Setelah semuannya terjadi, Rara menjadi lebih bersyukur dan menurutnya cantik itu tidak selalu bahagia. Timbangan itu hanya menunjukkan angka bukan nilai, kita tidak perlu sempurna untuk dapat bahagia. Dan itulah akhir yang epik dalam menarasikan standar cantik, dimana cantik itu tidak harus terpaku pada penampilan tapi juga harus dilihat dari sisi lainnya.
Melihat pada masa sekarang ini masih banyak yang menganggap penampilan itu menentukan citra seseorang dan belas kasihan seseorang. Seperti yang terjadi di akhir tahun 2020, banyak orang yang mendukung salah satu Artis terkait tindakannya yang tak senonoh, namun mem-bully Youtuber yang tidak sesuai dengan standar cantik berkreasi membuat karya musik dan video klip dengan kemampuannya. Disini kita dapat melihat kedewasaan orang dalam memberikan penilaiannya.
Standar cantik telah membuat wanita menjadi tidak aman dan tidak percaya diri dalam buku Getar Gender karya A Nunuk Murtiarti (2004), dikatakan bahwa kecantikan merupakan sesuatu hal yang diutamakan untuk bisa bisa diterima dalam pekerjaan, maka dari itu perempuan akan selalu berusaha untuk bisa dianggap cantik dengan berbagai cara. Mitos kecantikan adalah hasil dari pembelajaran manusia untuk mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Iin Rizkiyah dan Nurliana Cipta Apsari dalam artikel berjudul Strategi Coping Perempuan terhadap Standarisasi Cantik di Masyarakat yang dimuat dalam Jurnal Perempuan, Agama dan JenderNo.2 Vo.18 tahun 2019 menyebutkan bahwa Keinginan mengejar standar cantik kadangkala dapat mengakibatkan hal yang negatif, sehingga membahayakan kesehatan, rasa rendah diri, dan juga body shaming. Dengan strategi coping yang memfokuskan pada memecahkan masalah dan modifikasi emosi. Diharapkan para perempuan dapat melakukan coping positif dalam mengatasi masalah standarisasi cantik perempuan, sehingga tetap memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan terus menjalani hidup dengan semangat.
Untuk mengatasi persepsi orang tentang standar cantik, sebenarnya tergantung kepada individunya masing-masing yang harus lebih berpikir luas tidak hanya menuntut tetapi juga mengapresiasi karena setiap orang punya kemampuan dan kelebihannya masing-masing. Dari film Imperfect:Â Karier, Cinta & Timbangan, kita belajar untuk saling menghargai perbedaan dan lebih mencintai diri sendiri.
Alfandy Setiawan, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H