Pada tahun 2045 diperkirakan kemajuan teknologi semakin pesat termasuk teknologi di bidang pangan. Pangan -- pangan yang diolah dengan teknologi tinggi semakin banyak dan bervariasi. Permainan warna, cita rasa, pengolahan hingga kemasan menjadi tolak ukur untuk menghasilkan pangan-pangan yang beragam, instan, dan berumur panjang. Contohnya sosis dengan variasi warna yang berbeda -- beda yaitu sosis berwarna merah, sosis berwarna cokelat, dan sosis berwarna hijau (Gambar di atas).Â
    Kehadiran pangan -- pangan tersebut membuat kita sebagai masyarakat memiliki banyak alternatif untuk memilih pangan yang cocok untuk dikonsumsi. Bahkan kita dapat menemukan produk yang ditawarkan dalam bentuk instan dan setengah instan.Â
                                          Sumber Gambar : PixabayÂ
    Selain itu, pangan yang ditawarkan juga sebagian besar memiliki umur simpan yang panjang, hal tersebut membuat kita lebih santai terkait pangan yang kita konsumsi. Namun, kemudahan -- kemudahan tersebut perlu dicermati lebih lanjut terutama terkait keamanan pangan dan kandungan gizinya.
Pangan yang diproses menggunakan kombinasi teknologi dan suhu tinggi, sering kali menyebabkan kandungan gizi pada produk berkurang bahkan hilang baik komponen makro (karbohidrat, protein, lemak) maupun komponen mikro (vitamin dan mineral).Â
Misalnya saja minyak yang kita gunakan sehari -- hari merupakan hasil pengolahan yang sangat panjang dengan menggunakan teknologi, mulai dari kelapa sawit yang dipanen dari kebun hingga kelapa sawit tersebut dibleaching untuk menghilangkan warna merah sehingga minyak yang dihasilkan berwarna jernih (Gambar di bawah).Â
Proses penghilangan warna tersebut bertujuan untuk daya tarik padahal warna merah pada minyak banyak mengandung vitamin. Vitamin tersebut adalah beta karoten yang merupakan provitamin A, yang sangat baik untuk kesehatan mata dan antioksidan bagi tubuh. Oleh karena itu muncul regulasi dari pemerintah untuk penetapan kadar fortifikasi vitamin A pada minyak goreng sebesar 20 IU (satuan vitamin) (SNI No. 35 /2015).
Cemilan yang di jual dipasaran juga diproses secara modern sehingga memiliki rasa dan warna yang beragam. Hal -- hal tersebut kadang membuat kita bertanya-tanya apakah pangan ini aman atau tidak. Kondisi ini pun menunjukkan bahwa tidak semua penjual makanan paham dengan pewarna yang mereka gunakan. Sebagian langsung membeli pewarna di pasaran, meskipun beberapa diantaranya lagi menggunakan pewaran yang berasal dari bahan alami.Â
Selain soal warna, ternyata pemilihan bahan kemasan juga menjadi hal yang tidak boleh diabaikan. Pemerintah selaku pengambil kebijakan melalui badan pangawas obat dan makanan (BPOM) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua bahan yang ada di makanan tidak berbahaya bagi konsumen.
Realita saat ini, konsumsi masyarakat terhadap pangan cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup yang lebih instan. Sementara itu pengetahuan masyarakat terhadap komposisi dan bahan tambahan pangan (BTP) dalam pembuatan produk masih rendah. Budaya membaca komposisi di kemasan produk pun memiliki kondisi yang serupa. Hal tersebut membuat kita sulit memilih produk yang tepat, benar, dan aman. Di lain sisi, iklan dan promosi yang gencar semakin mengaburkan objektifitas kita terhadap sebuah produk. Konsumen akan mudah tertarik dan akhirnya 100% percaya dengan apa yang dimuat dalam iklan.
Kecanggihan teknologi, sistem perdagangan, dan gaya hidup instan seperti yang telah disinggung sebelumnya semakin membuktikan bahwa peran Badan pengawas obat dan Makanan (BPOM) sangat dibutuhkan. Harus ada mekanisme pengaturan, pengawasan, dan pemeriksa pada produk -- produk pangan yang ada di pasaran. Langkah tersebut diambil demi melindungi, menjaga, dan memastikan keamanan pangan bagi konsumen. Oleh karena itu saya ingin menjadi salah satu bagian dari keluarga besar BPOM sehingga bisa memastikan keamanan pangan dan juga bisa mengatur peredaran dan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang digunakan oleh industri secara langsung.