Sebagian besar garam di Indonesia diproduksi menggunakan metode tradisional yang bergantung pada penguapan air laut secara alami. Proses ini sering kali dilakukan di tambak terbuka tanpa perlindungan terhadap pencemaran dari udara, tanah, atau air yang digunakan. Tidak adanya penyaringan pada tahap awal produksi membuat mikroplastik yang terkandung dalam air laut tetap bertahan hingga garam menjadi kristal. Hal ini menyebabkan mikroplastik menjadi bagian dari produk akhir yang siap dikonsumsi masyarakat.
Selain itu, kurangnya infrastruktur produksi modern seperti kolam tertutup atau sistem penguapan buatan juga menambah risiko kontaminasi. Debu, partikel plastik dari lingkungan sekitar, dan kotoran lainnya sering kali terakumulasi selama proses pengeringan. Karena kurangnya fasilitas sanitasi dan teknologi filtrasi yang memadai, produsen tradisional sulit untuk menghasilkan garam yang benar-benar bersih dari kontaminasi.
3. Kurangnya Regulasi dan Pengawasan
Regulasi yang lemah dan pengawasan yang minim terhadap industri garam menjadi salah satu faktor utama penyebab kontaminasi mikroplastik. Di Indonesia, standar produksi garam yang ketat belum diterapkan secara merata, terutama di kalangan produsen kecil. Banyak produsen yang tidak diawasi dengan baik terkait kualitas air laut yang digunakan, proses produksinya, hingga kualitas garam yang dihasilkan.
Regulasi terkait pengelolaan limbah plastik juga sering kali kurang efektif diimplementasikan, sehingga tingkat pencemaran di laut terus meningkat. Ketidakhadiran pengawasan yang ketat menyebabkan banyak limbah plastik dari daratan dan industri terbuang ke laut tanpa kontrol yang memadai. Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku industri juga masih kurang optimal dalam memastikan standar kebersihan dalam proses produksi garam.
4. Kesadaran Masyarakat yang Rendah
Faktor lain yang memperburuk kontaminasi mikroplastik adalah rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya plastik dan pengelolaannya. Banyak masyarakat yang belum memahami bahwa limbah plastik yang mereka buang sembarangan dapat terurai menjadi mikroplastik dan mencemari lingkungan. Sampah plastik rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik sering kali berakhir di laut melalui saluran air dan sungai.
Selain itu, kebiasaan menggunakan plastik sekali pakai masih sangat tinggi di masyarakat. Minimnya edukasi tentang bahaya mikroplastik dan kurangnya akses terhadap alternatif plastik ramah lingkungan membuat penggunaan plastik sulit dikurangi. Dalam banyak kasus, masyarakat tidak menyadari bahwa perilaku mereka secara tidak langsung memengaruhi kualitas makanan, termasuk garam, yang mereka konsumsi sehari-hari.
Dampak Kontaminasi Mikroplastik
Mikroplastik yang terkandung dalam garam tidak hanya menjadi partikel asing di dalam tubuh manusia tetapi juga membawa zat kimia berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan. Salah satu dampaknya adalah gangguan pada sistem pencernaan. Ketika mikroplastik tertelan, partikel ini sulit dicerna dan dapat menumpuk dalam saluran pencernaan, menyebabkan iritasi, peradangan, atau bahkan gangguan penyerapan nutrisi. Selain itu, beberapa jenis mikroplastik mengandung bahan kimia tambahan, seperti ftalat dan bisfenol A (BPA), yang dikenal sebagai zat toksik. Paparan jangka panjang terhadap zat ini dapat memengaruhi fungsi organ, memicu inflamasi kronis, dan berkontribusi terhadap risiko penyakit metabolik seperti diabetes.
Tidak hanya itu, kontaminasi mikroplastik juga dikaitkan dengan risiko kanker. Mikroplastik yang masuk ke tubuh dapat membawa polutan beracun seperti pestisida dan logam berat yang menempel di permukaannya. Ketika zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh, mereka dapat memicu kerusakan DNA, stres oksidatif, dan mutasi sel, yang semuanya merupakan faktor pemicu kanker. Selain itu, mikroplastik diketahui dapat mengganggu sistem hormon tubuh karena sifatnya yang menyerupai hormon alami (xenoestrogen). Gangguan ini dapat memengaruhi keseimbangan hormon, terutama pada anak-anak dan wanita, yang kemudian meningkatkan risiko gangguan reproduksi dan penyakit hormon lainnya.