Ketika teman-teman hendak berlibur ke Bali dengan perjalanan jalur darat kalian tentu akan melewati kota kecil bernama Probolinggo. Apa yang terbesit jika kalian mendengar kota Probolinggo? Mungkin yang akan terbesit dalam pikiran orang awam yaitu budaya pendalungan dengan bahasa maduranya nya yang sangat kental, kota penghasil bawang, anggur, dan manga, atau gunung Bromo yang megah dengan keindahan alam yang menyelimutinya gambaran-gambaran tersebut telah lama melekat pada kota penghasil bawang tersebut.
Tetapi kota kecil seluas 56,67 km² ini menyimpan peninggalan-peninggalan kolonialisme dengan contoh yang paling mencolok yaitu gereja merah. Gereja GPIB Jemaat "Immanuel" Probolinggo yang dijuluki sebagai gereja merah ini beralamat di Jl. Suroyo No.32, Tisnonegaran, Kec. Kanigaran, Kota Probolinggo bangunan berupa gereja ini merupakan peninggalan kolonialisme yang unik.
Gereja ini dibangun pada tahun 1862 dengan nama Protestantsche Kerk Probolinggo dan masih aktif hingga kini namun telah berganti nama menjadi Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Immanuel atau lebih dikenal oleh masyarakat sebagai gereja merah ini melakukan perubahan nama pada tahun 1948. Gereja yang telah berdiri lama ini telah menjadi daya tarik wisata maupun keagamaan.
Awal mula berdirinya gereja merah tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kolonialisme yang tebawa Belanda ke Probolinggo. Berbagai kebijakan pemerintahan kolonial diciptakan kala itu seperti memperkerjakan masyarakat Indonesia bagian timur yang telah memeluk agama protestan.
Pendatang dari wilayah timur ini didatangkan untuk di pekerjakan di pabrik-pabrik gula dan perkebunan tebu di kota Probolinggo dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan umat Kristen belanda mendirikan gereja di kota Probolinggo. Gereja ini memiliki ciri khas berupa arsitekur bercorak Gotik. Warna merah pada bangunan dengan menara yang menjulang tinggi menjadi ciri khas menarik di gereja merah ini. Tempat ibadah ini juga terletak di samping sekolah dasar milik katholik yaitu SDK Mater Dei Probolinggo tepat di tengah kota jalan protokol Probolinggo menuju alun-alun pusat kota.
Menurut rumor yang beredar bangunan ini dipesan oleh pihak Belanda di Jerman dan “dinaikkan” kapal dengan system knock down. Filosofis warna merah dalam gereja ini bermakna sebagai darah Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia. Namun jika diliat dari segi fungsinya cat merah itu selain untuk mencegah karatan (korosif) juga untuk dekorasi memperindah gereja. Kerangka bangunan yang memiliki luas sekitar 150meter persegi dan tinggi 12meter ini telah menjadi cagar budaya.
Menurut Ripka dalam wawancara bersama reporter Jatim.net Zulkiflie, Ripka yang merupakan pendeta disana menyatakan bahwa Gereja Merah sempat berwarna putih pada zaman pendudukan tentara Jepang hal ini dapat dibuktikan dengan ruang pastori yang masih menggunakan cat berwarna putih, Gereja ini juga pernah dipakai sebagai gudang senjata. Hingga akhirnya difungsikan kembali sebagai rumah ibadah setelah Indonesia merdeka.
Gereja dengan menggunakan cat warna merah ini sangat khas dan unik karena hanya ada dua gereja di dunia yang memiliki cat berwarna merah yaitu di Den Haag yang telah dialih fungsikan menjadi bar dan yang satu lagi di Probolinggo tetap eksis menjadi rumah ibadah juga objek daya tarik wisatawan.
Jika kita masuk kedalam gedung gereja terdapat ornamen yang cukup unik juga dengan mimbar yang berbentuk seperti menyerupai piala yang kerap kali digunakaan saat proses sakramen perjamuan kudus.
Di dalamnya juga terdapat benda-benda pendukung prosesi peribadatan seperti cawan yang terbuat dari besi yang difungsikan untuk menempatkan air baptisan. Jika sedang tidak digunakan cawan ini biasanya dikosongkon karena terbuat dari besi juga cawan ini memiliki masa yang lumayan berat. Gereja ini juga masih menyimpan sebuah permata berupa alkitab kuno berbahasa Belanda dengan balutan sampul yang terbuat dari kulit seakan memaksa kita untuk mengaguminya. Gereja bergaya arsitektur gotik ini menggunakan marmer sebagai lantai juga ditemani dengan kursi-kursi kuno berbahan kayu jati dan juga tatkala pentingya lonceng gereja yang indah.
Sumber :
Handinoto. 2010. Arsitektur Dan Kota-kota di Jawa Pada Masa Kolonial. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ramadhani Puspa Pratami Putri, Antariksa Antariksa, Noviani Suryasari. Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya 4 (4), 114750, 2016
https://jatimnet.com/mengenal-gereja-merah-di-kota-probolinggo
Sumber Lampiran :
Gambar 1. Potret Gereja Merah tampak depan https://probolinggokota.go.id/keanekaragaman/budaya-religi/gereja-merah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H