Ketika saya membuka kembali web kompasiana dengan tujuan untuk menulis artikel, setelah beberapa waktu sempat diterjang malas, saya membaca judul menarik yang menjadi topik pilihan.
"Baru baca sekilas, nih otak dah pengen ngoceh," pikirku dengan sejujurnya. Kalimat ngerusak bahasa Indonesia yang menjadi pertanyaan dalam paragraf pertama topik adalah sasaran saya. Tentunya tetap dengan maksud positif.
Tentunya jawaban yang memungkinkan adalah ya dan tidak. Saya akan memaksa kalian untuk memilih tidak untuk menjawab pertanyaan "Apakah bahasa ngeblog dapat merusak bahasa Indonesia?"
Saya dapat menjamin bahwa bahasa Indonesia tidak akan terancam rusak apalagi menjadi rusak dengan beberapa alasan di bawah.
1. Ngeblog Tidak Akan Bisa Dijadikan Sumber Rujukan Bahasa
Blog umumnya bersifat pribadi. Ada yang membuat blog sebagai tempat curhat, bikin puisi, bikin novel, penyaluran hobi, berbagi, dan banyak lagi. Para pemilik blog intinya memiliki ketertarikan pada bidang tertentu dan para pemula belum tahu bahwa ada pedoman dalam menulis.
Para bloger harus serius untuk mencari celah supaya orang-orang tertarik mengunjungi blog miliknya. Sedikit perbedaan bisa menjadi daya tarik. Perbedaan warna, konten, fitur, sampai bahasa.Â
Bloger yang kekinian dan termasuk kaum gaul cenderung menggunakan kebiasaannya dalam berbahasa lisan dan langsung menulis tanpa peduli ejaan dan antek-anteknya. Hal ini dia lakukan karena sasaran pembaca/pengunjungnya adalah orang-orang yang sama dengan dirinya. Minimal teman-temannya lah.
Dengan kata lain, bahasa dalam blog yang bersifat pribadi, apalagi tidak merujuk pada pedoman yang ada, tidak akan bisa menjadi rujukan bahasa, dalam artian kaidah dan pedoman berbahasa Indonesia. Apalagi blog yang kebanyakan tulisannya bersifat nonformal yang tidak diharuskan menggunakan bahasa baku. Para bloger bebas berbahasa sehancur apa pun.
Paling para kritikus bahasa yang bakal nyerang blognya dengan komentar pedas.
Untuk Anda yang membaca ini silakan persiapkan diri.