Saidam (47 tahun) mengaku menjalani profesi sebagai tukang becak di Jakarta sejak 1999. Penumpang setianya mayoritas ibu-ibu keturunan tionghoa yang membawa barang-barang belanjaan di wilayah Pasar Pejagalan, Jakarta Barat. Saidam biasa membawa mereka pulang ke wilayah Jalan Pengukiran yang jaraknya sekitar 700 meter.
19 tahun mengayuh becak, berbagai pengalaman pahit sudah ia rasakan. Misalnya saat becaknya diangkut paksa petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di era Mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke) dan Djarot Saiful Hidayat.
Pada 2017, ketika Djarot baru menjabat menjadi Gubernur DKI Jakarta, becak Saidam pernah diboyong paksa petugas Satpol PP di bawah jalan layang Pasar Pagi, pada 19.30. Hujan mengguyur ibu kota malam itu. Saidam yang sedang enak berteduh terkejut setengah mati melihat petugas Satpol PP tiba-tiba mengangkut becaknya ke mobil bak.
"Terus tiba-tiba datang lebih dari satu mobil Satpol PP. Tangan saya dipegang dan becak langsung diangkut. Saya tidak bisa apa-apa," kata dia saat ditemui di kolong jembatan Bandengan Utara III, Jakarta Barat, Jumat 26 Januari 2018.
Beda cerita ketika ia berhadapan dengan petugas Satpol PP di zaman pemerintahan Fauzi Bowo. Saat itu ia sempat berusaha melarikan diri dari kejaran petugas. Becaknya ia kayuh sekencang mungkin.
Namun sayang upayanya kandas. Petugas Satpol PP dengan mobil baknya dengan mudah menjangkau Saidam. Mereka pun akhirnya membawa becak Saidam yang sudah menjadi sumber mencari nafkahnya itu. Padahal saat itu ia sedang bertugas mengangkut penumpang di daerah Petak Sembilan, Jakarta Barat.
Saidam juga sempat merasakan kucing-kucingan dengan petugas di era Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Â Ketika itu pada 2001 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah melakukan operasi "penggarukan" becak secara serentak.
"Saat ada garukan zaman Sutiyoso, becak saya bawa pulang ke Tangerang. Selang satu tahun saya balik lagi ke Jakarta," kata dia.
Saidam terpaksa membeli yang baru setiap becaknya diangkut petugas. Ia mengaku harus mengeluarkan uang sebesar Rp 500 ribu untuk membeli satu becak. Becaknya sengaja tidak dipasang penutup terpal untuk penumpang. Karena menurutnya, becak yang diberi tutup untuk penumpang mudah dilihat oleh petugas Satpol PP.
Dari mengayuh becak, Saidam mengaku mampu mengantongi uang rata-rata Rp 50 ribu setiap harinya. Menurutnya pemasukan sebesar itu belum cukup untuk menghidupi tiga orang anaknya. Apalagi istrinya hanya menjadi ibu rumah tangga di Jayanti, Tangerang.
"Tidak cukup buat hidup. Belum buat makan, jajan anak, uang sekolah. Apalagi sekarang ada ojek online," keluhnya.
Ia terpaksa melakoni profesi sebagai tukang becak di Jakarta karena tidak punya pilihan lain untuk mencari nafkah. Beberapa tahun sebelum menjadi tukang becak, Saidam pernah menjadi kuli bangunan. Namun nahas ia mengalami kecelakaan saat bekerja yakni terjatuh dari lantai tiga sebuah gedung di Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat.
"Saya banting setir jadi tukang becak karena dahulu kapok bekerja kasar kuli bangunan pernah jatuh. Ini bekasnya," kata Saidam sambil menunjukkan bekas jaitan di bibir bagian atasnya.
Di Jakarta, Saidam tinggal menumpang dengan rekan tukang becak yang lainnya yakni Encep. Istri dan ketiga anaknya ia rela ia tinggalkan di Tangerang demi mencari nafkah di ibu kota. Sebulan dua kali ia meluangkan waktu untuk pulang ke kampung.
Anak sulungnya, Kholid Akbar berusia 20 tahun tidak bisa melanjutkan pendidikan dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Tangerang akibat kekurangan biaya. Padahal Saidam mengaku pernah sampai meminjam uang ke tetangga untuk menafkahi jagoannya itu sekolah.
"Sampai sekarang belum kebayar utang saya saat masukin dia ke sekolah," ujarnya.
Meskipun begitu, dari mengayuh becak, Saidam mengaku masih bisa membiayai sekolah kedua anaknya yakni Ratna Wulandari berusia 13 tahun yang sekarang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Anak bungsunya yakni Rahma Supriati sekarang masih setingkat Sekolah Dasar (SD).
Saidam tidak pernah menetapkan tarif tertentu bagi penumpang. Ia mempersilahkan para penumpang untuk memberikan uang seikhlasnya. Namun rata-rata ia mendapatkan uang Rp 10 ribu sekali mengantarkan penumpang.
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Saidam menunjukkan bahwa ia berasal dari Tangerang, Banten. Ia mengatakan bersedia menjadi warga Jakarta demi bisa mendapatkan izin mengayuh becak di ibu kota dan diberikan stiker resmi dari Pemerintah Provinsi DKI.
Saidam berterima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena  memperbolehkan becak beroperasi di jalan-jalan pemukiman. Dirinya berjanji tidak akan nakal beroperasi ke jalan raya atau jalan-jalan protokol di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H