Dilema Pertambangan Digital: Keuntungan Ekonomi vs Keberlanjutan Sosial dan LingkunganÂ
Industri pertambangan selalu dihadapkan pada dilema besar: bagaimana menjalankan operasi yang efisien secara ekonomi tanpa mengorbankan kesejahteraan sosial dan lingkungan. Teknologi digital menawarkan potensi besar untuk menyelesaikan masalah ini, namun pada kenyataannya, justru menimbulkan tantangan baru. Dalam artikel "Sociotechnical Perspectives of Digital Technologies in Sustainable Mining," Gabryk dan Naidoo (2024) membahas peran teknologi digital dalam upaya keberlanjutan di sektor pertambangan.Â
Mereka menggunakan pendekatan studi kasus interpretatif untuk menganalisis 25 wawancara dengan profesional teknologi digital di industri ini. Studi ini menemukan bahwa meskipun teknologi digital dapat meningkatkan produktivitas dan keamanan, mereka juga memperbesar kesenjangan antara tujuan ekonomi dan keberlanjutan sosial-lingkungan.Â
Temuan ini didasarkan pada wawancara dengan karyawan perusahaan terkemuka di bidang solusi pertambangan digital, yang menggarisbawahi ketidakseimbangan antara prioritas ekonomi jangka pendek dan dampak lingkungan jangka panjang. Misalnya, teknologi seperti truk otonom dan pengeboran jarak jauh memang meningkatkan efisiensi operasional, namun risiko terhadap lingkungan tetap ada, seperti peningkatan konsumsi energi dan emisi CO2 (Greeff, 2024).Â
Kesimpulannya, artikel ini memaparkan bahwa solusi teknologi tidak serta merta menyelesaikan masalah keberlanjutan dalam pertambangan, melainkan memperkenalkan dilema baru yang memerlukan pendekatan harmonis untuk menyatukan aspek sosial, teknologi, dan lingkungan.
***
Teknologi digital dalam industri pertambangan telah membawa revolusi dalam berbagai aspek operasional, mulai dari otomatisasi hingga pengumpulan dan analisis data real-time. Menurut Gabryk dan Naidoo (2024), penerapan teknologi digital seperti truk otonom, pengeboran jarak jauh, dan penggunaan Internet of Things (IoT) mampu meningkatkan produktivitas dan keamanan secara signifikan. Truk otonom, misalnya, mengurangi risiko kecelakaan kerja, sementara teknologi IoT memungkinkan pemantauan kondisi mesin dan lingkungan secara real-time, membantu mencegah kegagalan peralatan yang dapat menyebabkan kerugian besar. Namun, manfaat ini sering kali dibarengi dengan tantangan besar terhadap keberlanjutan sosial dan lingkungan.
Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah adanya kecenderungan untuk memprioritaskan tujuan ekonomi di atas aspek sosial dan lingkungan. Dalam wawancara, 65% dari partisipan menyatakan bahwa efisiensi dan produktivitas masih menjadi fokus utama perusahaan, bahkan ketika berbicara tentang penerapan teknologi digital. Salah satu eksekutif yang diwawancarai, Kevin Campbell, secara eksplisit menyatakan bahwa "pada akhirnya, semuanya bermuara pada garis bawah: peningkatan produksi dan pengurangan biaya" (Gabryk & Naidoo, 2024). Meskipun keamanan pekerja diperbaiki melalui teknologi, dampak lingkungan jangka panjang seperti peningkatan emisi dan konsumsi energi sering kali diabaikan.
Lebih lanjut, Gabryk dan Naidoo (2024) menyoroti pentingnya "harmonisasi" antara tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Mereka berargumen bahwa fokus yang terlalu besar pada optimasi teknologi bisa menyebabkan ketidakseimbangan sistem, yang pada gilirannya dapat memperburuk masalah keberlanjutan di masa depan. Salah satu contoh yang mereka angkat adalah penggunaan teknologi blockchain untuk transparansi rantai pasokan di industri pertambangan. Meskipun teknologi ini meningkatkan keterlacakan bahan mentah dan mengurangi risiko penipuan, proses komputasi blockchain yang sangat intensif energi justru meningkatkan jejak karbon perusahaan.
Artikel ini juga mencatat adanya tekanan jangka pendek untuk mencapai target finansial yang sering kali bertentangan dengan tujuan keberlanjutan jangka panjang. Sebanyak 70% partisipan mengakui bahwa mereka menghadapi tekanan untuk menurunkan biaya operasional dan meningkatkan margin keuntungan setiap kuartal, yang seringkali bertentangan dengan upaya keberlanjutan seperti pengurangan emisi karbon atau konservasi sumber daya alam. Dalam konteks ini, Gabryk dan Naidoo (2024) menekankan bahwa tanpa perubahan dalam cara perusahaan melihat keberlanjutan, teknologi digital hanya akan memperpanjang masalah keberlanjutan yang ada, alih-alih menyelesaikannya.
***
Pada akhirnya, teknologi digital dalam industri pertambangan menawarkan potensi besar untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan keselamatan kerja. Namun, seperti yang diungkapkan Gabryk dan Naidoo (2024), teknologi ini tidak otomatis menghasilkan keberlanjutan yang lebih baik tanpa adanya perubahan paradigma dalam cara perusahaan menyeimbangkan tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan.Â
Harmonisasi antara aspek teknologi dan sosial-lingkungan menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan ini. Tanpa pendekatan yang lebih holistik, keberlanjutan di industri pertambangan akan tetap menjadi tujuan yang sulit dicapai, meskipun berbagai teknologi canggih telah diterapkan. Perusahaan perlu melihat keberlanjutan sebagai bagian integral dari operasi mereka, bukan hanya sebagai tanggung jawab sosial perusahaan atau komitmen jangka panjang yang sering kali dikalahkan oleh prioritas ekonomi jangka pendek.
Sebagai langkah ke depan, perusahaan pertambangan harus berupaya tidak hanya mengoptimalkan efisiensi teknologi, tetapi juga memastikan bahwa dampak sosial dan lingkungan dari penerapan teknologi tersebut diperhitungkan dengan baik. Dengan demikian, mereka dapat memastikan bahwa keberlanjutan bukan hanya sekadar janji, tetapi juga hasil nyata yang dapat dicapai di masa mendatang.
Referensi
Gabryk, W., & Naidoo, R. (2024). Sociotechnical perspectives of digital technologies in sustainable mining. Australasian Journal of Information Systems, 28. https://doi.org/10.3127/ajis.v28.4369
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H