Mohon tunggu...
Alfaenawan
Alfaenawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Tata Negara

Berkarya guna Mencerdaskan kehidupan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tindak Lanjut Putusan MK yang Bersifat Inkonstitusional Bersyarat

24 Januari 2023   21:46 Diperbarui: 24 Januari 2023   21:54 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Putusan tersebut, jika dianalsis Pernyataan MK berbunyi: "Menyatakan dalam membentuk Undang-Undang Tahun 2020 No. 11 mengenai Cipta Kerja berlawanan terhadap Undang Undang Tahun 2020 N0. 11 mengenai Cipta Kerja masih diberlakukan hingga diperbaiki dari batas waktu seperti yang sudah ditetapkan pada putusan." lebih dalam, hanya menyediakan dua alternatif penyelesaian masalah. Pertama adalah mengubah proses, metode, dan sistematika agar sesuai dengan UU 12 Tahun 2011 (termasuk lampiran yang menyertainya), atau alternatif kedua adalah UU Nomor 12 Tahun 2011 itu sendiri agar memuat metode omnimbus sebagai usaha simplifikasi undang undang. Menghapus berbagai undang-undang yang saling silang atau tumpng tindih, dan menjadi standar peraturan perundang-undangan omnimbus. Namun, alternatif kedua ini bermasalah, sebab UU Cipta kerja dianggap bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011, tetapi justru UU Nomor 12 Tahun 2011 yang terbuka atas perubahan demi menyesuaikan diri dengan UU Cipta Kerja. Melakukan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 guna mengakomodasi metode omnimbus, hal ini ironis, karena di satu sisi UU Cipta Kerja dianggap inkonstitusional karena bertentangan dengan Undang-Undang 12 Tahun 2011 yang seharusnya UU Cipta Kerja menyesuaikan dengan UU PPP. Namun, di sisi lain justru UU Nomor 12 Tahun 2011 terbuka untuk disesuaikan dengan UU Cipta Kerja. Sehingga dapat menimbulkan kontradiksi, karena yang dimaksudkan dalam Putusan MK, UU Cipta Kerja harus menyesuaikan dengan UU PPP yang dijadikan sebagai batu uji dalam pengujian formil.

Dalam putusa Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terdapat pendapat berbeda oleh Majelis Hakim Konstitusi:

Pertama, Pendapat dari hakim konstitusi Arief Hidayat da Hakim konstitusi Anwar Usman. Bahwa meskipun penggunaan pembentukan undang-undang melalui metode omnimbus law boleh dilakukan tanpa memasukkan terlebih dahulu ke dalam ketentuan undang undang tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan. Namun dalam pembangunan hukum nasional, terutama dalam hal pembentukan undang undang di masa berikutnya dan demi memenuhi asas kepastian hukum, maka diperlukan perubahan terhadap Undang Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sesegera mungkin guna mengakomodir metode omnimbus law dalam pembentukan undang undang ke depan. Pembentukan undang undang dengan metode omnimbus law juga harus memenuhi ketentuan pembentukan undang undang sebagaimana termuat dalam UUD 1945.

Kedua, pendapat berbeda (dissenting opinion) dari Hakim Konstitusi Manahan M.P Sitompul dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. bahwa perubahan UU PPP perlu memasukkan metode omnimbus dalam penyusunan undang-undang untuk mengakomodasi penyusunan undang-undang lainnya yang akan menggunakan metode omnimbus di masa mendatang. Perubahan tersebut perlu dilakukan sesegera mungkin dengan memberikan batas waktu yang cukup kepada pembentuk undang-undang. Berkenaan dengan tenggat waktu yang diperlukan untuk penyesuaian implementasi putusan Mahkamah Konstitusi oleh addressat putusan, ditemukan beberapa varian sikap Mahkamah Konstitusi sebagai berikut: Pada umumnya MK menetapkan janga waktu selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak putusan diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. MK menetapkan jangka waktu selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan setelah putusan diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum sebagai waktu yang cukup untuk menyelesaikan undang undang tentang usaha perasuransian yang berbentuk usaha bersama

Alasan pertimbangan putusan MK untuk menyatakan UU Cipta Kerja ini berstatus inkonstitusional bersyarat adalah karena Majelis Hakim MK hendak menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan. Dalam Putusan MK menekankan pentingnya keterpenuhan formalitas semua tahapan pembentukan UU dan bermaknanya partisipasi masyarakat (meaningful participation), hal ini dapat dilihat dari naskah Akademik dan rancangan Undang Undna CK tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. MK menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil karena tata cara pembentukan UU CK tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti dan baku. Serta sistematika pembentukan perundang undangan. Selain itu, metode penggabungan tersebut tidak jelas.

Dengan demikian, demi mengisi kekosongan hukum ini, DPR dan Pemerintah mengesahkan revisi UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU P3) menjadi Undang Undang.melakukan perubahan terhadap UU tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan mengundangkan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada tanggal 16 Juni 2022.

  • Penutup

Proses peracangan dan pengesahan RUU Cipta kerja penuh dengan polemik dan menuai kecaman dari sejumlah pihak. Sebagian kelompok yang kontra, berpandangan bahwa substansi RUU Cipta Kerja menimbulkan keresahan, perumusan dan pembahasan RUU Cipta Kerja dinilai tidak transparan. Pada akhirnya UU Cipta Kerja yang menuai pro dan kontra ini diajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusan MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai "Tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan." Dalam kata lain, UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan tenggat waktu perbaikan UU a quo yang telah ditentukan. Apabila hingga tenggat waktu yang diberikan tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen dan seluruh Undang Undang yang diubah dan dicabut oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali. Dalam putusan tersebut, selain memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu yang ditentukan, MK juga meminta pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta melarang penerbitan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

MK menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil karena tata cara pembentukan UU CK tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti dan baku. Serta sistematika pembentukan perundang undangan. Selain itu, metode penggabungan tersebut tidak jelas. Oleh karena itu, demi memenuhi asas kepastian hukum terutama dalam hal pembentukan undang undang di masa berikutnya, maka diperlukan perubahan terhadap Undang Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sesegera mungkin guna mengakomodir metode omnimbus law dalam pembentukan undang undang ke depan. Ruang partisipasi masyarakat juga merupakan pemenuhan amanat yang diatur dalam konstitusi. Dalam pembentukan undang undang perlu menyeimbangkan antara syarat formil dan syarat materil guna memenuhi kriteria kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.

Alfaenawan

UIN Sunan Kalijaga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun