25/10/2023. Tradisi menjadi identitas budaya suatu daerah di Indonesia, sebagian diantaranya terdapat pada masyarakat Papua. Salah satu tradisi tersebut ialah ritual Kit Oba Isago. Kit Oba Isago merupakan tradisi bakar batu yang berupa ritual memasak bersama-sama warga sebagai simbol kebersamaan dan kesakralan hidup sosial. Tradisi dan budaya  suatu daerah tentunya mempunyai keterkaitan dalam hal nilai-nilai kemanusiaan, keunikan, sikap atau cara pandang yang unik dan berbeda-beda pada setiap masyarakatnya. Itulah keunikan identitas masing-masing daerah. Pandangan yang berbeda-beda itulah diperlukan adanya edukasi budaya agar tidak menimbulkan terjadinya konflik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Naomi Zhalya Amarya, Vedra Dita Lestari, Alfian Akbar Fajar Sidiq, Alif Yanuar Aldi, Imron Amrullah, S.Pd., M.Pd. yang merupakan mahasiswa Universitas Dr. Soetomo Surabaya (Unitomo) dengan Judul "Kajian Etnosentrisme Dalam Ritual Kit Oba Isago Sebagai Upaya Peningkatan Edubudaya Masyarakat Wamena" memiliki tujuan untuk mendeskripsikan etnosentrisme dan nilai edubudaya dalam ritual Kit Oba Isago pada masyarakat Wamena.Â
Pada penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian yang hanya mendeskripsikan atau menjelaskan objek-objek secara aktual, sistematis, dan cermat. Subjek dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat Wamena dan objek penelitian ini yaitu ritual Kit Oba Isago sebagai upaya peningkatan edubudaya. Data dalam penelitian ini berupa kata, frase, kalimat atau wacana, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat Wamena. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi, dan literasi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa edukasi budaya dapat meninimalisir terjadinya konflik akibat pandangan dan penilaian etno-sentrisme.
Penelitian yang dilakukan ini memiliki fokus pada etnosentrisme dan nilai edubudaya ritual Kit Oba Isago pada masyarakat Wamena, Papua. Dimana hasil dari penilitiannya adalah :
1. Etnosentrisme dalam ritual  Kit Oba Isago
Proses tradisi Kit Oba Isago ini para pria dan wanita akan membagi tugas. Wanita akan mengumpulkan bahan-bahan masakan, dan pria memanah babi, menyiapkan batu yang akan dibakar, membuat lubang untuk proses pembakaran. Setiap suku akan menyerahkan babi sebagai bentuk simbolis. Masing-masing suku akan memanah babi secara bergiliran. Masyarakat tersebut meyakini jika dalam sekali memanah babi langsung mati, maka ritual tersebut berjalan lancar dan sukses. Sebaliknya, jika babi tidak langsung mati, mereka percaya bahwa akan terjadi hal yang kurang baik saat proses ritual berlangsung.
Awalnya tradisi ini identik dengan bakar daging babi. Umat Islam yang ada di papua pun juga bisa mengikuti tradisi ini, mengganti daging babi dengan daging lainnya seperti daging kerbau, ayam, ataupun ikan laut. Dana untuk mengadakan tradisi ini dari iuran warga. Panitia pemungut iuran bertugas secara bergantian. Saat Ramadhan, umat Kristen akan bertugas menjalankan iuran untuk bakar batu, kemudian saat hari besar umat Kristen giliran warna muslim yang menjalankan iuran. Ini merupakan bentuk toleransi yang ditunjuukkan umat beragama di Papua.
Dengan adanya keunikan pada tradisi Kit Oba Isago ini, baik proses berlangsungnya ritual, toleransi yang kuat, kekeluargaan, kerja sama yang kuat, dan tradisi yang tidak dilakukan oleh semua suku dan budaya maka, memunculkan sikap etno-sentrisme. Faktor penyebab munculnya sikap etnosentrisme, antara lain perbedaan kondisi lingkungan, perbedaan status sosial, perbedaan keyakinan, perbedaan budaya, perbedaan biologi, dan perbedaan norma sosial yang berlaku di masyarakat.