Karena fokus utamanya adalah bagaimana memproduksi kopi secara banyak, maka muncul lah kopi instan. Dengan adanya kopi instan, distribusi kopi menjadi semakin luas.Â
Namun karena rasa yang dihasilkan cukup mirip antara satu merek dengan merek lainnya, maka inovasi kopi instan relatif hanya seputar kemasannya saja.
Gelombang kopi yang pertama ini rupanya banyak mendapat kritik dan kecaman sehingga memantik munculnya gelombang baru dalam dunia kopi, yaitu Gelombang kopi kedua atau Second wave coffee
Second wave coffee
Seperti yang kami tulis sebelumnya, gelombang kopi kedua lahir atas dorongan masyarakat yang sudah lelah dengan gelombang kopi pertama yang mengabaikan kualitas.Â
Para peminum dan penikmat kopi di masa ini menuntut kopi yang lebih berkualitas. Lebih dari itu, para penikmat kopi ini juga ingin tahu asal-usul kopi dan bagaimana kopi yang nikmat bisa tercipta.
Pada masa gelombang kedua ini, kopi bukan lagi sekedar minuman, tapi juga menjadi semacam gaya hidup bagi para peminumnya. Istilah-istilah dan metode-metode seduh kopi juga mulai lebih sering muncul dibicarakan oleh orang-orang. Perlahan, kopi mulai 'naik kelas' dan bahkan dinilai mulai seperti wine.
Namun, gelombang kopi kedua juga tidak lepas dari kritik dan kecaman dari banyak orang. Gelombang kopi kedua telah menggeser kegiatan ngopi menjadi semacam tren sosial.Â
Akibatnya, banyak kedai kopi mulai bermunculan, tidak hanya di kota besar bahkan juga ke kota-kota kecil. Salah satu ikon dari gelombang kopi kedua ini adalah Starbuck yang belakangan ini dikenal sebagai coffee shop kapitalis.
Third wave coffee
Pada masa gelombang kopi ketiga, produksi kopi benar-benar fokus pada kualitas biji kopi. Perhatian akan kopi tidak hanya sebagai minuman, tapi juga dari hulu ke hilir, dari mulai proses tanam, proses panen, proses paska panen, proses sangrai sampai proses seduh. Biji kopi yang dijual pun biasanya mencantumkan hal-hal tersebut sehingga lebih transparan ketika sudah di tangan konsumen.