Pernahkah kita berfikir, kenapa kualitas tiap-tiap sekolah di negeri ini berbeda-beda? Ada yang cukup bonafit dan ada yang serba 'seadanya'.
Tak jarang para anak-anak yang berstatus sebagai siswa ketika kumpul bersama teman-temannya yang beda sekolah saling mengunggulkan sekolahnya masing-masing.Â
Tak jarang pula ada beberapa anak yang tidak menemukan keunggulan sekolahnya sendiri, walhasil dia merasa minder pada teman-temannya yang bisa menceritakan keunggulan sekolahnya.
"di sekolahku laboraturiumnya udah lengkap dan serba canggih fasilitasnya, terus lagi perpustakaannya nyaman dan punya koleksi buku yang sangat banyak"
"nah di sekolahku, laboraturiumnya sekedar nama aja, isinya kosong. Perpustakaan juga seadanya, paling-paling isinya ya buku-buku LKS aja"
Kurang lebih seperti itu gambaran dari perbincangan mereka para siswa-siswi sekolah yang berbeda-beda.
Para orang tua pun harus teliti memilihkan sekolah untuk putra-putrinya. Bahkan mereka tak segan-segan menitipkan putra-putrinya di sekolah yang jaraknya jauh dari rumah, tak jarang pula para orang tua yang tajir berani mencari sekolah-sekolah berbiaya mahal.Â
Sebaliknya, beberapa orang tua hanya bisa pasrah menaruh putra-putrinya di sekolah-sekolah yang sederhana, disaat putra-putrinya gagal masuk atau lebih tepatnya tidak lolos seleksi masuk ke sekolah-sekolah bonafit.Â
Secara tidak langsung, fenomena ini membuktikan bahwa ada kesenjangan yang terjadi antar lembaga-lembaga pendidikan (sekolah-sekolah) di negeri ini.
Fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan kita ini bertolak belakang dengan apa yang dicantumkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 5 ayat 1, yaitu "tiap-tiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu."Â
Berarti UU tersebut menghendaki terlaksananya program pendidikan yang sama di tiap-tiap lembaga pendidikan, karena jelas dikatakan bahwa siapapun warga Negara, ingat siapapun, tak peduli latar belakang mereka bagaimana, semuanya memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang sama-sama bermutu.
Sejauh ini, terutama sejak digagasnya Ujian Nasional, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan memang telah berupaya menyelaraskan kualitas pendidikan di tia-tiap lembaga pendidikan yang ada di negeri ini.Â
Namun pemerintah hanya berhenti pada tahap evaluasi yang diselaraskan. Walhasil, para sisiwa-siswi melakukan segala cara untuk lulus dalam tahap evaluasi yang bernama Ujian Nasional.Â
Bahkan tak jarang pula ada beberapa oknum yang menghalalkan segala cara dalam hal ini. Apakah pemerintah memancing kita untuk berbuat curang? Bagaimana tidak, tiap-tiap lembaga memiliki kualitas pembelajaran yang berbeda-beda, namun pada tahap evaluasi, mereka dipaksakan untuk memiliki kompetensi kognitif yang sama.
Lembaga pendidikan yang menjamur di negeri ini memang ada dua model, yaitu negeri dan swasta. Untuk lembaga pendidikan negeri, kemungkinan besar pemerintah lebih mudah melakukan pengawasan pada segalah aspek yang menyangkut penyelenggaraan kegiatan pembelajarannya.Â
Namun, lain hal dengan lembaga pendidikan swasta, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi secara berlebihan di dalam lembaga swasta. Pemilik lembaga atau yayasan memeiliki hak otonomi dalam pengelolahan lembaganya sendiri.Â
Akhirnya, lembaga pendidikan swasta ada yang memiliki kualitas pendidikan yang paripurna, dan tak sedikit pula yang kualitasnya masih serba 'seadanya'.
Memulai membahas jalan keluar dari fenomena kesenjangan ini, kita perlu menegaskan bahwa lembaga pendidikan milik siapapun itu, peserta didik yang duduk di dalamanya adalah sama-sama putra bangsa. Mereka memiliki hak yang sama sebagaimana amanat UUD 1945 yaitu, "mencerdaskan kehidupan bangsa."Â
Pemerintah jangan angkat tangan sepenuhnya dengan mereka peserta didik lembaga swasta. Semua peserta didik seharusnya mendapat perhatian yang sama dari pemerintah.
Dengan dibebaskannya mendirikan lembaga pendidikan swasta, maka pendidikan kita menjadi pendidikan yang ber-kuantitas, jika dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan negri maupun swasta yang berdiri.
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kementrian Agama untuk madrasah, sebagai pemegang amanah terselenggaranya  pendidikan yang bermutu harus mulai bersikap tegas.Â
Lebih spesifiknya, pemerintah harus tegas dalam perizinan mendirikan lembaga pendidikan formal. Pra-syarat mendirikan lembaga pendidikan formal harus lebih diperketat lagi, terutama bagi pihak swasta.
 Ketika pemerintah telah memberikan izin berdirinya lembaga pendidikan, maka pemerintah harus bisa benar-benar memastikan penyelenggaraan pendidikannya memiliki mutu berstandart nasional. Mulai dari pemilihan tenaga pendidik ataupun kependidikannya, pengeturan insfrastruktur dan fasilitas-fasilitasnya, pengelolahan manajemen dan keuangannya hingga perumusan kurikulumnya.
 Jika itu telah benar-benar dilakukan oleh pemerintah melalui proses-proses yang ketat, maka penerapan evaluasi berstandart nasional tak akan jadi masalah dan polemik lagi, karena semuanya telah diatur sejak awal, dan telah disetarakan sejak awal perizinannnya.Â
Sehingga terciptalah pendidikan yang tidak asal ada, tapi tertata dan bemutu sama. Maka para orang tua tidak perlu gelisah lagi dalam memilihkan sekolah untuk putra-putrinya.
Penyetaraan bukan berarti semuanya serba sama, perbedaan tetap ada pastinya. Namun yang ada hanya perbedaan karena menyesuaikan situasi dan kondisi setempat, bukan lagi kesenjangan.
Sebagai penutup, kami sebagai mahasiswa pendidikan berpesan pada pemerintah khususnya Kementrian Pendidikan dan Kementrian Agama, pak, bu, mari hentikan penyelenggaraan pendidikan yang hanya terpaku pada kuantitas, mari imbangi banyaknya (kuantitas) lembaga pendidikan yang ada ini dengan penyetaraan kualitas.Â
Sebagai pemerintah harus bersikap tegas, apalagi ini menyangkut masa depan generasi penerus bangsa, juga sebagai bukti pelaksanaan amanah UUD 1945 dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Mari sejahterakan Indonesia meluli perbaikan pendidikannya, karena semua profesi ataupun jabatan pasti berangkat dari pendidikan. Percaya tidak percaya, pendidikan adalah pos pemberangkatan majunya sebuah bangsa.
Wallahua'lam
Alfarabi Albi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI