Mohon tunggu...
Alfain Aknaf Rifaldo
Alfain Aknaf Rifaldo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia

Hanya mas mas biasa yang tidak kuat mengonsumsi kopi tanpa air Instagram : @aaknafr

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bermain Catur di Pesantren, antara Senang dan Tegang

24 Maret 2021   01:30 Diperbarui: 24 Maret 2021   01:33 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perseturuan antara Pak Dadang alias Dewa Kipas  dengan GM Irene beberapa waktu lalu sempat membuat geger dunia maya dan membuat dunia percaturan di Indonesia menjadi ramai diperbincangkan. Orang-orang yang tadinya tidak tahu menahu soal permainan papan ini mulai penasaran dan mencoba belajar cara bermain catur. Ada yang belajar melalui internet ada pula yang belajar melalui temannya.

Sedikit bercerita pengalaman, saya mulai dikenalkan dengan permainan catur sejak masih seusia Taman Kanak-Kanak. Saya dikenalkan permainan catur oleh kakak laki-laki saya. Sungguh sangat kurang kerjaan kakak saya ini, anak balita kok dikasih main catur. Namun dampak baiknya adalah saya mulai menaruh hati pada permainan yang identik dengan warna hitam-putih tersebut.

Mulai masuk ke sekolah dasar, saya yang waktu itu masih kelas 1 SD semakin tertarik dengan permainan catur sehingga ketika istirahat sekolah saya sering bermain catur melawan kakak kelas. Tentu saat itu saya masih belum bisa bermain sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti bagaimana harusnya kuda berjalan, pion berjalan dan lainnya.

Saat istirahat sekolah, saya sering menghabiskan waktu di perpustakaan untuk bermain catur bersama teman ataupun kakak kelas saya. Sebenarnya selain karena senang, menghabiskan waktu istirahat sekolah dengan bermain catur membantu saya menekan pengeluaran uang jajan saya sehingga saya bisa lebih berhemat.

Kemampuan bermain catur saya pun semakin membaik dari hari ke hari. Hingga pada saat saya kelas 4 SD, saya menjadi kandidat untuk mewakili sekolah dalam lomba catur. Namun sayangnya, saya tidak terpilih dan gagal lolos untuk mengikuti lomba tersebut. Kecewa mungkin iya, tapi saya yang masih anak-anak masih belum tahu ap aitu kegagalan yang sebenarnya.

Beranjak remaja, saya melanjutkan pendidikan sekolah menengah saya di pesantren. Tentu sudah sangat mafhum apabila di pesantren dilarang membawa barang elektronik, sehingga para santri mencari banyak cara untuk hiburan. Ada yang larinya ke buku dan menulis, ada yang ke olahraga macam sepak bola, ada juga yang menghabiskan waktu istirahatnya untuk bermain catur, seperti yang saya dan teman-teman lakukan.

Masuk ke jenjang sekolah menengah keatas saya masih tetap rajin bermain catur. Posisi saya yang waktu itu menjadi pengurus (semacam OSIS) membuat waktu saya lebih fleksibel untuk mencari hiburan macam bermain catur ini. Bermain catur sungguh menjadi hiburan ketika di pesantren, sekaligus membuat kita sedikit tegang pada saat yang bersamaan.

Pesantren saya memang tidak melarang santrinya untuk bermain catur, asalkan tidak lupa waktu. Yang jadi masalah di sini adalah ketika keasyikan bermain catur sampai lupa waktu sehingga tidak ikut kegiatan pesantren sebagaimana mestinya. Tapi seperti kebanyakan remaja, kami memilih untuk bolos kegiatan pesantren tersebut, salah satunya demi bermain catur.

Sebenarnya ada banyak sekali resiko yang kami ambil demi bermain catur tersebut karena jika kami sampai tertangkap basah bolos kegiatan sambil bermain catur, tentu akan menjadi masalah. Hampir bisa dipastikan papan catur kami akan disita oleh ustadz yang berwenang. Belum lagi hukuman yang kami terima setelahnya. Kalaupun tidak dihukum, sudah pasti kami akan mendengar ceramah panjang dari ustadz kami. Jadi selain rugi materil, bisa dibilang kami juga rugi waktu.

Menimbang berbagai resiko mengerikan tersebut, kami putar otak dan mencari cara bermain catur dengan aman dan tentram. Hal yang pertama kami pikirkan adalah lokasi. Sudut kamar yang yang tertutup oleh lemari dan kasur menjadi tempat yang strategis untuk kami beradu strategi di atas papan catur. Baiklah, untuk masalah lokasi sudah selesai.

Hal selanjutnya yang kami perhatikan adalah suara. Perlu diketahui jika bermain catur di luar kompetisi ataupun turnamen yang formal pasti akan banyak suara gerutu pemainnya akibat salah langkah ataupun kalah. Suara gerutu tersebut tentu akan jadi masalah karena bisa saja ustadz kami mendengarnya sehingga lokasi yang sudah kami pikirkan baik-baik menjadi terbongkar. Untuk itu, kami menyepakati suatu aturan, yaitu agar tetap diam selama pertandingan berlangsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun