Mohon tunggu...
Alfaenawan
Alfaenawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Tata Negara

Berkarya guna Mencerdaskan kehidupan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Solusi Hukum Penyelesaian Konflik Agraria di Indonesia

21 September 2022   20:36 Diperbarui: 21 September 2022   20:46 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dahulu pengadaan tanah terutama bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Hal ini sesuai dengan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Namun, dengan dikeluarkannya Perpres 65/2006 yang merupakan perubahan dari peraturan Perpres 36/2005 maka pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.

Sementara, asas-asas dasar pengadaan tanah diatur dalam Perpres 36/2005 Jo Perpres 65/2006 dan Peraturan Kepala BPN-RI No. 3 Tahun 2007 yaitu: pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dipastikan tersedianya tanah, hak hak dasar masyarakat atas tanah terlindungi, dan mencakup peluang lahirnya spekulasi tanah. 

Apabila mengamati proyek pembangunan bendungan di Desa Wadas, pemerintah terlalu memaksa warga dengan tindakan represif oleh aparat kepolisian. Banyak masyarakat yang dirugikan akibat pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah. Seharusnya pemerintah mempertimbangkan berbagai implikasi atau resiko dari pembangunan tersebut. 

Namun, di banyak kasus seringkali pemerintah kurang mempertimbangkan keseimbangan antara hak individu, hak warga negara atas tanah, dan kepentingan umum. Pendeketakan humanis juga kurang diperhatikan oleh pemerintah, sehingga belum ada musyawarah mufakat tetapi pemerintah seperti memaksa agar prosesnya dipercepat.

  • Upaya Preventif Konflik Penggusuran Tanah

Upaya preventif merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Preventif secara etimologi berasal dari Bahasa latin pravenire yang artinya datang sebelum/antisipasi/mencegah agar tidak tidak terjadi suatu hal. 

Preventif dalam arti luas merupakan upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang. Apabila penggusuran lahan ingin dilakukan karena adanya pembangunan seperti bendungan di Desa Wadas, Purworejo. Maka upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik penggussuran lahan meliputi:

  • Sosialisasi
  • Sosialisasi program pembangunan nasional bagi masyarakat sangat penting untuk dilakukan. Dalam sosialisasi ini diisi berbagai manfaat dari program pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah. 

  • Selain itu, pemerintah juga harus merencanakan bentuk ganti kerugian terhadap masyarakat yang terdampak akibat pembangunan tersebut. Apabila mengamati berbagai kasus yang terjadi dalam pengadaan tanah untuk program pembangunan (infrastruktur), seringkali terjadi konflik antara masyarakat dan aparat keamanan. Hal ini salah satunya dikarenakan tidak memberikan sosialisasi terhadap masyarakat terlebih dahulu.

  • Mufakat
  • Mufakat merupakan suatu kesepakatan antara masyarakat dengan pemerintah dalam hal penggusuran lahan. Selama ini pemerintah kurang memperhatikan prinsip mufakat terhadap masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan persuasif dengan dialog, komunikasi, dan musyawarah terhadap masyarakat untuk mencapai mufakat. Sehingga konflik yang terjadi antara masyarakat dan penegak hukum bisa diminimalisir.

  • Memberikan ganti rugi
  • Pemerintah harus memberikan ganti rugi terhadap masyarakat yang terkena dampak pembangunan infrastruktur. Bentuk ganti rugi yang diberikan bisa dalam berbagai bentuk, misalnya dengan sejumlah uang sesuai harga bangunan dan luas tanah. 

  • Namun pada kenyataannya, ganti rugi berupa uang terhadap tanah yang dibebaskan seringkali menimbulkan konflik karena uang tidak sebanding dengan nilai lahan yang digusur. 

  • Sehingga penolakan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat keamanan polisian tidak kunjung berhenti. Dengan demikian, upaya ganti rugi yang dilakukan oleh pemerintah perlu diperbaiki, yaitu dengan diberi tanah pengganti yang layak, penyertaan modal, dan bentuk ganti rugi lainnya. 

  • Hal ini mengacu pada setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29 Ayat (1), dan apabila suatu benda berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau tidak diberdayakan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu, maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan kecuali ditentukan lain (Pasal 37 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).

  • Partisipasi Masyarakat
  • Masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam berbagai proses pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah. Dalam Pasal 28 C Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” 

  • Artinya, dalam berbagai aktivitas pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pemanfaatan, sampai pengawasan memerlukan peran aktif masyarakat. Apabila masyarakat dilibatkan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan proses lainnya maka masyarakat lebih memberikan dukungan terhadap pelaksanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat dapat berupa ikut bekerja dalam setiap proyek yang dilakukan.

  • Relokasi
  • Relokasi merupakan pemindahan tempat tinggal masyarakat yang terkena dampak ke tempat baru yang layak. Problematikanya adalah penyediaan tempat baru bagi masyarakat yang terdampak tersebut sangat terbatas dan sarana prasarana tempat yang menjadi relokasi masyarakat sangat minim. 

  • Dengan demikian, pemerintah perlu mempertimbangkan tanah pengganti yang layak dengan dilengkapi sarana yang memadai bagi masyarakat yang terdampak proses pengadaan tanah, sehingga hak masyarakat terlindungi dengan baik.

  • Kesimpulan 

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik agraria menjadi permasalahan utama bagi bangsa Indonesia dan selalu mengalami peningkatan yang signifikan. Konflik agraria banyak disebabkan karena pembangunan infrastruktur yang terus meluas. Pemerintah seharusnya menyeimbangkan antara kepentingan individu, kepentingan hak warga atas tanah, dan kepentingan umum. Sehingga tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat dalam proses pengadaan tanah. 

Dalam pengadaan tanah untuk kepentingan proyek pembangunan tertentu pemerintah perlu melakukan upaya-upaya preventif guna meminimalisir terjadinya konflik. Dalam pelaksanaan pembangunan sesuai proyek stretegis nasional harus terlebih dahulu melakukan berbagai pendekatan seperti: sosialisasi pembangunan infrastruktur, musyawarah mufakat antara masyarakat dan pemerintah, pemberian ganti rugi secara bijaksana terhadap masyarakat yang terdampak penggusuran tanah, mendorong partisipasi masyarakat dalam setiap proyek yang dijalankan, serta relokasi yang layak bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun