Kotaku, aku pernah bermimpi # para perantau berduyun-duyun kembali
Membangun bising # mengusir waktu  yang heningPabrik-pabrik didirikan # bunyi mesin bermunculan
Beraneka sampah bertumpuk # dan orang-orang berpura-pura sibukSetiap aku membayangkan kebisingan # hiruk pikuk berserakan
Memintaku bersyukur # menjaga roh-roh leluhur
Kampung halaman selalu punya cerita dan kenangan tersendiri. Termasuk aku yang memilih hidup di kampung halaman daripada merantau di kota besar.
Kampung halamanku termasuk salah satu kota terkecil kedua di Jawa Timur. Kota yang terkadang tak pernah mengenal kebisingan, beberapa jalan hiruk pikuk menyebar di segala sisi. Oleh sebab itulah pada tahun 2015 , tumbuh puisi-puisi yang terinspirasi dari kota ini berawal dari sunyi.Â
Namun, beberapa tahun ini kota yang dulunya selalu membuatku nyaman menjalani rutinitas sehari-hari. Mendadak beberapa kali menjadi trending topik di seluruh negeri.Â
Mulai dari pesulap merah, perampokan di rumah dinas, hingga terakhir berita terbaru ledakan petasan. Semenjak itulah kesunyian seolah terguncang, orang-orang mulai menaruh perhatian pada kota ini.Â
Beberapa orang asing menjadi tertarik mendirikan kesibukan di sini, membangun ruko, toko, hingga harapan dan masa depan yang menurut mereka menjanjikan karena seringnya viral dari kota ini. Aku mulai sedikit gelisah, kota ini mulai lupa arti sunyi, bising menebar di segala sudut perkotaan.
Suara Jangkrik dan KesunyianÂ
Sejak menikah dan menetap pada sebuah rumah di tepi jalan raya, aku sering mengalami kegelisahan. Lalu lalang kendaraan jadi hal yang harus disapa tiap hari.Â
Meskipun masih tinggal di kota kecil, namun ternyata kampung halaman di desa menjadi rumah pulang yang paling dirindukan. Suara jangkrik tiap malam yang berebut dengan bisingnya tonggeret atau kumpulan katak adalah salah satu yang dinantikan tiap pulang.Â
Tak ada bising kendaraan, yang ada hanyalah kesunyian yang menyatu dengan alam. Gemerisik daun-daun bergesekan dengan gelombang angin, suara bisikan daun-daun tua berjatuhan mengenai ranting kayu yang telah lapuk, hingga kicau burung-burung selalu terdengar berputar-putar di sekeliling rumah.Â
Jika ditulis apa yang paling dirindukan dari kampung halaman, mungkin tidak ada habisnya. Terlebih lagi aku baru merasakan arti dan makna kampung halaman sejak pindah rumah di kota. Banyak perbedaan yang membuatku memutuskan setiap seminggu sekali pulang kampung.Â
Selain emak yang jadi alasan pertama paling dirindukan dari kampung halaman, suasana dan kesunyian jadi alasan kedua yang selalu  membuatku ingin pulang. Untung saja jarak antara kampung halaman dan rumahku di tepi kota hanya 4 km, jadi sewaktu-waku bisa kembali.Â
Sama-sama bernama Blitar, tapi berbeda wilayah administratif. Antara kota dan kabupaten, namun perbedaan jelas sekali kurasakan.Â
Kalau kamu, apa sih yang paling dirindukan. Yuk saling cerita. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H