Penulis:
Muhammad Fadhil Al Faridzi (H54190025)
Aramadhea Latifah Wahyu Putri (H54190051)
Hana Thahira (H54190085)
Pembangunan ekonomi tentu menjadi suatu perhatian dalam sebuah negara. Menurut Okun & Richardson (1961), Tujuan dari pembangunan ekonomi yaitu untuk meningkatkan pendapatan per kapita penduduk. Dalam islam, pembangunan ekonomi memiliki arti yang lebih jauh dari pada itu. Pembangunan ekonomi bukan hanya berkaitan dengan kemaslahatan dunia, namun juga bertujuan untuk kemaslahatan di akhirat (Aedy, 2011). Istilah pembangunan ekonomi sangat berkaitan erat dengan yang namanya pertumbuhan ekonomi. Negara akan dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika produk domestik bruto (GDP) riil di negara tersebut mengalami peningkatan (Huda et al., 2015). Namun tidak hanya sebatas itu saja, perlu diperhatikan pula apakah pertumbuhan ekonomi tersebut telah diikuti dengan distribusi yang adil atau belum.
Adelman & Moris (1973) dalam Arsyad (2004) menjelaskan ada 8 faktor yang membuat distribusi tidak merata, yaitu: (1) kenaikan jumlah penduduk yang tinggi yang berakibat menurunkan pendapatan per kapita; (2) Inflasi di mana pendapatan uang bertambah, tanpa diikuti pertambahan produksi barang-barang yang proporsional; (3) Ketidakmerataan pembangunan antar-daerah; (4) Investasi banyak dalam proyek yang padat modal, di mana persentase pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan persentase pendapatan dari bekerja, sehingga pengangguran bertambah; (5) Rendahnya mobilitas sosial; (6) Pelaksanaan kebijakan impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis; (7) Menurunnya nilai tukar bagi negara berkembang dalam perdagangan dengan negara maju; dan (8) Hancurnya industri-industri mikro kerajinan rakyat seperti industri rumah tangga.
Menurut perspektif islam, distribusi memiliki makna peningkatan dan pembagian hasil kekayaan atau harta secara merata sehingga harta tersebut nantinya akan meningkat dan tidak hanya beredar di golongan tertentu saja (Djamil, 2013). Â Tanpa distribusi yang adil dan merata, kekayaan hanya akan berputar di golongan tertentu saja. Hal ini menyebabkan kesenjangan terutama di masyarakat kalangan menengah ke bawah yang nantinya menimbulkan berbagai permasalahan lain seperti tingkat kemiskinan yang meningkat menyebabkan tingkat kriminalitas yang meningkat pula. Oleh karena itu pembangunan ekonomi suatu negara perlu diiringi dengan adanya keadilan distribusi.
Keadilan distribusi dalam ekonomi Islam memiliki tujuan, yakni agar kekayaan tidak menumpuk pada suatu golongan tertentu tetapi selalu berputar dalam masyarakat. Keadilan distribusi menjamin terciptanya pembagian yang adil dalam kemakmuran, sehingga memberikan kontribusi ke arah kehidupan yang lebih baik. Muhammad Shyarif Chaudhry mengemukakan bahwa distribusi ekonomi penting dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan di masyarakat sebagai bagian dari komitmen persaudaraan dan umat. Untuk menciptakan distribusi yang adil dapat dilakukan dengan merealisasikan hal-hal yang telah ditetapkan dalam Islam seperti zakat, wakaf, waris dan lain sebagainya.
Pada prinsipnya distribusi mewujudkan beberapa hal berikut: 1) pemenuhan kebutuhan bagi semua makhluk, 2) memberikan impact positif bagi pemberi itu sendiri seperti halnya zakat di samping dapat membersihkan diri dan harta, juga meningkatkan keimanan dan menumbuhkan kebiasaan untuk berbagi, 3) menyebarkan kebaikan di antara semua orang, 4) mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan, 5) pemanfaatan yang lebih baik terhadap sumberdaya dan aset, 6) memberikan harapan pada orang lain melalui pemberian. Diperkuat dengan ukuran prioritas bagi masyarakat yang berada dalam garis kemiskinan dan kefakiran, karena golongan ini rentan terhadap kekufuran yang secara eksplisit dapat dilihat dari urutan dalam delapan mustahiq zakat.
Kebijakan distribusi secara adil dan merata dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan di masyarakat. Pemerintah dituntut untuk dapat mencukupi kebutuhan masyarakatnya, baik dasar/primer (daruri), sekunder (haji), maupun tersier (tahsini). Noor (2012) mengemukakan bahwa menciptakan keadilan ekonomi dengan kebijakan distribusi akan sulit terwujud jika tidak melibatkan peran institusi yang ada seperti halnya pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, peran pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan, karena kebijakan distribusi akan terealisasikan dengan baik ketika kedua institusi yang ada bekerja. Keadilan pun diharapkan akan tercipta dan memberi dampak pada tersebarnya harta secara adil di masyarakat.
Kebijakan distribusi dapat ditempuh dengan mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi. Dalam mekanisme ekonomi, jika terdapat penyimpangan, seperti ada monopoli, hambatan masuk (barrier to entry) baik administratif maupun non-administratif, atau kejahatan lainnya mekanisme ekonomi, maka harus segera dihilangkan. Apabila semua mekanisme ekonomi berjalan sempurna, tetapi kesenjangan ekonomi tetap saja terjadi, maka mekanisme non-ekonomi dapat ditempuh untuk menciptakan keseimbangan ekonomi di masyarakat. Adapun cara yang dapat ditempuh dalam pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi, antara lain: 1) Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada pada mustahik; 2) Pemberian infak, sedekah, dan wakaf dari orang yang mampu kepada yang memerlukan; dan 3) Pembagian harta waris kepada ahli waris, dan lain-lain.
Zakat yang merupakan sumber dana potensial yang dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Zakat sangat erat kaitannya dengan dimensi sosial, moral, maupun ekonomi. Oleh karena itu, zakat sebagai instrumen keuangan dalam rangka pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan yang bertujuan untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang lebih berkeadilan.
Peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan adalah peran yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, zakat menjadi keuangan Islam yang sangat handal. Pada saat itu sangat sulit mencari mustahik (penerima zakat) karena pada masa tersebut dilakukan pemberdayaan zakat secara adil dan merata sehingga mereka yang berstatus mustahik berubah menjadi Muzakki (pembayar zakat). Lebih dari itu zakat memiliki beberapa implikasi dan andil dalam perekonomian. Oleh sebab itu kebangkitan paling penting dalam Islam sebenarnya adalah kebangkitan ekonomi yang berintikan zakat. Kesadaran menunaikan zakat bagi setiap muslim adalah kunci bagi terciptanya umat yang sejahtera
Kesimpulan dari artikel ini adalah kebijakan keadilan distribusi yang berpegang pada pertumbuhan ekonomi merupakan kebijakan yang membatasi peredaran harta di kalangan orang-orang kaya saja. Prinsip utama konsep distribusi dalam pandangan Islam adalah peningkatan dan pembagian kekayaan agar sirkulasi harta meningkat sehingga kekayaan yang diproleh melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar diantara golongan tertentu. Keadilan distribusi kekayaan dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan di suatu negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan Islam dimana pendistribusian kekayaan tidak mengutamakan kepentingan pihak penguasa atau pribadi, namun mengutamakan kesejahteraan masyarakat umum, terutama bagi golongan yang kurang mampu atau yang membutuhkan. Keadilan distribusi disertai dengan kesadaran untuk menunaikan zakat akan memperkecil kesenjangan ekonomi dan sosial yang terjadi. Perlu sinergi dan andil dari masyarakat dan pemerintah agar terlaksana pembangunan ekonomi yang baik serta masyarakat yang sejahtera.
REFERENCES:Â
Aprianto. 2016. "Kebijakan Distribusi dalam Pembangunan Ekonomi Islam". Jurnal Hukum Islam, 14 (2), 73-96. https://media.neliti.com/media/publications/208922-kebijakan-distribusi-dalam-pembangunan-e.pdf. [Dikutip pada 24 Maret 2022].
Noor, R.A. 2012. "Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam dalam Membangun Keadilan Ekonomi Indonesia". ISLAMICA Jurnal Studi Keislaman, 6 (2), 316-328. https://www.researchgate.net/publication/286396105_Kebijakan_Distribusi_Ekonomi_Islam_dalam_Membangun_Keadilan_Ekonomi_Indonesia. [Dikutip pada 24 Maret 2022]
Mufidah, Z. 2020. "Keadilan Distribusi dalam Perspektif Ekonomi Islam".
https://www.kompasiana.com/zidnymufidah4753/5fa4da61d541df222f6554e3/keadilan-distribusi-dalam-perspektif-ekonomi-islam (Artikel). [Dikutip pada 24 Maret 2022]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H