nainawa tak menutup pintu rumahnya, ia membiarkan angin masuk kedalam rumahnya yang telah tua. Tangga rumah dari bambu berbunyi, sesosok lelaki paruh baya menaiki tangga rumah itu. Kakinya menginjak hati hati, menahan keseimbangan agar tak terjatuh. Malam itu Nainawa kedatangan tamu asing yang ramai dibicarakan orang kampunya.

Neya menghampiri Nainawa “ Nak ada orang yang mencarimu” ucap ibunya. Nainawa lalu bergeser, ia menemui tamu yang datang seperti angin,  bebas memasuki rumahnya tanpa pemberitahuan apapun sebelumnya. Neya ibu nainawa beanjak menyediakan dua cangkir kopi, satu untuk Nainawa dan satunya untuk lelalaki tua, sang tamu asing.

“Minum kopinya pak ?” ucap Nainawa membuka pembicaraan.

Angin berhembus sepoi, lelaki itu memerhatikan Nainawa, lalu mengangguk, tanda ia mengerti apa yang disampaikan Nainawa. Tamu yang aneh, ia diam saja, lalu menikmati kopi tanpa menyampaikan maksud kedatangannya sebagaimana tamu biasa.

"Apa yang membuat anda datang kemari, sepertinya kebutuhanmu adalah meminum kopi saja, engkau hanya  mencicipi kopi, sampai lupa kalau anda seorang tamu". Tanya Nainawa

Lelaki tua, menatap Nainawa, sambil mendehem pelan, lalu ia berkata.

“Aku memang penikmat kopi” jawab lelaki bereprawakan kurus itu.

‘Menjengkelkan, jawaban singkat yang tak berguna’guman Nainawa dalam hati

Langit telah mengakhiri hujan yang deras, rerintik hujan kini membawa pada kepekaan jiwa yang mendalam. Pendengaran lebih jelas dari keadaan sebelumnya.

“Kopiku hampir habis”, ucap lelaki tua sambil tersenyum.

" Ketahuilah Nainawa, Aku mencicipi kopi ini begitu lama karena aku merasakan kenikmatan kopi ini, aku terbiasa dengan hal - hal seperti ini, menikmati hal yang aku sukai, sebab jarang aku menikmati kopi seperti racikan ibumu ini, aku ini tamu dan yang kau berikan adalah kopi untuk menjamuku”.

'Nainawa nampak jengkel,"ini bukan jawaban yang aku inginkan, orang ini tak mengerti maksudku'. Pikir Nainawa

Malam telah menggelap, rerintik hujan kadang terhempas angin, menambah kepekaan jiwa sebagai tempat peristirahatan sempurna. Lelaki tua itu, masih meminum kopi yang disediakan Nainawa sampai habis.

Kepalanya tertunduk seperti mengantuk, lalu ia mengangkat kepalanya pelan, sambil menghela nafas dalam - dalam .Lelaki tua itu mulai berbicara "Nainawa, aku menikmati kopimu karena aku mengenal rasanya yang begitu nikmat, aku adalah tamu dan aku hanya sekali ini mencicipi kopi seperti ini, dan sebagai tamu aku berterima kasih dengan menikmati kopi ini"

Nainawa menggeleng kepala sepertinya orang ini gila pikir nainawa. 'Baiknya orang ini aku minta untuk pergi saja'

Belum sempat Nainawa membuka mulutnya, mengungkapkan kejengkelannya, lelaki tua itu melanjutkan perkataannya,

“Nainawa, ibumu tadi mengatakan engkau sedang shalat, ketahuilah shalat adalah tempat bersama-Nya, jika engkau mengerti tentang nikmatnya bersama-Nya engkau akan memilih kebersamaan yang lama itu, seperti aku yang mencicipi kopi ini sampai habis, aku melakukannya karena mungkin aku tak akan mengulang waktu seperti ini, begitu juga dengan Shalat itu, sebagai tamu-Nya nikmatilah apa yang diberikannya. Hidup kita ini soal memastikan begunanya hal hal yang mungkin. " Ucap lelaki tua

" Nainawa, lihatlah bagaimana burung dalam sangkar yang mau pergi lepas, seperti itu juga orang tak menikmati apa yang ia alami, begitu pula tentang shalat itu, seperti juga seseorang yang meminum kopi, ketika pahit ia ingin segera mengakhiri tegukannya", Lanjutnya.

Rerintik hujan berhenti. Nainawa membatin. “ Betapa aku tak mengerti tentang hal hal ini sebelumnya, lelaki tua ini hanya datang dengan permisalan penikmat kopi dan pelaku shalat, hal yang membuatku tak berdaya untuk tidak menerima hal hal seperti ini” bisik hatinya.

“Aku hendak pamit” ucap lelaki tua.

Lelaki tua itu berjalan pergi, kemudian berhenti sebelum menuruni tangga bambu rumah Nainawa, ia menoleh kepada Nainawa yang diam, lalu berbicara “ "Siapa yang mengenali betapa pentingnya sesuatu yang ia temui ia akan tinggal selama mungkin, meskipun itu sekedar persangkaan saja”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun