Mohon tunggu...
Alfa Riezie
Alfa Riezie Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengarang yang suka ihi uhu

Muhammad Alfariezie, nama yang memiliki arti sebagai Kesatria Paling Mulia. Semua itu sudah ada yang mengatur. Siapakah dan di manakah sesuatu itu? Di dalam perasaan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Relevansi Pancasila di Kalangan Milenial

2 Juli 2021   02:33 Diperbarui: 2 Juli 2021   02:37 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurutnya, dampak dari pembiaran negara selama puluhan tahun terhadap pancasila menimbulkan 33% guru menganjurkan berperang untuk mewujudkan negara Islam. Hal ini, katanya, sesuai survei PMU UIN tahun 2018.

"Dalam survei ini menunjukkan angka yang membahayakan. Ada 33% guru menganjurkan berperang untuk mewujudkan negara islam. Selain itu, ada 36,5% mahasiswa menyetujui bersekutu dengan khilafah. Bahkan, di tubuh TNI ternyata ada 3% anggota yang terpapar ekstrimisme. Kemudian PNS 19,4%," ungkapnya.

Selain itu, ia juga menunjukkan angka Pro Pancasila yang menurun selama 13 tahun. Berdasarkan survei LSI Denny JA, pada tahun 2005, publik yang pro Pancasila angkanya mencapai 85%. Kemudian, pada tahun 2010, angkanya menurun menjadi 81,7 persen. Tahun 2015, angkanya kembali menurun menjadi 79,4 persen. Akhir dari itu, pada tahun 2018, angkanya turun lagi menjadi 75%.

Menurutnya, perlu metode baru dalam menyosialisasikan pancasila ke dalam kehidupan kaum millenial. Metode pengajaran pancasila harus disesuaikan dengan tantangan zaman. Untuk itu, pola Indoktrinisasi yang kaku perlu diformulasikan sesuai konteks perkembangan zaman agar tidak terjebak pada era Orde Baru (ORBA) yang hanya menghasilkan dogma padahal Pancasila adalah ideologi dinamis dan visioner.

"Kita jangan terjebak dengan kampanye dari kaum liberal, kita jangan terjebak dengan narasi yang mereka bangun," ujarnya

"Bagi saya, indoktrinasi tetap mesti dilakukan. Di Amerika, negara yang paling demokratis, katanya, yang paling liberal, itu juga melakukan indroktinasi. Apalagi di negara-negara sosialis seperti di Tiongkok, Korea Utara dan Rusia.  Jelas mereka tetap melakukan indoktrinasi. Di Jepang misalnya, di negara maju, sama. Mereka juga melakukan indoktrinasi terhadap masyarakat untuk mencintai negaranya, untuk mencintai pahlawannya, untuk mencintai budayanya," tutupnya.

Karyono menambahkan, ada 3 syarat untuk memahami Pancasila. Yaitu, memahami metode berpikir Bung Karno, memahami situasi dan kondisi Indonesia dalam konteks sejarah bangsa dan menangkap makna hakiki untuk apa pancasila.

Selain itu, ada beberapa hal penting yang ia paparkan guna mengenalkan pancasila pada kaum millenial saat ini. Menurutnya, mesti ada standarisasi kurikulum dan pendidik yang disesuaikan dengan lintas segmen organisasi kemasyarakatan dan lintas keyakinan, harus ada pemberian saran tentang buku bacaan yang wajib dibaca (pidato Sukarno 1 Juni). 

Lebih lanjut, pengamat politik tersebut menjelaskan, untuk merawat dan menjaga Pancasila agar kaum millenial menerapkan dalam kehidupan sehari-hari maka perlu menggunakan pendekatan deduktif dan induktif serta pendekatan afektif dan kognitif, menggunakan pendekatan budaya (memikul natur).

Kemudian dia menjelaskan lagi, untuk merefleksikan nilai-nilai pancasila pada generasi millenial, menerapkan inovasi dan kreatifitas guna mencegah kebosanan serta lebih mudah dimengerti seperti kegiatan diskusi dan presentasi, demontrasi, refleksi pasca materi diklat, visualisasi/menonton film, assignment (pemberian tugas), pemberian umpan balik dan dinamika kelompok/game,menggunakan pendekatan budaya seperti kata Sukarno bahwa kita mesti memikul natur dan yang terakhir  menumbuhkan rasa memiliki (Sense of Belonging) terhadap Ideologi Pancasila.

2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun