Pada akhirnya, kota pintar harus dirancang dengan mempertimbangkan kesejahteraan sosial, bukan hanya optimasi teknologi. Dengan mengadopsi prinsip otonomi data, kota-kota masa depan dapat menghindari jebakan penyalahgunaan data, transgresi ruang, dan gentrifikasi digital yang semakin memperlebar kesenjangan sosial. Kota pintar yang berhasil adalah kota yang tidak hanya cerdas secara teknologi tetapi juga adil bagi semua lapisan masyarakat, menjamin hak privasi dan martabat manusia tetap terlindungi di tengah kemajuan teknologi.
Demikianlah, tantangan-tantangan ini hanya dapat diatasi dengan kolaborasi multidisiplin antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan masyarakat. Transparansi, partisipasi publik, dan regulasi yang ketat menjadi kunci untuk menciptakan kota pintar yang menghargai hak-hak asasi manusia, tanpa mengorbankan keadilan sosial.
Referensi
Gstrein, O. J. (2024). Data autonomy: Beyond personal data abuse, sphere transgression, and datafied gentrification in smart cities. Ethics and Information Technology, 26(61). https://doi.org/10.1007/s10676-024-09799-x
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H